Suasana yang seharusnya membahagiakan justru sebaliknya. Hari ini adalah kelulusan Alix, dan semua orang ikut serta merayakan, terlebih Alix mendapat nilai terbaik.
Hanya saja kehadiran Zira yang tiba-tiba membuat suasana memanas dan tegang.
Di bawah meja, Adeeva mencengkram tangan Arga sambil mencoba menahan kemarahannya. Meskipun keinginan untuk berdiri dan menampar Zira begitu kuat, Adeeva bijak memilih untuk tidak mengganggu keharmonisan acara keluarga ini.
Arga dengan lembut mengelus tangan Adeeva. "Setelah ini kita akan pergi," bisik Arga.
"Papa, kamu ini benar-benar ya! Kenapa mengajak anak sialan itu!" Kekecewaan Asri terdengar di telinga Gibran.
Gibran menghela napasnya dengan perlahan, menyadari dilema yang dihadapinya. Namun, bagaimana pun, dia tak bisa meninggalkan Zira sendirian di dalam rumah.
"Sebaiknya kita rayakan kelulusan anak-anak," ujar Liam memecahkan keheningan. Suami dari Gea itu tidak ingin suasana menjadi canggung.
"Benar kata Mas Liam," sambung Gea.
"Cucuku sungguh luar biasa! Lulus dengan nilai terbaik," seru Asri penuh kebanggaan, menepuk lembut pundak sang cucu yang duduk di sampingnya, lalu memberikan kecupan di setiap wajah tampannya bak anak kecil.
"Haha, kendalikan wajahmu Alix!" Suara tawa Lia terdengar di telinga Alix.
"Lia, awas kamu," kesal Alix sembari mencubit hidung Lia.
"Aaaa, Alix!" Ringis Lia sembari mengusap-ngusap hidungnya.
Yang lain terkekeh melihat kelakuan keduanya.
"Kak Alix sama kak Lia berantem terus, jodoh tau rasa," celetuk Alexa yang sedari tadi hanya fokus dengan dunia nya sendiri.
"Heh! Darimana kamu dapat kalimat seperti itu?" tanya Gea sambil mencubit lembut pipi keponakannya dengan penuh kegemasan.
"Dari media sosial," ucapnya dengan polos, sambil menikmati setiap gigitan steak yang terhidang di hadapannya.
"Kalian ini," Arga geleng-geleng kepala melihat tingkah anak-anaknya.
Melihat interaksi tersebut, Zira meremas roknya dengan penuh kesal. Alix terus sibuk dengan Lia, tanpa sekadar menyapa dirinya seperti biasanya.
Mereka pun mulai menikmati hidangan, sesekali diselingi oleh obrolan ringan dan candaan tak terduga dari Alexa yang begitu random.
"Mendengar kak Eva serta keluarga akan pindah ke Bandung minggu depan, membuatku dan Mas Liam berpikir untuk pulang ke Bandung minggu depan juga. Mungkin bisa sekalian," celetuk Gea, sambil matanya bergantian menatap Adeeva dan Arga, mencari tanggapan dari keduanya.
Belum sempat Adeeva membalas perkataan Gea, Alix lebih dulu menyela. "Tunggu dulu! Apa yang tante maksud dengan 'pindah ke Bandung'?" Alix menatap Gea.
"Apakah kamu belum tahu?" Gea balik bertanya dengan rasa penasaran.
"Ali, apakah kamu lupa perkataan Papi waktu itu?" Tanya Arga, menatap putranya. Alix beralih menatap Arga, matanya mencoba mengingat-ngingat setiap kata-kata yang pernah diucapkan oleh sang papi. suasana pun menjadi hening sejenak, diisi dengan kerisauan yang tergambar di wajah mereka.
"Sudah ingat, Alix?" Tanya Arga setelah melihat ekspresi wajah putranya.
"Sudah," jawab Alix, namun raut wajahnya seketika berubah serius, "Tapi aku tidak ingin pindah ke Bandung." Ungkapnya dengan tegas, membawa ketegangan.
"Kenapa Alix?" Tanya Adeeva.
"Jika nantinya kamu merindukan Lia, kakek dan nenek kita bisa berkunjung kapan saja jika ada waktu luang. Ini hanyalah perpindahan, bukan perpisahan," lanjut Adeeva memberikan penjelasan
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect love (SELESAI)
Teen FictionTernyata, pepatah "jangan terlalu benci nanti cinta" itu benar adanya. Seperti yang di alami Zira, awalnya dia sangat membenci Alix, namun perasaannya mulunak dan berubah menjadi cinta ketika dia menyadari jika Alix adalah laki-laki baik dan selalu...