33. Keputusan Dean

54 12 1
                                    

Hampir lima menit lamanya Dean terdiam membeku di sana sembari menatap pintu kafe yang dalam keadaan tertutup rapat pasca Amaya memutuskan untuk mengejar Sean.

Tidak ada sedikitpun niatan di dalam diri Dean untuk melakukan apa yang Amaya lebih dulu lakukan. Bukannya karena Dean tidak perduli pada Sean, karena sungguh ada banyak sekali kata yang belum tersampaikan pada Sean, ada banyak sekali penjelasan dari Dean akan segala keputusannya ini, akan segala perasaannya dan  maksudnya. Tapi mengejar Sean bukanlah pilihan yang bisa Dean ambil saat ini.

Dean terlalu paham dengan sifat adiknya. Sekalipun pertengkaran hebat ini adalah pertengkaran pertama bagi mereka, tapi Dean paham betul bahwa memutuskan untuk menemuinya dan menjelaskan semuanya disaat emosi Sean masih membara hanya akan membuatnya semakin salah paham akan apapun yang Dean katakan. Persis seperti yang terjadi sebelumnya.

Dean menghela napasnya keras. Sepertinya dia harus berhenti berdiam di belakang pintu.

Begitu Dean membalikkan badannya, manik matanya justru langsung bertubrukan dengan manik mata Desi. Desi yang berdiri tepat di depan meja kasir yang diisi oleh Rin. Rin yang terus memasang raut terkejut dan khawatirnya karena situasi tidak terduga didetik ini.

Dean mengerjapkan kelopak matanya beberapa kali tanpa melepaskan pandangannya dari manik mata Desi. Tanpa perlu bertanya pun, Dean bahkan sudah bisa menyimpulkan bahwa semuanya terjadi karena siapa. Bahwa semua  kejanggalan yang Desi tunjukkan sebelumnya  adalah jawaban dari akar pertengkarannya dengan Sean.

Dean memejamkan matanya sekilas. Lalu Dean melangkahkan kakinya menghampiri Rin dan Desi.

"Tutup kafe lebih awal ya"

Hanya kalimat sederhana itulah yang Dean utarakan dengan nada suara ramahnya. Jujur Dean benar-benar lelah dengan segala drama yang tercipta tanpa dia duga saat ini. Di lain sisi Dean sudah dibuat lelah oleh pekerjaannya di kafe, dan kini dia harus menghadapi permasalahan keluarga seperti ini. Dean rasa, dia sangat membutuhkan waktu untuk mengistirahatkan dirinya dari semuanya.

Lalu tanpa menunggu tanggapan Rin maupun Desi, Dean segera melangkahkan kakinya menaiki undakan tangga menuju ke rumahnya, meninggalkan Desi dan Rin yang saling berpandangan selama beberapa saat. Lalu mereka pun kompakan menghela napasnya berat. Tidak punya pilihan lain selain menutup kafe lebih awal seperti yang Dean titah.

Dean melangkahkan kakinya sampai ke belakang pembatas balkon di rumahnya. Dia menumpu sikunya ke atas puncak pembatas lantas menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya sembari menghela napasnya keras.

Dean tahu, bahwa ekspresi Desi tadi sudah menunjukkan dengan jelas bahwa ialah yang memberitahukan semuanya pada Sean. Meskipun begitu Dean tidak bisa juga menyalahkan Desi, terlebih dia tidak tahu situasi semacam apa yang mengukung Desi sampai akhirnya dia mengatakan kejujurannya pada Sean.

Ya, Dean yakin Desi tidak mungkin secara tiba-tiba memberitahukan semuanya pada Sean. Bagaimanapun juga Desi adalah orang dewasa yang memiliki banyak pengalaman termasuk soal status dan hubungan, Desi pasti mengerti maksud Dean mengambil jalan seperti ini, pun merahasiakan semuanya dari Sean.

Selain itu, Dean juga yakin Desi pasti menjelaskan semuanya pada Sean tanpa ada maksud untuk memecah-belah hubungannya dan Sean. Kemungkinan besar, penjelasan dari Desi disikapi dengan cara yang salah oleh Sean, sehingga ketika Sean bertemu dengannya, disitulah Sean menyampaikan segala pandangannya. Singkatnya, sejak awal pun Sean sudah menyalahpahami semuanya.

Tapi terlepas dari itu semua, Dean sadar bahwa semuanya terjadi pun karena dirinya. Dirinya yang menahan kejujurannya terlalu lama, dan menjelaskan semuanya pada Sean dengan cara yang salah.

Attakai Café (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang