29. Rencana Baru

48 13 4
                                    

Amaya berdiri agak jauh dari area pom bensin. Di sana dia sedang menunggu Sean yang mengantri bensin di sana bersama belasan orang lainnya yang hendak membeli bensin.

Pemandangan seperti itu sudah biasa sih Amaya lihat di pom bensin, makannya saat mereka memutuskan untuk mengisi bensin terlebih dahulu sebelum melanjutkan kegiatan healing mereka, Amaya sudah meminta Sean memilih bensin pertamax saja, karena sepengatahuan Amaya area pertamax seringkali tidak seramai area lainnya. Sialnya Sean menolaknya dengan alasan harga pertamax lebih mahal, katanya juga motor keramat Galih bisa tiba-tiba kejang kemudian berakhir mogok karena kaget diberi bensin berkualitas. Makannya Amaya tidak bisa protes lagi akan keputusan Sean. Bukannya tidak bisa membalas Sean, Amaya terlalu malas saja mendengar celotehan melantur dari Sean.

Ngomong-ngomong soal healing, sejujurnya Amaya hanya beralasan saja menganggap bolosnya mereka sebagai alasan agar mereka bisa healing. Pada kenyataannya Amaya hanya membutuhkan waktu dan momen yang tepat untuk membicarakan semua permasalahan Rin dan Dean. Di kafe tentu saja sangat tidak memungkinkan, selain rentan ketahuan Dean maupun Rin, Amaya juga yakin pekerjaan mereka di kafe akan menyita sebagian besar waktu mereka. Ujungnya Amaya malah harus menahan semua kebenaran itu sampai berlarut-larut. Jujur saja Amaya tidak sanggup jika harus menyimpan semuanya selama itu.

Karena bersifat mendadak, wajar juga kalau Amaya belum sempat memikirkan tujuan healing mereka sekarang ini. Ya, tentu saja harus ada tempat yang mereka tuju. Tidak mungkin rasanya dia dan Sean hanya berkeliling kota dengan mengendarai motor Galih. Mengasyikkan memang selayaknya healing versi sederhana, tapi sekali lagi, kegiatan ini bukan sebatas healing semata. Ada tujuan yang lebih penting yang harus Amaya utamakan. Dan membicarakan sesuatu yang penting di atas motor agaknya sangat tidak efektif.  Yang ada Amaya dan Sean mendadak cosplay menjadi keong.

Amaya mendesah frustasi lalu mengipasi wajahnya dengan telapak tangannya. "Kebanyakan mikir jadi haus deh"

"Sama gue juga"

Amaya hampir saja terjengkang ke belakang karena terkejut. Dia lantas menoleh cepat ke arah Sean yang tiba-tiba menyahuti dirinya tadi. Dia pun menunjuk area pom bensin yang sudah tidak seramai biasanya. "U-udah?" Satu pertanyaan pun dilontarkan oleh Amaya. Terdengar tegang, mungkin karena faktor terkejut tadi.

"Ya udah" balas Sean dengan santai. Sepertinya Amaya terlalu sibuk dengan dunianya sendiri sampai tidak sadar kalau Sean sudah selesai mengisi bensin.

Kemudian Sean menoleh ke arah penjual es teh yang berada tak jauh dari area pom bensin, bersisian dengan gerobak penjual rujak. "Ay"

"Apa?" Tanya Amaya.

Sean menunjuk ke arah penjual tadi, "beliin itu dong"

Amaya pun mengikuti arah tunjuk Sean, kemudian dia kembali menatap tajam Sean. "Kan gue udah kasih dua ratus rebu, adanya juga elu yang beliin gue itu" ujar Amaya dengan tegas. Kemudian dia berlarian kecil menghampiri dua penjual tersebut sementara Sean menghela napasnya panjang. Perhitungan sekali memang Amaya itu.

Sean pun melajukan kendaraannya sampai di depan penjual itu. Bertepatan sekali dengan pesanan Amaya yang selesai dibuat. Amaya terlihat menerima tiga plastik, di mana salah duanya berisi es teh, dan satunya berisi dua rujak buah. Kemudian Amaya menghampiri Sean, "bayarin tuh"

Sean mendengus sebal. Dia turun dari motor sejenak kemudian membayar minuman dan rujak yang Amaya beli. Meskipun membayarnya dengan uang dari Amaya juga, tapi rasanya kesal saja karena cara Amaya menyuruhnya membayar yang terdengar sesongong itu. Bisa-bisa makin trauma Sean dengan anak orang kaya.

Attakai Café (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang