09. Habit

87 18 2
                                    

Dean mengambil kemeja flanel oversize berwarna abu-abu dari lemari pakaian kemudian dia segera memakainya, melapisi kaos putih yang telah lebih dulu melekat ditubuhnya. Dengan sengaja dia membiarkan dua kancing teratas kemeja tersebut terbuka lalu mengeluarkan kalung berbahan perak yang semula tertutupi oleh kaosnya. Dean memang sengaja berpenampilan seperti ini agar tidak memberikan kesan yang terlalu formal untuknya, mengingat hari ini dia memiliki agenda belanja kebutuhan kafe bersama Rin, bukan berniat lamaran.

Selesai berpakaian, Dean langsung berjalan menuju ke meja kerjanya untuk mengambil dompetnya yang dia letakkan di dalam laci meja lalu memasukkannya ke dalam saku celana denimnya, tidak lupa dia juga mengambil ponselnya yang tergeletak di sana.

Dean tampak mendudukkan dirinya di tepi ranjang lalu mulai memfokuskan dirinya pada ponselnya. Membuka kontak telepon untuk mencari nomor ponsel Rin dan menghubunginya.

Beberapa kali hanya tanda berdering yang Dean dapatkan, sampai akhirnya tanda 'panggilan tidak dijawab' tertera di ponselnya. Setelah Dean berusaha untuk yang ketiga kalinya, barulah Rin mengangkat panggilan darinya.

["Eunghhh, siapa ya?"]

Dean mengangkat satu alisnya begitu mendengar suara pelan dan serak dari seberang sana. Sudah jelas kalau Rin pasti baru terbangun dari tidurnya karena dirinya yang menghubunginya. "Kebiasaan" ujar Dean yang langsung membuat Rin menghela napasnya panjang.

["Ahhh Mas Dean... Ini nggak kebiasaan loh Mas. Ini kan aku baru bangun karena semalem diajak begadang sama Mas"] gerutu Rin, bercampur bersama suara seraknya. Semalam Rin memang membantu Dean untuk mengecek persediaan bahan baku di kafe untuk persiapan weekend. Tidak disangka kegiatan tersebut cukup memakan waktu sampai Rin pulang lebih larut dari biasanya dan baru tidur di jam dua dini hari. Makannya tidak heran kalau sekarang Rin baru terbangun dari tidurnya, itupun karena Dean yang menghubunginya pagi-pagi sekali.

["Emang kenapa ya Mas, kok telfon pagi-pagi banget? Perasaan kafe buka nggak sepagi ini"] lanjut Rin, merasa kebingungan terlebih saat dia mengecek jam yang ternyata baru merujuk ke angka setengah enam pagi. Ayolah, meskipun Rin tidur terlambat, dia sudah mengatur alarm di jam enam pagi, satu jam saja sudah cukup untuk Rin bersiap dan datang ke kafe tepat waktu di jam 7 mengingat kafe Dean terletak tidak begitu jauh dari kos-kosannya. Makannya ketika Rin pulang terlalu larut usai bekerja di kafe, Dean selalu mengantarkan Rin ke kos-kosannya dengan berjalan kaki. Tolong jangan lupakan fakta bahwa Dean itu sudah tidak memiliki kendaraan pribadi lagi. Semuanya Dean dedikasikan untuk kafenya.

"Kita belanjanya sekarang aja ya" ucap Dean, menegaskan maksudnya menghubungi Rin pagi-pagi sekali.

["Loh kok tiba-tiba sih Mas? Kan katanya sore"] ucap Rin sedikit protes, mengingat begitulah rencana yang Dean utarakan semalam. Katanya mereka akan berbelanja di sore hari karena persediaan bahan baku masih cukup untuk memenuhi pesanan di hari pertama weekend. Entahlah kenapa tiba-tiba Dean berubah pikiran.

"Sekarang aja Rin. Soalnya nanti sore Galih mau pake mobilnya" Ucap Dean. Dia pun tampak menolehkan kepalanya ke arah adiknya yang masih tertidur pulas di tempat tidurnya, bahkan wajahnya masih ditutupi oleh selimutnya. "...Kenapa sih kaya nggak mau gitu? Males mandi ya?"

["Iya. Mager aku tuh Mas"]

Dean melemparkan senyumannya mendengar gerutuan pelan dari seberang sana. Kalau dia sampai melihat wajah Rin ketika mengatakan hal tersebut, sudah pasti akan Dean hadiahi dengan cubitan pelan saking gemasnya. "Udah cepet mandi, nanti Mas jemput di kos-kosan ya biar sekalian berangkat"

["He'em"] balas Rin dengan malas-malasan. Tidak punya pilihan lain selain menuruti saja keinginan Dean. Lagipula ia paham kenapa Dean mengambil keputusan tersebut. Galih, alias pemilik usaha percetakan di pertigaan jalan sekaligus pelanggan tetap kafe Dean pun memiliki banyak urusan lain yang tentunya membutuhkan kendaraan pribadinya. Sebagai orang yang meminjam tentu saja Dean tahu diri untuk tidak meminjam mobil disaat Galih sedang ingin menggunakannya. Ya, mungkin karena sudah kelewat akrab, yang jelas Dean seringkali meminjam mobil pengusaha muda yang satu itu untuk berbelanja dan sebagainya. Untungnya Galih bukan tipikal orang yang pelit. Meskipun begitu, Dean tidak sampai memanfaatkan kebaikan Galih, Dean masih tahu diri kok untuk selalu mengganti bensin mobil Galih atau terkadang mentraktir Galih dan karyawannya dengan kopi yang dia jual.

Attakai Café (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang