Perfect love-10

894 33 5
                                    

Lia merasa terjebak dalam situasi yang rumit, dia tidak ingin menyeret Alix ke dalam masalahnya, tetapi jika Alix terus berdekatan dengan Zira, Tio bisa saja menaruh curiga pada hubungan mereka.

"Aku benar-benar tidak bisa melakukannya, Lia!" Bantah Alix dengan tegas, menolak permintaan Lia untuk menjaga jarak dengan Zira.

Dengan penuh kemarahan terhadap pria yang sering mengganggu Lia, Alix bersikeras, "Lebih baik aku langsung menghadap Tio dan menyelesaikan persoalan ini!"

Lia menggeleng keras. "Dia bahaya!"

"Mau sampai kapan, Lia? Kamu menghalangi hubunganku dengan Zira!"  Tanpa sadar, Alix mengucapkan kata-kata tersebut, menjadikan Lia terdiam dalam keheningan yang mendalam.

"Lia, maksud ak--"

"Maaf, Alix. Kamu benar, kita akhiri saja!" ucapnya dengan mantap sebelum meninggalkan Alix yang terdiam di tempat.

Dengan ekspresi frustasi yang jelas terpancar dari gerakannya, Alix mengacak-acak rambutnya dengan kasar, "Tio benar-benar sialan!" desahnya dengan nada kekesalan yang mendalam. 

Alix yang sudah di penuhi amarah nekat pergi menemui Tio di basecampnya. Dia sadar akan risiko, mengingat Tio bukanlah sosok yang bisa dianggap enteng, sebagai ketua geng motor yang memiliki reputasi yang cukup dikenal di kalangan anak muda. Ditambah lagi, Alix memiliki masalah yang belum terselesaikan dengan Tio.

Brak!

Indah mengebrak tempat duduk Zira. "Plakor kayak lo masih punya muka?" Sinisnya. Zira hanya melirik sekilas ke arah Indah sebelum kembali fokus pada tulisannya, memicu kemarahan yang membara dalam diri Indah.

"Cewek gak tau malu ya, lo! Bisa-bisanya sesantai itu? Lo tau, lo bikin Lia nangis. Gara-gara lo, dia putus sama Alix!" Marahnya semakin menggebu, menarik perhatian seluruh penghuni kelas yang mulai mengalihkan fokusnya ke arah Indah dan Zira.

"Indah, sudahlah," ujar Lia sambil berjalan mendekati Zira dan Indah. Pandangan kesal dari Indah menatap Lia. "Jangan terlalu baik, Lia! Wanita plakor ini sudah merusak hubungan lo dengan Alix."

"Bukan soal terlalu baik, Indah! Lo bicara sampai berbusa pun itu tidak akan mengubah apa pun!" Lia menatap Indah dengan tajam, mata memancarkan emosi yang mendidih. Tiba-tiba, ingatannya melayang pada kata-kata Alix, 'Kamu menghalangi hubunganku dengan Zira.'

Lia bukan tidak mau untuk jujur kepada semua orang bahwa hubungannya dengan Alix hanyalah pura-pura, tapi dilema muncul karena kekhawatirannya akan memperbesar masalah, terutama dengan Tio yang mungkin akan mengejeknya.

"Maaf, bukan maksud gue, lo salah. Terimakasih sudah membela, tapi biarkan saja Indah, gue udah ikhlas," ucapnya sambil tersenyum tipis, lalu menggenggam tangan Indah.

"Lebih baik kita kembali duduk," tambah Lia sambil mengajak Indah berjalan.

Berbagai reaksi bermunculan dari seluruh kelas setelah menyaksikan insiden tersebut.

"Gila, kasihan banget Lia."

"Lia sesabar itu ya, gue kalau jadi Lia udah gue jambak rambutnya!"

"Polos banget sih wajah plakornya."

"Alix gak bersyukur banget!"

"Sabar Lia, cowok masih banyak."

"Setelah ini, hubungan persahabatan Alix dan Lia gimana ya?"

Zira menutup telinganya dengan earphone untuk melindungi dirinya dari sindiran yang dilontarkan oleh teman-teman sekelasnya.

"Tahan, Zir!" Zira menyemangati dirinya sendiri.

___

"Punya nyali juga lo datang kesini," kekehan sinis terdengar ditelinga Alix kala dia sudah berada di hadapan Tio.

"Gak ada alasan untuk takut sama lo," balas Alix, sorot matanya menusuk tajam ke arah Tio. Dia telah muak dengan perilaku kekanakan Tio.

Meskipun di belakang Tio terdapat puluhan orang yang mungkin dapat mengancamnya, Alix tetap tidak merasa takut.

