35 - Panic

889 87 41
                                    

Author POV

Justin memutuskan untuk tidur di kamar Heza karena ingin menjaga Heza, dia ingat saat dia sakit waktu sepulang dari Bali, Heza menemaninya bahkan tidak tidur semalaman untuk menjaganya.

Justin bergerak tak nyaman dalam tidurnya, dia tidur di sofa kamar Heza karena Heza melarangnya untuk tidur di kasur, katanya agar tidak tertular demam. Justin terbangun di tengah malam dan melihat ke arah Heza, tapi dia mengernyit karena Heza tidak ada di kasurnya, lalu setelah itu dia mendengar suara air dari toilet yang artinya Heza ada disana.

Namun tak lama Justin mendengar suara orang yang sedang muntah-muntah dan tentu saja itu dari kamar mandi. Justin bangun dan mengetuk pintu kamar mandi untuk memastikan karena suara Heza tak kunjung berhenti malah terdengar semakin keras.

"Bang... kenapa? Kenapa muntah-muntah?" tanya Justin sambil mengetuk pintu kamar mandi.

"Bang.. lo gapapa kan? gue masuk ya?"

Justin masih menunggu namun Heza tak memberikan jawaban apa-apa dan hanya tetap mengeluarkan suara orang yang sedang muntah lalu diselingi suara kran air.

"Bang gue masuk ya.." kata Justin dan membuka pintu toilet yang untungnya sedang tidak dikunci.

Justin menghampiri Heza yang menunduk di depan washtafel, Heza memegang pinggiran washtafel dengan erat. Sungguh perutnya mual dan rasanya sangat sakit sampai menjalar ke ulu hatinya. Dia belum pernah merasa sakit sampai seperti ini dan sialnya ini terjadi saat dia hanya berdua dengan Justin di rumah dan ini sudah jam 2 pagi.

"Bang.. kenapa?" tanya Justin menghampiri Heza dengan panik. Dia semakin panik saat melihat wajah Heza yang sudah sangat pucat dengan keringat yang terlihat jelas.

Sebenarnya Heza merasa tidak tega pada Justin, apalagi melihat Justin yang begitu panik dari tadi. Justin juga pasti lelah menjaganya seharian. Tapi dia benar-benar sudah tidak punya tenaga lagi, perutnya juga semakin sakit. Heza sampai berjongkok lalu bersimpuh di lantai sambil tangan kirinya meremas perutnya.

Heza tak mengerti kenapa bisa seperti ini, biasanya hanya mual dan tidak sampai sesakit ini. Jadi dia belum paham apa yang harus dia lakukan jika ini terjadi.

"Dek... sakit.." kata Heza pelan, dia benar-benar tidak punya pilihan lain. Rasanya dia tak akan kuat jika harus menunggu pagi.

"Perut lo sakit? kok bisa? pernah kayak gini sebelumnya?" tanya Justin.

"Nggak..."

"Anjing, ini gue harus apa bang? bentar... gak bisa mikir.." kata Justin sambil memaksa otaknya untuk memikirkan apa yang harus dia lakukan. Sementara Heza sudah tak bisa memikirkan apa-apa lagi. Dia hanya bisa mempercayakannya pada Justin.

"Shit. Jam segini gue harus nyari siapa??" kata Justin.

Jeremy. Hanya nama itu yang ada di kepalanya sekarang. Supirnya sedang pergi bersama orang tuanya, dia juga tidak enak kalau menghubungi dokter jam segini.

"Bang lo bisa jalan gak? kita ke kamar dulu ya?" kata Justin.

"Mual dek, sakit banget.." sahut Heza.

"Lo tunggu bentar ya, gue ambil HP. Sebentar aja." kata Justin lalu keluar untuk mengambil HPnya dan kembali ke toilet.

Justin langsung menghubungi nomor Jeremy, sambil berdoa dan berharap Jeremy masih bangun.

"Halo.." sahut jeremy di seberang telepon. Justin tak pernah selega ini mendengar suara Jeremy yang mengangkat telponnya.

"Oh God, thanks lo masih bangun. Jer tolongin gue please.."

"Kenapa?"

"Abang- Heza sakit Jer. Gue nggak tau harus apa."

18 | Haruto Jeongwoo (Sequel Derana)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang