"Dek!" panggil laki-laki itu Mahreen yang tidak asing dengan suara itu pun mendongakkan kepalanya.
"Eh abang," ucap Mahreen.
"Kamu kenapa di sini lagi nungguin siapa dek?" tanya laki-laki itu dia adalah Zidan.
"Aren lagi nungguin temen-temen Aren bang soalnya lagi ngambil al-qur'an abang sendiri lagi ngapain ke sini?" tanya Mahreen balik.
"Abang mau ketemu sama Gus Azzam ada yang mau di bicarakan," jawab Zidan.
"Mau ngomongin apaan bang?" tanya Mahreen lagi.
"Anak kecil gak boleh tau," ledek Zidan.
"Apaan sih bang Aren udah besar ya enak aja di bilang anak kecil," Mahreen mengerucutkan bibirnya di balik cadarnya ada-ada saja tingkah abangnya pagi-pagi sudah membuatnya kesal.
"Buat abang kamu adik kecil buat abang walaupun kamu sudah besar dek," ucap Zidan.
"Ish abang bisa aja bikin aku baper," ucap Mahreen memeluk abangnya itu Zidan pun membalas pelukan adiknya.
"Ciee baper," goda Zidan.
"Terus bang Ares kemana tumben gak keliatan?" tanya Mahreen.
"Ares lagi di asrama nyiapin perlengkapan kuliahnya," jawab Zidan sedangkan Mahreen hanya ber oh ria saja.
Alfares dan Zidan mereka satu kampus kini mereka tengah menempuh pendidikan S2 di universitas terdekat tidak jauh dari pesantren mengambil jurusan pai.
Sedangkan di koridor asrama terlihat dua pasang mata melihat ke arah Mahreen dan Zidan yang sedang berpelukan mereka menganga tak percaya melihat satu sama lain Ustadz mereka di peluk oleh Mahreen.
"What gak salah Mahreen pelukan sama Ustadz Zidan?" tanya Aina yang masih belum percaya.
"Jangan tanya sama aku Ai aku aja shock banget apa maksudnya ini? Lebih baik kita tanya langsung Mahreen nanti" ucap Adiba.
"Oke sekarang kita bersikap biasa aja dulu," ucap Aina.
Di tempat yang sama Mahreen dan Zidan masih berpelukan mengobrol bersama sembari bercanda tawa.
"Udah dek nanti yang lain ngeliat nanti mikirnya macem-macem lagi," ucap Zidan melepaskan pelukan adiknya itu.
"Ya udah abang ke ndalem dulu jangan nakal belajar yang rajin ya dek," ucap Zidan sebelum dia meninggalkan adiknya itu.
"Siap abangku sayang," ucap Mahreen memberikan hormat kepada Zidan.
Setelah kepergian Zidan tak berlangsung lama Aina dan Adiba menghampiri Mahreen.
"Kalian udah ngambil kitabnya?" tanya Mahreen.
"Udah kok yuk berangkat sekolah," ajak Aina.
Jam menunjukkan pukul 07.00 WIB. Hanya beberapa murid saja yang ada di dalam kelas.
Di dalam kelas Aina, Mahreen, dan Adiba berjalan bersamaan banyak pasang mata melihat ke arah Mahreen akan tetapi tidak di hiraukan oleh Mahreen.
Di kelas Mahreen meja mereka terpisah jadi wajar saja mereka tidak duduk satu meja melainkan masing-masing layaknya orang yang sedang kuliah.
Mahreen duduk barisan ketiga dekat jendela karena depan di isi oleh Adiba sedangkan belakang di isi oleh Aina.
Tak lama semua murid sudah berada di dalam kelas menunggu bel masuk tiba.
Tinggalah Nesa, Dita, dan Ajeng yang belum masuk ke kelas.
"Tumben Nesa siang biasanya udah pagi-pagi dateng ke kelas," ucap Adiba.
"Gak tau sih Dib mungkin lagi sibuk sama make upnya lagian dia kalo gak make up tebel kayaknya gak seneng hatinya," ucap Aina.
"Udah-udah gak usah ghibahin orang lain mending kalian murajaah du hafalannya atau ziyadah hafalan biar nanti enak tinggal halaqoh aja," ucap Mahreen.
KAMU SEDANG MEMBACA
LENTERA PESANTREN
أدب المراهقينCinta ? Allah selalu mempunyai cara untuk mempertemukan seseorang terkadang apa yang kita rencanakan belum tentu terjadi seperti kisah seorang gadis cantik bernama Mahreen Shafana Almayra tiba-tiba di khitbah oleh seorang Gus tampan di pesantren Al...