"Gue gak tau motif lo deketin Lia apa, tapi gue peringatin berhenti! Masalah lo itu gue!" Ucap Alix.

Tio tertawa seakan perkataan Alix lucu.

"Gue deketin Lia gak ada sangkut pautnya sama lo," balas Tio yang mulai serius. 

"Kalau gue mau bikin lo hancur lewat orang-orang beharga lo, bukan Lia orangnya, tapi.... Zira!" Tio tersenyum miring ke arah Alix.

"Bajingan!" Alix, dengan ekspresi penuh kemarahan, melangkah cepat menuju Tio, lalu memberikan pukulan telak di rahang Tio.

Dengan gerakan yang penuh penekanan, Alix menarik kerah baju Tio, matanya memancarkan amarah. "Jangan sekali-kali sentuh Zira, sialan!" desisnya dengan suara yang penuh dengan ketegasan.

Tio mengangkat tangannya berusaha untuk menenangkan teman-temannya yang telah mengangkat senjata tajam ke arah Alix, berharap agar mereka menurunkan senjata tajam mereka. 

"Seret dia keluar dari sini!" Suara dingin Tio terdengar.

Mereka semua mengangguk, lalu menyeret Alix dengan paksa.

"Lepas! Gue bisa sendiri!" Tegas Alix dengan kasar menepis tangan mereka.

Sebelum benar-benar pergi, Alix menatap Tio tajam. "Jangan sentuh dia! Urusan lo sama gue!" Setelah itu Alix benar-benar hilang dari pandangan Tio.
___

Langkah Alix mempercepat ketika ia mendekati Zira, melangkah dengan langkah yang mantap menuju gadis tersebut yang berdiri di depan pintu kelas dengan tubuhnya yang dilumuri tepung dan telur. Bukan hanya itu, semua orang bahkan menertawakan keadaan Zira.

Zira mendongak menatap Alix dengan mata yang berkaca-kaca.

Tanpa peduli keadaan Zira kotor dan bau, Alix tetap memeluknya dengan penuh kasih, memberinya perlindungan. Setelah beberapa saat berada dalam pelukan hangat Alix, Zira tak mampu lagi menahan tangisnya yang pecah, melepas beban perasaannya.

Getaran sedih dari tangisan Zira menusuk hati Alix begitu dalam sehingga tanpa sadar tangannya mengepal erat, merespons dengan kepekaan yang tajam terhadap tawa mengejek yang terdengar dari orang-orang di sekitarnya.

Menyadari bahwa saat ini bukanlah waktu untuk marah, Alix memprioritaskan kondisi Zira yang lebih penting. Ia memutuskan untuk membawa Zira pulang. "Aku selalu bersamamu, sekarang kita pulang," bisik Alix. 

Belum sempat Alix dan Zira melangkah, tak sengaja Alix mendengar celetukan seseorang membuat amarahnya tidak bisa di tahan lagi. "Pantes aja plakor, orang dulu emaknya plakor."

Dengan lembut, Alix melepaskan rangkulan Zira dan berbalik menghadap seorang siswa laki-laki dengan sorot mata yang tajam.

"Bangsat!" Desis Alix, langkahnya cepat menuju laki-laki itu, memberinya pukulan tajam yang membuat suasana semakin tegang dan panas.

"Aaaaa!" Teriakan histeris dari beberapa siswi perempuan memenuhi udara saat Alix tanpa ampun memukul siswa tersebut.

"Alix!" Panggilan keras Zira terdengar, mengharapkan Alix berhenti. Namun, Alix menulikan pendengarannya, dia terus memukuli wajah siswa laki-laki tersebut tanpa ampun, hingga wajahnya sudah penuh dengan luka dan darah.

Setelah puas, Alix menghempaskan tubuh pemuda itu dengan kasar, lalu meludahinya dengan penuh kebencian. "Mati lo!"

Sebelum Alix berbalik, matanya bertemu dengan Lia, dan pemuda itu menampakan  ekspresi kekecewaan pada sahabatnya.

"Alix!" Zira berjalan cepat kearah Alix.

"Jangan dengarkan ucapan si brengsek itu, Zira. Bagiku, kamu paling istimewa!" Ucap Alix, sembari menatap Zira penuh kelembutan.

"Maaf aku gagal jagain kamu," Alix mengusap wajah kotor Zira dengan lembut.

Zira menggeleng pelan. "Kamu yang terbaik."

Alix tesenyum. "Kita pulang," ajaknya yang dapat anggukan dari Zira.

______

Cast ada di IG ya.
ranisit_0

Perfect love (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang