40. Little Mistake

53 7 5
                                    

Amaya melirik ke arah Sean yang masih terduduk di atas meja sembari memainkan helai demi helai tisu di pangkuannya. Amaya pun mengusap pelan poni rambutnya sembari diam-diam menghela napasnya panjang.

Jujur saja, sejak pujian Sean yang berhasil membuat Amaya tidak bisa menahan senyumannya itu, Sean mendadak hanya terdiam dan sibuk dengan tisu-tisunya itu sampai dia mengabaikan Amaya.

Sebetulnya Amaya bisa saja sih memulai topik pembicaraan seperti membahas perihal Dean sampai akhirnya dia bisa mengajak Rin jalan-jalan berdua dihari ini, juga menerka-nerka soal kegiatan apa saja yang dilakukan Dean dan Rin selama seharian ini. Topik pembicaraan semacam itu pasti sangat mengasyikkan. Tapi mengingat fakta bahwa sebelumnya saja Sean dibuat menggalau ria karena Dean dan Rin yang belum juga pulang, agaknya menjadikan topik tersebut kurang begitu bagus untuk dibahas.

Dan jujur, Amaya mulai kesulitan mencari topik lain yang seru untuk dibahas bersama Sean. Dia sadar betul bahwa sejak awal pun dirinya dan Sean sampai sedekat ini hanya lantaran aliansi yang mereka buat, selebihnya mereka baru ditahap merajut pertemanan. Masih banyak yang belum Amaya tahu tentang Sean, begitupun sebaliknya.

Kadang Amaya berharap dia bisa mengulik kehidupan pribadi Sean lebih jauh lagi. Bukan hanya sebatas dia yang berperan sebagai adik dari Dean, tapi Amaya ingin lebih tahu lagi bagaimana sosok Sean yang belum pernah dia ketahui, termasuk perasaannya.

Seharusnya Amaya bisa membahasnya dengan santai. Tapi entah kenapa Amaya merasa malu untuk sekedar bertanya. Amaya tidak paham dengan dirinya sendiri. Akhir-akhir ini ia seringkali dibuat tersipu dan malu ketika berhadapan dengan Sean. Jantungnya yang kadang memburu secara tiba-tiba pun membuat Amaya merasa dititik tidak biasa yang kadangkala membuatnya merasa salah tingkah sampai berakhir mati gaya.

"Sen, kayanya gue mau pulang aja deh" ujar Amaya, akhirnya memecahkan keheningan diantara mereka.

Sean mendongakkan kepalanya dalam tempo cepat. Raut wajahnya tampak kecewa mengetahui bahwa Amaya berniat untuk pulang. Namun anehnya tidak sejalan dengan anggukan kepala serta jawaban yang mulutnya berikan, "o-oh iya Ay. Tiati" katanya santai. Dia bahkan tidak segan mengangkat satu telapak tangannya lalu melambai ke arah Amaya.

Sekeras mungkin Amaya berusaha menarik kedua sudut bibirnya ke atas, membentuk senyumannya. Meskipun jauh di dalam lubuk hatinya yang paling dalam, Amaya kecewa mendapati respon Sean yang begitu adanya. Sean bahkan tidak berusaha berbasa-basi terlebih dahulu, seolah dia memang ingin Amaya segera pergi sejak tadi namun sungkan untuk mengusirnya. Tapi ya sudahlah. Amaya juga lelah jika harus terus terjebak dalam situasi aneh seperti ini. Mungkin segera pulang adalah pilihan paling baik.

Amaya pun langsung membalikkan badannya dan berjalan menuju ke arah pintu kafe, diikuti oleh tatapan Sean yang kini menyorot agak kecewa.

Krincing!

Tepat saat Amaya membuka pintu, dia tiba-tiba saja dikejutkan dengan tetesan hujan deras yang berlomba-lomba turun ke muka bumi.

Sean yang ikut melihat kejadian tersebut pun langsung membuka mulutnya lebar-lebar, terkejut sekaligus merasa kegirangan. 'sumpah gue nggak doa apa-apa padahal. Ck, ck, ck, pengertian amat sih nih cuaca' batinnya.

Amaya menggigit bibir bawahnya, sementara kedua kakinya bergerak tidak beraturan. Dia pun memberanikan dirinya untuk melirik sekilas ke arah Sean yang langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain sembari bersiul santai, berlagak seolah dia tidak mengetahui apa-apa.

Attakai Café (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang