Alix memantung menatap pemadangan didepannya. Zira tersungkur akibat dorongan dari Adeeva, tanpa memberikan pertolongan, Arga hanya memandang dingin pada Zira.
Dengan langkah cepat, Alix mendekati Zira, membantu gadis itu bangkit dari lantai dingin dengan penuh kepedulian.
"Kamu tidak apa-apa?" Tanya Alix menatap Zira penuh rasa khawatir.
Zira menggeleng lemah.
"Alix!" Adeeva menarik kasar tangan Alix.
"Ayo, masuk kamar! Jangan ikut campur," desak Adeeva sambil menatap putranya dengan tatapan tajam. Meskipun, terlihat sorot kecewa di matanya melihat perhatian Alix pada Zira.
Adeeva tampaknya tidak akan senang jika Alix nantinya tertarik pada Zira. Perhatikanlah kemiripan wajah Zira dengan Monic dan wajah Alix dengan Arga; seolah-olah Adeeva melihat kembali saat Arga begitu mengagumi dan mencintai Monic.
Adeeva semakin sakit melihat keterdiaman Alix terlebih anaknya menatap Zira penuh rasa khawatir.
"Alix--"
"Mami kenapa? Mami kenapa begitu jahat pada Zira?" Alix mendongak menatap Adeeva dengan tatapan kecewa.
"Zira tidak salah apa-apa! Aku tau kesalahan tante Mon--"
"STOP!" Teriak Adeeva, menghentikan perkataan Alix.
"Sayang, lebih baik kita kekamar," Arga merangkul pundak istrinya. Dia tidak ingin melihat kondisi Adeeva semakin memburuk akibat Alix dan Zira.
Adeeva mengabaikan kata-kata Arga, matanya menusuk tajam ke arah Alix.
"Anak itu memang tak bersalah, Alix! Tapi wajahnya sungguh mirip dengan ibunya, dan kamu... Kamu mirip dengan Papi! Melihatmu bersama Zira, itu membuatku teringat pada hubungan Papi dengan wanita sialan itu!" Ucap Adeeva, air matanya mengalir deras menatap Zira penuh kebencian dan beralih menatap Alix kecewa.
"Sayang," lirih Arga, hatinya sakit melihat keadaan sang istri.
Sementara itu, Alix terdiam setelah mendengar perkataan Adeeva, terutama saat melihat wanita itu menangis karenanya, rasa bersalah menyelinap masuk ke dalam dadanya.
"Mami kecewa sama kamu!" Setelah itu Adeeva pergi meninggalkan mereka.
Arga segera menyusul sang istri.
Alix terdiam dengan perasaan campur aduk. Ia tak tahu mengapa, tetapi keinginan untuk melindungi Zira begitu besar. Dia bingung, tidak mampu memilih di antara Adeeva dan Zira, karena dia menyayangi keduanya.
"Aku pulang," ujar Zira, mematahkan lamunan Alix.
Alix menoleh kearah gadis itu. "Aku antar," ucapnya.
"Jangan membuat aku semakin di benci Alix!" Tegas Zira memalingkan wajahnya kearah lain.
Alix menggeleng lalu meraih pergelangan tangan Zira pelan. "Kali ini nurut sama aku Zira, aku mau ajak kamu kesuatu tempat," ucap Alix.
Zira menghela napasnya kasar. Ternyata Alix keras kepala juga.
_____Zira memandang tangannya yang di genggam oleh Alix.
Pemuda itu membawanya ke salah satu wisata yang buka 24 jam. Saat ini waktu menunjukan tujuh malam, meski hari sudah gelap tetapi tempat ini masih banyak pengunjung, terlebih pasangan muda yang sedang di mabuk asmara.
"Alix, ini sudah malam, dan ingat, kita masih memakai seragam," ujar Zira.
"Kita duduk di sana," kata Alix, sambil mengajak Zira berjalan ke dekat pohon, tangan mereka tetap tergenggam erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect love (SELESAI)
Teen FictionTernyata, pepatah "jangan terlalu benci nanti cinta" itu benar adanya. Seperti yang di alami Zira, awalnya dia sangat membenci Alix, namun perasaannya mulunak dan berubah menjadi cinta ketika dia menyadari jika Alix adalah laki-laki baik dan selalu...