Zira menatap pemandangan di depannya dengan perasaan bahagia, lega, dan syukur. Hatinya dipenuhi dengan rasa damai karena melihat segala sesuatunya berjalan dengan baik.
Hingga seseorang memeluknya dari belakang. "Sayang, are you okey?"
"Aku baik-baik saja, hanya saja aku teringat sesuatu," balas Zira, kemudian dia memutar tubuhnya agar menghadap kearah pria tampan yang memeluknya.
"Gama, terima kasih sudah hadir. Aku bahagia punya kamu," Zira tersenyum begitu tulus, tetapi matanya mengeluarkan air mata.
Gama pria tampan yang kini menjadi orang berharga dalam hidup Zira. Seorang pria yang memberikan warna dalam hidupnya di saat dia berpikir bahwa akan ada kegelapan setelah Alix pergi.
Gama membalas senyuman itu, kemudian tangannya terulur menghapus air mata Zira.
"Seharusnya aku yang ber-terimakasih, Zira. Terima kasih telah membuka hatimu kepadaku, dan memberiku kesempatan untuk memasuki duniamu. Aku juga bahagia memiliki kamu, you are a great woman," Gama menarik tengkuk Zira kemudian memberikannya ciuman lembut dan penuh kasih.
Zira tidak menyesali hubungannya dengan Alix, begitu juga dengan perpisahannya. Alix adalah pria baik yang memberikan perlindungan, cinta, dan kebahagiaan padanya. Namun, dengan perpisahannya, Zira juga tidak menyesal. Zira akhirnya bertemu dengan Gama, yang memberikan hal-hal yang Alix berikan dan bahkan lebih. Termasuk kasih sayang dari keluarga Gama yang diberikan kepada Zira.
________"GAMAAA!" Teriak seorang wanita paruh baya pada anaknya yang terlihat seperti bangun tidur, suaranya bergemuruh di seluruh ruangan.
"Apasih, Ma? Pagi-pagi udah teriak?" tanya Gama dengan wajah masih mengantuk, langkahnya melambat menuju meja makan di tengah ruang.
"Pagi kamu bilang? Lihat jam!" kesal Ayumi pada sang anak, menunjuk ke arah jam dinding yang menunjukkan waktu sudah larut pagi.
"Kamu membiarkan Zira mengerjakan pekerjaan rumah bahkan memasak, sedangkan kamu tidur!" Ayumi melangkah mendekati Gama, ekspresinya penuh kemarahan, kemudian menjewer telinga anaknya dengan keras, mencoba menyadarkan Gama.
Zira meringis pelan melihat Ayumi yang menjewer telinga Gama.
Sontak saja Gama tersadar setelah mendengar ucapan Ayumi. Pria itu beralih menatap sang istri yang kini tengah tersenyum lembut kearahnya. "Astaga, sayang!"
"Tidak apa, ma. Pekerjaan di kantor begitu banyak, bahkan Gama sering lembur," Ucap Zira yang memang mengerti dengan kondisi kesibukan suaminya.
"Tidak bisa, kamu sedang hamil, sayang," Ucap Ayumi, kemudian melepaskan tangannya dari telinga Gama, kemudian berjalan kearah Zira.
"Kamu kerumah mama aja biar ada yang memperhatikan," sindir Ayumi pada anaknya.
"Sayang," rengek Gama, berjalan kearah Zira kemudian memeluknya erat tidak peduli meski ada Ayumi disebelahnya.
"Kenapa melakukannya semua, biarkan bi Yeni yang melakukannya," Ucap Gama.
"Kamu lupa Bi Yeni pulang kampung, hm?' Tanya Zira.
"Astaga, aku lupa. Sayang, maafkan aku, kenapa tidak membangunkan ku?" Gama merasa bersalah pada istrinya sebab wanita itu mengerjakan semua pekerjaan rumah termasuk memasak sendirian, apalagi Zira tengah mengandung anaknya.
Ayumi yang melihat tingkah anaknya memutar bola matanya malas. "Dasar!"
"Tidak apa, sayang. Kali-kali aku menggerakan tubuhku agar tidak kaku," balas Zira, kemudian melepaskan pelukan Gama.
"Tap--"
"Sudahlah, sekarang kita makan," ajak Zira.
"Mama mau manggil dulu papa dan Reza di teras," Ucap Ayumi yang memang datang kerumah anak dan menantunya bersama sang suami dan anak bungsungnya.
"Baik ma."
Makan siang ini terlihat begitu ramai dengan tingkah Gama dan Reza yang tidak ingin kalah jika berdebat. Suasana ruangan pun menjadi riuh, dengan sorakan dan celaan dari kedua saudara tersebut.
"Enak saja! Zira tidak ada copy-an nya!" kesal Gama pada sang adik.
"Jika tidak ada, aku akan menikahi kak Zira, dan kak Zira cerai saja dari kak Gama," balas bocah SD kelas 4 itu, tak mau kalah dalam perdebatan dengan kakaknya.
"Heh!" Tegur Ayumi.
"Kalian ini ya, ribut terus!" Kesal Ayumi.
"Hiraukan saja ya, Zira. Lebih baik nanti kita ke salon, mereka jangan di ajak," ucap Ayumi menatap menantunya.
"Aku ikut, sayang!" Ucap Gama pada Zira.
"Reza juga ikut!"
"Gak!" Ketus Ayumi.
Zira terkekeh melihat itu. Entah untuk keberapa kali dia harus bersyukur karena dipertemukan dengan keluarga sebaik mereka.
"Jika papa ikut, boleh mah?" Tanya Edwin pelan menatap sang istri.
"Laki-laki gak boleh ikut!" Ucap Ayumi.
"Sayangggggg."
"Mamaaaaaaa."
"Sayang, lihat, mamah tidak mengajak ku," adu Gama pada Zira, agar wanita itu membelanya.
" aku mau quality time sama mamah, sayang. Kamu dirumah yahh istirahat, katanya butuh istirahat," Ucap Zira pada suaminya.
"Gak mau, mau ikut!" Rengek Gama.
"Kalau ada yang godain kamu gimana?"
"Lebayy!" Cibir Edwin.
"Tolong berkaca," balas Ayumi menatap suaminya sebal.
"Salah lagi," keluh Edwin.
"Pah, ingat! Laki-laki selalu salah," celetuk Reza kemudian menepuk lengan sang Papah pelan.
___________
Zira juga bahagia ya bersama keluarga barunya 🥰
Dia mendapatkan pria baik yang keluarganya nerima Zira dengan baik juga.
Semuanya happy ending😊🤗
Zira💓
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect love (SELESAI)
Teen FictionTernyata, pepatah "jangan terlalu benci nanti cinta" itu benar adanya. Seperti yang di alami Zira, awalnya dia sangat membenci Alix, namun perasaannya mulunak dan berubah menjadi cinta ketika dia menyadari jika Alix adalah laki-laki baik dan selalu...