Perfect love. 33

841 52 12
                                    

Alix terdiam dengan tatapan kosongnya. Hatinya hancur melihat kondisi Zira yang memprihatinkan. Bayangan wajah Zira yang tampak kesakitan membuat hatinya sakit, dan berulang kali dia menyalahkan dirinya karena tidak mampu menjaga Zira.

"Gak usah nyalahin diri sendiri," Fadil menepuk pundak Alix pelan, kemudian duduk disebelah pemuda itu.

"Berdo'a, semoga Zira selamat," sahut Hendra.

Semua tengah menunggu dokter yang sedang menangani Zira. Sudah setengah jam lebih dokter belum keluar, membuat Alix semakin khawatir.

"Alix, sayang!" Dari arah selatan Adeeva berlari kearah Alix dengan wajah khawatir.

Alix tidak merespon, pemuda itu hanya diam saat Adeeva memeluknya dari samping. Dalam diamnya, Alix merasakan kehangatan dan dukungan dari pelukan Adeeva, meskipun hatinya masih dipenuhi oleh kecemasan dan kekhawatiran untuk Zira.

"Zira pasti baik-baik saja," bisik Adeeva sambil mengelus rambut Alix pelan, membuat pemuda itu menoleh ke arah sang Mami dengan pandangan terkejut.

Adeeva tersenyum, tapi air matanya mengalir deras. "Maafin mami yang sudah egois," lirihnya. Suaranya penuh penyesalan dan kesedihan.

"Mami tidak akan melarang kamu menjauhi Zira, sayang! Mami sadar jika Zira tidak tahu menahu tentang masalah mami di masa lalu," tambah Adeeva, wanita cantik itu menangkup wajah anaknya yang kini tengah menangis dengan pilunya. Dengan penuh kasih sayang, Adeeva berusaha menguatkan dan menenangkan Alix di tengah-tengah kegelisahan yang dirasakannya.

Alix memeluk tubuh Adeeva erat. "Makasih mami, maafin Alix juga!"

Adeeva tersenyum sembari membalas pelukan anaknya erat.

Lia yang melihat itu tersenyum tipis. Jika ditanya hatinya sakit, jelas sakit. Tapi dia tidak ingin memaksakan kehendaknya terlebih Adeeva sudah merestui hubungan keduanya.

"Papi harap kamu bahagia," ucap Arga mengusap rambut Lia.

Lia menoleh kearah Arga kemudian mengangguk pelan. "Makasih Papi," ucapnya.

Tak lama kemudian, dokter pun keluar, hal itu sontak membuat semua orang mendekat ke arah sang dokter. Dalam keheningan yang tegang, mereka semua menanti kabar tentang kondisi Zira.

Raut wajah dokter tersebut membuat semua orang merasa cemas dan takut.

"Keluarga yang terhormat, dengan sangat berat hati saya sampaikan bahwa meskipun kami telah melakukan segala yang kami bisa, pasien kita tidak selamat. Saya turut berduka cita atas kehilangan yang mendalam ini." Ucap Dokter tersebut dengan perasaan sedih dan menyesal.

Kata-kata dokter pria itu mengejutkan semua yang hadir, termasuk Alix yang terdiam dalam keheningan yang memilukan. Perasaannya seperti terhempas oleh kabar buruk ini, membuatnya merasa seolah-olah nyawanya akan dicabut secara paksa.

"Saya mengerti betapa sulitnya ini bagi Anda semua," ucap Dokter tesebut. 

"Tidakkk!" Teriak Alix tiba-tiba.

Alix menarik kerah baju sang dokter dengan kasar, matanya memancarkan kemarahan membara. "Jangan bicara omong kosong, sialan!" desisnya dengan nada yang tajam dan penuh amarah.

"Katakan padaku! Katakan jika Zira baik-baik saja!" Alix mengguncang tubuh sang dokter dengan keras, matanya mencari-cari jawaban yang diinginkannya.

"Alix, tenanglah!" tegur Arga sambil melepaskan paksa tangan Alix dari sang dokter, mencoba menenangkan situasi yang semakin memanas.

Alix menatap Arga penuh amarah. "Tenang? Papi suruh aku tenang?"

Dengan langkah cepat, Alix masuk ke dalam ruangan dimana Zira berada. Namun, langkahnya seketika melemah saat melihat wajah pucat Zira. 

"Sayang," Alix mendekat.

"Sayang, sudah ya tidurnya, saatnya bangun," Alix mengelus wajah sang kekasih lembut.

"Sayang," Pemuda itu menangis sejadi-jadinya sembari mengecupi seluruh wajah Zira. "Mami merestui hubungan kita, kamu harus bangun, kita akan menikah sesuai keinginanmu," ucapnya dengan suara gemetar, hatinya terasa hancur melihat keadaan Zira.

Alix meremas rambutnya dan berteriak histeris. Dia tidak bisa menerima takdir yang Tuhan berikan padanya. Merasa bahwa Tuhan telah merampas Zira darinya, merampas dunianya, dan merampas hidupnya.  "Tolong, bangun!"

"Alix," lirih Adeeva melihat kondisi putranya dengan hati yang terpukul.

"Cucuku," Asri yang baru datang, membekap mulutnya melihat keadaan Alix. 

Semua orang membawa Alix pergi karena pemuda itu mengamuk bahkan berteriak. Mereka berusaha menenangkan dan menjauhkannya dari situasi yang semakin memanas untuk mencegah terjadinya hal yang lebih buruk.

"Semuanya biar kami yang urus," ucap dokter itu pada Arga.

"Urus semuanya!" Ucap Arga kemudian pergi menyusul yang lainnya.

Dokter tersebut menatap kepergian Arga kemudian tersenyum tipis.

_________

Segini dulu yaa. 


Perfect love (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang