13. Salah tingkah pt.2

64 15 5
                                    

Karena keterlambatan Dean dan Rin kembali dari kegiatan belanjanya, alhasil Dean memutuskan untuk membuka kafe sekitar jam sembilan pagi saja atau setelah mereka sarapan. Meskipun agak lambat dari jam biasa kafe buka, tapi Dean rasa tidak apa. Yah, Hitung-hitung ia memberikan waktu untuk dirinya sendiri dan karyawannya untuk bersiap sebelum menghadapi puluhan pengunjung yang tidak pernah absen memadati kafe.

Mereka berempat duduk melingkari salah satu meja bundar untuk memakan bubur hasil traktiran Dean. Yap! Sesuai janji Dean pada Sean, dia benar-benar kembali ke kafe ---selepas mengantarkan mobil Galih itu--- dengan tiga bungkus bubur yang diperuntukkan untuk Amaya, Sean dan Desi. Sementara Rin dan Dean sendiri sudah sarapan saat akan berangkat berbelanja tadi jadi tidak ada porsi untuk mereka. Mereka masih kenyang. 

Terlihat jelas di sana bagaimana Amaya dan Desi dengan semangat 45 menyantap menu sarapan mereka yang kali ini ditraktir oleh bos mereka. Yah, meskipun sebenarnya keduanya itu sudah sarapan di rumah sih.

Tentu saja, sebagai seorang Ibu beranak satu, Desi memang terbiasa menyiapkan makanan dan bekal di rumah untuk anaknya ---Cia--- dan juga orangtuanya. Ya, semenjak suaminya meninggal, Desi langsung memboyong keluarganya untuk tinggal di rumah peninggalan suaminya untuk menemani dirinya dan membantunya menjaga Cia, sementara Desi sendiri kan harus mencari nafkah untuk anaknya. Pada intinya sarapan adalah kegiatan wajib yang tidak bisa Desi tinggalkan. Tidak tega saja rasanya kalau ia tidak bisa menemani Cia sarapan sementara waktu kebersamaan mereka cukup terbatas karena kesibukan Desi mencari pundi-pundi rupiah.

Sama halnya seperti Desi, Amaya pun selalu menjalankan rutinitas sarapan pagi bersama kedua orangtuanya. Bedanya sarapan pagi versi Amaya itu hanya dengan roti, tipikal gaya sarapan orang berada sekali pokoknya, berbeda dengan menu sarapan yang Dean beli untuknya sekarang ini. Jadi anggap saja Amaya belum sarapan. Hey, orang Indonesia kalau belum makan makanan dari beras belum dikatakan makan kan? Bahkan beberapa orang merasakan vibes seperti ini ketika sudah memakan bubur sekalipun. Harus nasi katanya.

"Wah enak banget buburnya. Beli di mana Mas?" Tanya Amaya dengan kedua mata berbinarnya. Rin dan Desi yang melihatnya saja sampai tersenyum gemas. Amaya persis seperti kucing yang menggemaskan.

"Di deket pertigaan sana" jawab Dean seadanya. Dia kemudian menolehkan kepalanya ke arah belakang, melihat Sean yang sedang menyeret karung berisi tepung ke arah dapur. Tenaganya sudah terkuras habis, makannya Sean menggunakan cara seperti ini alih-alih mengangkutnya.

Jangan kira Dean kelewat tega karena membiarkan Sean melakukan tugas angkat beban itu sendirian. Nyatanya saat dia kembali dari ruko milik Galih guna mengembalikan mobil, Dean itu sudah menawarkan bantuan pada Sean. Tapi Sean langsung menolaknya dengan alasan ingin membuktikan pada Rin bahwa dia itu pria macho. Mengangkat beban hidup saja dia bisa, masa belanjaan yang tidak seberapa itu dia tidak mampu sih. Kurang lebih begitulah menurut Sean.

Karena Dean kelewat baik, ya sudah dia iyakan saja kemauan Sean. Makannya dia hanya menjadi penonton yang melihat Sean diselimuti oleh hawa penyesalan yang mendalam. Nyatanya gengsinya itu membuatnya jauh lebih kerepotan.

"Kalau udah, sarapan Sen" ujar Dean yang membuat Sean mendongakkan kepalanya ke arah sumber suara.

Sean mendengus sebal dan memilih untuk berlanjut membawa karung itu ke dapur.

Sontak saja respon sinis Sean tersebut mengundang tawa dari Desi dan juga Rin. Lain halnya dengan Amaya yang sebetulnya agak kasihan juga sih dengan pria sepantarannya itu. Bukannya apa-apa, sebelum Sean diberi tugas oleh Dean, Amaya sendiri kan sudah memberikan banyak tugas ini itu pada Sean. Dia kan jadi tidak enak sendiri. Rasanya tenaga Sean dikuras habis-habisan dihari ini.

Attakai Café (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang