10. Weekend

58 16 2
                                    

Hari weekend memang selalu identik dengan kerja rodi bagi Sean.

Yah, tanpa perlu dijelaskan pun semua orang pasti bisa menebak sendiri kan apa alasannya?

Tentu saja karena Sean akan dipaksa membantu urusan kafe atau kasarnya sih menjadi babu kafe Kakaknya ini sejak pagi-pagi sekali. Terbukti dari Dean yang seenak jidat membangunkannya beberapa menit yang lalu. Padahal kalau dihari-hari biasanya itu Sean hanya akan membantu urusan kafe di jam-jam selepas pulang sekolah. Itupun kadang mangkir dari tugasnya dengan alasan lelah setelah seharian sekolah. Makannya terkadang tidak heran juga kalau Sean merutuki fakta bahwa aktivitas sekolah hanya berjalan dari hari senin sampai Jum'at, seharusnya sampai Minggu saja. Meskipun menguras otak, tapi sekolah jauh lebih baik ketimbang menjadi babu di kafe ini.

Tapi ya sudahlah, toh hari ini Kakaknya akan belanja bersama Rin. Sean gunakan saja waktu berbelanja mereka untuk kembali tidur. Syukur syukur Dean lupa kalau dia memiliki seorang adik yang malasnya mengalahkan koala agar tenaga Sean tidak perlu keluar ekstra di hari liburnya ini.

"Bangun Sen"

'anjing ada nenek lampir' batin Sean mengerang frustasi. Dia benar-benar lupa kalau Kakaknya sudah memperkerjakan nenek lampir seperti Amaya di kafenya ini, yang sialnya tidak ada sopan-sopannya dengan adik dari bosnya ini.

Sean menutup kepalanya dengan selimutnya, kembali terlelap dengan tenang sekalipun Amaya seenak jidat masuk ke dalam kamarnya, bahkan mengguncang tubuhnya dengan brutal untuk membangunkan dirinya. Untuk sementara Sean akan berpura-pura budeg terlebih dahulu. Syukur-syukur Amaya keburu kesal dan memilih menyerah untuk membangunkan dirinya. Sean sedang dalam keadaan mengantuk parah. Tidak bisa diganggu gugat lagi pokoknya.

Amaya berdecak pelan lalu turun dari tangga ranjang tersebut. Dia berkacak pinggang seraya mendongakkan kepalanya ke atas, menatap tajam Sean yang bisa-bisanya tertidur nyenyak di sana, sementara ada banyak urusan kafe yang harus diselesaikan secepat mungkin. Apalagi kan hari ini mereka kekurangan personil karena Dean dan Rin yang sedang berbelanja. Kalau tidak cepat dikerjakan bisa-bisa kafe buka di atas jam delapan. Sayangkan kalau ada pelanggan kafe yang putar balik saat tahu kalau kafe belum buka di jam-jam biasanya.

Cklek!

Amaya menolehkan kepalanya ke arah sumber suara. Dari posisinya ini dia bisa melihat presensi Desi dengan balutan pakaian santainya juga sebuah tas yang tersampir di bahunya, pertanda bahwa Desi baru sampai ke kafe. Dia berdiri di depan pintu yang sengaja ia buka sedikit.

Desi melongokkan kepalanya ke dalam kamar Sean dan Dean. Sejak tadi dia sedang mencari Amaya yang katanya akan segera ke kafe namun belum kelihatan batang hidungnya di lantai satu. Akhirnya dia memutuskan untuk menggeledah lantai dua. Dan benar saja, dia ada di salah satu ruangan di lantai dua ini.

Dahi Desi tampak mengerut dalam, bertanya-tanya kiranya apa alasan Amaya masih berdiam diri di kamar ini alih-alih mulai membereskan kafe. Sementara Desi sendiri kan harus mulai membuat beberapa menu breads di kafe ini mengingat menu tersebut pun dibuat dalam waktu yang cukup lama. Tidak mungkin jika Desi yang mengambil alih tugas Amaya tersebut meskipun dia tidak merasa keberatan sama sekali.

Entahlah, meskipun Desi dibayar sebagai koki di kafe ini, tapi fakta bahwa pemilik kafe ini adalah Dean ---sepupunya sekaligus orang yang menolongnya--- secara otomatis membuat Desi ingin mengabdikan dirinya untuk kafe ini. Mengerjakan pekerjaan diluar jobdesk-nya bukan perkara yang sulit bagi Desi. Bahkan beberapa kali Desi juga membuat resep baru untuk menu breads di kafe ini, dengan harapan semakin banyak pengunjung yang tertarik untuk berkunjung ke kafe ini. Toh, kalau kafe ini laris, Desi juga kan yang kebagian bonusnya.

Attakai Café (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang