Setelah satu minggu pengungkapan perasaan Lia pada Alix, keduanya tidak pernah ketemu lagi, terlebih Alix yang memang sibuk kerja saat libur panjang.
Tidak serasa besok Alix akan masuk kelas lagi, dan menjadi siswa kelas duabelas. Waktu memang begitu cepat, dan Alix masih bingung hubungan kedepannya dengan Zira, sebab setiap Alix menghubungi Adeeva, wanita itu selalu membahas jika dia tidak akan pernah setuju dengan Zira.
"Sayang, peluk aku!" Pinta Zira merentangkan tangannya agar Alix memeluknya.
Alix tersenyum kemudian membawa Zira kedalam pelukannya, akhir-akhir ini juga Zira begitu sensitif dan lebih manja, tapi Alix tidak masalah.
"Sayang, aku kayak pengen juss strobry deh," celetuk Zira.
"Aku belikan, kamu tunggu ya, diluar panas," ucap Alix, kemudian melepaskan pelukan Zira.
Zira mengangguk antusias. "Sekalian beliin aku cimol."
Alix menatap Zira heran. "Cimol? Kamu tidak salah ingin cimol?" Tanyanya untuk memastikan, sebab dia tau sang pacar tidak suka makanan seperti itu.
"Iya, tadi aku lihat di fyp ada orang makan cimol, kayak enak gituh, beliin yaa," rengeknya.
Alix mengangguk meski bingung. "Baiklah."
"Aku pergi," sebelum pergi Alix menyempatkan mencium dahi Zira.
Alix pergi mengunakan mobil milik Zira, sebab beberapa hari lalu Arga melarang Alix membawa mobil dari rumah.
Matanya tidak sengaja menangkap sosok yang dikenalnya. "Brengsek!"
Alix memperlambat mobilnya dan berhenti, lalu keluar dari mobil. Dia melihat Lia sedang diganggu oleh Tio.
"TIO!" Teriak Alix penuh amarah.
Tio yang tengah berusaha menarik tangan Lia, seketika menoleh kearah sumber suara begitupun dengan Lia.
"Alix!" Lirih Lia. Wajah gadis itu sudah basah akibat air mata.
Alix menarik kerah baju Tio dengan kuat, lalu memberikan pukulan ke arahnya. "Brengsek! Gue bilang jangan ganggu Lia," marahnya.
Bukannya marah Tio malah tertawa kemudian meludah kearah Alix.
"Bacot!"
Alix merasa geram dan ingin melayangkan pukulan lain ke arah Tio, tetapi Lia segera menahannya dengan berkata, "Alix, sudah!"
Alix menatap Lia. "Apa yang dia lakukan?" Tanya Alix terlihat khawatir.
"Dia cuma maksa aku buat pergi sama dia," ucapnya.
"Sialan!" Alix kembali menatap Tio yang sudah berdiri.
"Gue pastiin lo hancur Alix," Tio tertawa seperti orang gila.
Kemudian Tio beralih menatap Lia penuh obsesi. Setelah itu dia pergi begitu saja.
Tangis Lia kembali pecah, tubunya bergetar karena ketakutan. Lia masih tidak menyangka jika Tio akan senekat itu terlebih di tempat umum seperti ini. Sudah lama Tio tidak menganggunya, tapi tiba-tiba saja tadi Tio datang dan memaksanya untuk ikut.
"Aku takut," Lia terhambur ke dalam pelukan Alix dengan gemetar.
Alix melepaskan pelukan Lia pelan. "Aku antarkan kamu pulang," ucapnya.
Lia mengangguk kemudian dia segera masuk kedalam mobil Alix.
"Minum dulu," Alix memberikan botol air minum kepada Lia, yang langsung diterima gadis itu.
"Kenapa bisa disana sendirian?" Tanya Alix.
"Aku lagi bikin konten jajan di pinggir jalan," balas Lia.
"Terus tiba-tiba Tio datang," tambahnya.
"Sama siapa? Kenapa gak minta di anterin pak Samsul?" Ujar Alix, melirik Lia.
"Aku bawa motor," balas Lia.
Alix menghela napasnya pelan. "Motor kamu nanti di anterin Fadil kerumah, aku chat dulu."
"Maaf, merepotkan," lirih Lia merasa tidak enak, entah kenapa dia merasa asing melihat Alix.
Hatinya sakit melihat sikap Alix, saat berbicara Alix hanya meliriknya sekilas, pemuda itu seakan enggan menatap Lia.
"Alix," panggil Lia.
"Hm?"
Alix kembali memasukan handphonenya kadalam saku setelah menghubungi Fadil dan Uben.
"Jangan benci aku, Alix. Lupakan saja ucapan aku waktu itu," ujarnya.
"Untuk apa aku membencimu, Lia?" Tanya Alix.
"Sudalah jangan dibahas."
Alix mulai menjalankan mobilnya, dia akan mengantarkan Lia terlebih dahulu kemudian setelah itu membeli pesanan Zira.
"Kamu jangan keluar sendirian lagi," ucap Alix, memperingati Lia.
Lia mengangguk. "Iya Alix."
_________________________
"Lix!" Fadil berjalan cepat kearah Alix, saat pemuda itu akan masuk kekelas.
"Ikut gue!" Fadil segera menarik kerah baju Alix, untuk mengikutinya kebelakang sekolah.
"Apa?" Tanya Alix, setelah Fadil melepaskan tarikannya.
"Gue udah tau, Lia curhat ke gue," ucap Fadil, pemuda itu menghela napasnya kasar kemudian duduk bersandar dibawah pohon.
Fadil memang sudah mengetahui sejak lama jika Lia menyukai Fadil meski Lia tidak berceritapun, karena Fadil bisa melihat dari sorot mata gadis itu saat memandang Alix.
Alix ikut duduk disebelah Fadil. Terlihat wajah pemuda tampan itu tampak frustasi.
"Lo sekalinya pacaran ribet ya," ujar Fadil.
"Gue beberapa kali pacaran biasa aja tuh," tambahnya.
"Gue pake hati," balas Alix.
Fadil berdecak. "Terus setelah ini rencana lo apa?" Tanya Fadil.
"Gue bingung. Nyokap tetap gak mau gue sama Zira, gue sadar itu wajar, tapi rasanya gue gak bisa ninggalin Zira, dia sendiri gak punya siapa-siapa," Alix menatap kearah depan dengan pandangan kosong.
"Lo kasihan sama Zira apa cinta sih?" Tanya Fadil.
"Awalnya kasihan lama-lama gue cinta sama dia," ucap Alix.
"Berarti bener dong, lo pernah suka sama Lia?" Tanya Fadil, dia tau karena Lia bercerita saat Asri bilang jika Alix pernah menyukai Lia.
Alix terdiam.
"Tolong, Lix. Jangan jadi cowo labil apalagi brengsek! Inget nyokap dan adik lo," Fadil mengusap bahu Alix pelan.
"Gue gak labil, gue beneran cinta sama Zira!" Bantah Alix.
"Sekarang lo bahkan tinggal berdua sama Zira, gak yakin gue kalau lo sama dia gak pernah making love. Keluar dimana lo? Pake pengaman gak? Gawatt kalau Zira hamil," ucap Fadil menatap Alix serius.
Alix lagi-lagi terdiam.
___________________
Sedikit lagi menuju puncak konflik. Siap-siap kawann pegangin kapal kalian🔥
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect love (SELESAI)
Ficção AdolescenteTernyata, pepatah "jangan terlalu benci nanti cinta" itu benar adanya. Seperti yang di alami Zira, awalnya dia sangat membenci Alix, namun perasaannya mulunak dan berubah menjadi cinta ketika dia menyadari jika Alix adalah laki-laki baik dan selalu...