Happy Reading!
Bagian 21
Surat Cinta Untuk Shankara
Jadi... semuanya berakhir begitu saja? Dengan sangat menyakitkan.
Dan, pelangi setelah badai itu sebenarnya tidak ada ya? Buktinya, Anjani tidak mendapatkan pelangi sedikitpun meskipun telah melewati badai yang terjadi dalam keluarganya.
Tidak ada. Sama sekali tidak ada. Yang ada hanyalah badai yang semakin mengepung akal sehatnya.
Sudah tiga hari berlalu sejak kejadian menyakitkan itu. Dan sekarang, Anjani sendirian. Benar-benar sendirian. Ayah dan ibunya pergi setelah malam itu dan belum kembali sampai sekarang.
Mereka... meninggalkan Anjani, di rumah ini, sendirian.
Anjani meringkuk di atas kasur dengan mukena yang masih terpasang di badannya sejak ia selesai melaksanakan sholat ashar sore tadi. Sebentar lagi malam akan tiba, dan Anjani tak tergerak sama sekali untuk sekedar memasak sesuatu untuk dimakan atau menyalakan lampu-lampu di rumah agar ruangan tak gelap.
Anjani melewatkan banyak hal. Ia tidak pergi ke sekolah selama tiga hari ini. Makan hanya sekali dalam sehari, itu pun hanya mie instan. Dan mandi hanya jika merasa badannya sudah lengket.
Hari pertama setelah pertengkaran terakhir itu, Anjani merasa biasa-biasa saja saat tak mendapati kehadiran ibunya di rumah. Ia masih baik-baik saja karena yakin bahwa Saras akan kembali.
Namun, setelah tiga hari berlalu. Keyakinan Anjani menyusut. Ibunya... masih belum kembali. Anjani... sendirian di sini.
Anjani mengusap air matanya yang lagi-lagi membasahi pipinya. Matanya sudah bengkak dan memerah, tapi, masih belum puas mengeluarkan air mata. Ia meremas ujung mukenanya dengan tatapan nanar. Bagaimana... jika malam ini ibunya masih belum kembali? Bagaimana jika Anjani kembali sendiri? Anjani harus apa? Ia... takut.
Tanpa terasa, Anjani kembali terisak. Ia memeluk dirinya sendiri dengan bahu bergetar. Anjani takut sendirian, Anjani takut gelap, Anjani tak bisa jika harus seperti ini dalam waktu yang lama. Anjani butuh ibunya, hanya ibunya.
Ia menggigit bibirnya, semata-mata agar isakan itu berhenti. Sementara matanya menatap pada jendela kamarnya, pada cahaya sore yang masuk pada celah-celah gorden yang tersingkap.
Sekarang apa? Apa yang ia inginkan? Keluarga yang rukun? Tidak bisa. Itu sudah tidak bisa. Anjani sudah tidak bisa mendapatkan itu. Sudah cukup, Anjani harus menguburnya dalam-dalam.Sudah berubah. Keinginannya sekarang hanyalah... ibunya. Anjani ingin Saras pulang, lalu mendekapnya. Hanya itu. Hanya itu yang Anjani inginkan sekarang.
Anjani menutup matanya, berusaha menghilangkan pusing yang mendadak menyerangnya. Hampir saja ia tertidur tatkala mendengar bel rumah berbunyi.
Gadis itu meremas mukenanya, tak ada niatan untuk bangkit dan membukakan pintu karena sedang tak ingin bertemu dengan orang lain. Ia kembali menutup matanya, berusaha mengabaikan bel yang kembali berbunyi. Namun, baru beberapa detik berlalu, matanya kembali terbuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Cinta Untuk Shankara✔️
Teen FictionAnjani mengagumi Shankara Dipta Anggara sejak lama. Namun, ia tak pernah berani untuk sekedar menyapa. Sikap dingin yang dimiliki Shankara menjadi alasan utama kenapa Anjani tak berani untuk mengakui perasannya. Sampai kemudian, sebuah insiden yang...