01. The Owner

210 20 2
                                    

---2019---

Sekitar pukul sembilan malam, tepat setelah hujan deras berhenti mengguyur kota, sebuah mobil sedan pun tampak berhenti tepat di depan sebuah bangunan berlantai dua yang berukuran tidak begitu besar.

Seorang pria berambut hitam legam dengan balutan celana jeans, juga atasan berupa kaos putih yang dibalut kembali dengan jaket jeans pun tampak keluar dari mobil tersebut. Dia melangkahkan kakinya memutari mobil tersebut kemudian menghentikan langkahnya tepat di depan bangunan berlantai dua tersebut.

Dia hanya berdiri dalam diamnya di sana sembari berkacak pinggang, sementara mata sipitnya itu terlihat sibuk menatap bangunan tersebut dari atas sampai bawah. Sedang mengira-ngira apa-apa saja yang harus dia rubah atau renovasi dari bangunan bekas coffee shop ini yang sepengetahuannya sudah ditinggalkan oleh pemiliknya cukup lama.

 Sedang mengira-ngira apa-apa saja yang harus dia rubah atau renovasi dari bangunan bekas coffee shop ini yang sepengetahuannya sudah ditinggalkan oleh pemiliknya cukup lama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bibirnya bergerak menggumamkan berapa kiranya biaya yang mungkin dia keluarkan untuk renovasi bangunan tersebut atas beberapa hal yang menurutnya harus dia rubah. Untungnya tidak sebanyak yang ia pikirkan sebelum ia datang kemari. Sebab meskipun bangunan ini sudah lama tidak dihuni namun bangunan ini kelihatannya masih sangat layak, paling-paling hanya perlu dicat ulang dan juga papan nama itu yang harus dihilangkan. Selebihnya mungkin ia hanya harus mencari berbagai perabotan yang ia butuhkan untuk usaha baru yang akan ia rintis di tempat ini.

Cklek!

Pria berusia dua puluh lima tahun tersebut langsung menoleh ke arah sumber suara atau lebih tepatnya ke arah mobilnya. Di sana ia melihat anak laki-laki berusia dua belas tahun dengan balutan kaos bola juga celana piyamanya baru saja keluar dari mobil sedan miliknya. Anak laki-laki itu tampak berjalan menghampirinya kemudian menghentikan langkahnya tepat di sisinya. Anak itu menolehkan kepalanya ke arah bangunan yang berdiri kokoh dihadapan mereka dengan tatapan herannya. Pasalnya bangunan itu kelihatannya tidak berpenghuni, dan lagi minim penerangan.

"Mas Dean, kok pulangnya ke sini?"

Pria berusia dua puluh lima tahun yang anak itu panggil dengan nama Dean pun langsung mengulurkan tangannya ke samping, mengusap puncak kepala anak laki-laki tersebut sembari melemparkan senyuman manisnya.

"Mulai sekarang kita tinggal di sini ya"

Anak laki-laki tersebut mengerutkan keningnya kebingungan bukan main. Tidak menyangka bahwa jalan-jalan yang Dean maksud justru berujung pada pindah tempat tinggal seperti ini. "Di sini Mas?" Tanyanya ulang yang dibalas anggukan tegas Dean. Anak itu pun menggaruk kepalanya terlihat kebingungan, "Kok di sini sih? Mending juga di rumah, kan di sini nggak ada Ayah sama Bunda"

Senyuman Dean sedikit memudar saat mendengar perkataan anak berusia tiga belas tahun lebih muda darinya tersebut. Ya, dia adalah adiknya, Sean.

"Di rumah juga kan nggak ada Ayah dan Bunda"

Raut wajah Sean berubah sendu saat mendengar perkataan Kakaknya yang baru sekali dia ingat. Saking sulitnya menerima kenyataan tersebut sampai-sampai Sean lupa akan fakta bahwa dia dan Kakaknya sudah ditinggalkan kedua orangtuanya sejak sebulan yang lalu.

Attakai Café (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang