Bab 15 | Instagram Story

35 17 0
                                    

“One step closer”


Pukul sepuluh malam.
Warnet baru saja ditutup, sudah satu minggu sejak dirinya memutuskan menjauh dari rumah. Surya menetap di kontrakan Adit selama beberapa hari terakhir, tetapi hari ini ia mendapat tawaran dari Karan yang mengajaknya menginap di apartemen lelaki itu. Surya langsung menyetujuinya, ia merasa tidak enak menginap terlalu lama di kontrakan Adit. Meskipun Adit jarang berada di kontrakan karena kesibukannya sebagai intern UI/UX Designer, yang membuatnya harus mencari lokasi yang lebih dekat dengan tempat kerjanya. Itulah mengapa Adit tidak keberatan mengizinkan Surya menginap dan mempercayakan padanya tugas menjaga warnet ketika dirinya tidak ada.

Surya tahu bahwa Adit sungguh-sungguh memintanya untuk tetap tinggal, tapi sebagai pribadi yang tahu di mana seharusnya dia berada, Surya merasa terus merepotkan Adit yang sudah begitu baik padanya. Berbeda dengan Karan, teman baiknya yang sudah setengah hidupnya dihabiskan bersamanya.

“Tumben banget, jam segini baru tutup?” tanya Karan yang telah menunggu di luar selama sepuluh menit. Waktu tutup warnet biasanya jam sembilan, tapi kali ini Surya menunggu seorang mahasiswa yang katanya tengah dikejar deadline. Mahasiswa itu memohon kepada Surya untuk menunggu dengan imbalan bayaran yang setimpal. Surya setuju, meski harus menunggu sekitar satu jam untuk mahasiswa tersebut.

“Yah, setimpal lah sama bayarannya,” jawab Surya dengan ekspresi menyebalkan, sambil memperlihatkan selembar uang berwarna merah tepat di depan wajah Karan.

“Gaya banget lo,” sahut Karan sambil memberikan helmnya kepada Surya.

Malam pertengahan bulan Agustus, suasana cuaca belakangan ini tampak tak menentu. Dua hari sebelumnya, terik matahari menyengat meskipun mereka berada di dalam ruangan ber-AC. Namun, malam kemarin dan malam ini, langit mendadak gelap dengan awan mendung yang menjadi petanda bahwa hujan akan segera turun.

Kehadiran Karan yang datang menjemput Surya sebenarnya adalah kebetulan. Beberapa jam sebelumnya, Karan menuju apartemennya untuk belajar, mengingat di rumahnya terlalu berisik. Kedua orang tuanya sering membuat kebisingan, ayahnya yang gemar bola selalu berteriak saat pertandingan, sementara ibunya kerap kali terlalu heboh dengan gosip selebriti di televisi, membuat Karan sulit untuk berkonsentrasi.

Ketika itu, Karan baru saja tiba di tempat fotokopi untuk mencetak beberapa hal. Surya menanyakan keberadaannya, dan untungnya, Karan sedang di luar sehingga bisa menjemputnya. Motornya masih dalam perbaikan di bengkel karena aki rusak, sehingga Surya harus naik kendaraan umum. Malam itu, Karan menggunakan motornya sekaligus mengajak Surya menemaninya di apartemen. Karan tahu bahwa Surya tidak akan mengganggu konsentrasinya, mungkin hanya akan membaca komik atau bermain game online di kamar.

“Lo udah makan?” tanya Karan sambil mengeluarkan beberapa buku dari tasnya. Dalam pikirannya, lebih baik belajar di sofa bersama Surya yang sedang asyik bermain game di ponselnya. Meskipun Surya tidak terlalu tertarik pada pelajaran, Karan tahu bahwa temannya memiliki pendengaran yang baik. Surya bisa dengan mudah mengingat apa yang didengarnya, terutama jika informasi itu diulang-ulang. Tipe belajarnya adalah audio-visual, sehingga terkadang, dalam diam, Surya mendengarkan materi yang sedang dipelajari oleh Karan.

Surya hanya mengangguk, dan ruangan pun hening beberapa saat hingga akhirnya Karan membuka suara, melantunkan materi ujian sambil berusaha menghafal. Dengan ujian yang tinggal beberapa hari lagi, keduanya fokus mempersiapkannya dengan cara yang berbeda.
Sementara Karan sibuk mencatat beberapa rangkuman, Surya merasa bosan setelah beberapa kali menemui kekalahan dalam permainannya. Ia memutuskan untuk mencari hiburan dengan menonton video-video menghibur di aplikasi lain. Saat itulah, sebuah notifikasi muncul di bilah notifikasi ponselnya, menandakan bahwa Ravinka baru saja memposting cerita di akun Instagram-nya. Tanpa sengaja, Surya menekan notifikasi tersebut alih-alih menggesernya untuk menghilangkannya.

Sebuah foto selfie menarik perhatian Surya. Foto tersebut menampilkan Ravinka, Anya, dan Kenzo, semua tersenyum bahagia. Namun, yang paling mencuri perhatian Surya adalah ekspresi lucu yang dibuat-buat oleh Anya, yang berada di belakang Ravinka. Anya duduk di atas kasur dengan wajah yang konyol, yang entah bagaimana berhasil membuat sudut bibirnya terangkat.

Lelaki itu menekan username Instagram milik Anya yang ditandai oleh Ravinka. Ia sampai pada halaman profil milik perempuan itu dan melihat deretan foto yang memenuhi feed Instagram dengan warna-warni yang sempurna. Foto pertama, foto kedua hingga tanpa disadarinya, Surya telah menyukai lebih dari dua belas foto Anya, meskipun keduanya sama sekali tidak saling mengikuti.

“Wih, gercep banget nih orang,” dari sisi seberang, Ravinka berseru sambil terus menatap ponselnya. Anya, yang sejak tadi mengabaikan ponselnya dengan mode silent, tidak terlalu menggubris Ravinka dan Kenzo yang masih sibuk dengan hasil selfie mereka berkali-kali.

“Repost story gue dong, Nya,” pintanya. Meski sebenarnya Anya ingin menolak karena masih berusaha fokus membaca buku, namun daripada masalahnya semakin berlarut-larut dan temannya itu terus merengek, lebih baik menuruti saja.
Baru saja Anya membuka ponselnya, banyak notifikasi dari Instagram muncul di layarnya. Perempuan itu menggulir notifikasi tersebut, dari pengguna yang sama, berhasil membuat Anya tersenyum malam itu.

Ia melihat sebuah akun dengan username @mmahendraa_ menyukai foto-foto yang diunggah di feed Instagramnya. Tanpa ragu-ragu, Anya langsung mengunjungi laman profil milik lelaki tersebut kemudian menekan tombol follow, membuat si lelaki di seberang tersentak ketika sebuah pesan masuk ke handphone-nya.

“Pantes hp gue getar terus, notif dari lo ternyata,” dibacanya pesan pertama dari Anya. Lelaki itu tidak pernah berpikir bahwa suatu hari mereka akan saling mengirim pesan seperti ini, sangat diluar dugaannya.

“Gue gak sadar, sorry ya,” sekitar sepuluh menit Surya membalas pesan ringan tersebut. Ia sudah menuliskan beberapa opsi jawaban, tapi kemudian dihapus kembali dan memilih yang paling tepat.

“Lo suka senja ya?” Sebuah pertanyaan yang terlintas di benak Anya. Ia menemukan banyak sekali gambar seni buatan Tuhan dalam setiap jepretan yang diambil Surya. Lelaki itu menarik, pujinya dalam hati.

“Iya, hehe.”
“Jepretan lo bagus, kapan-kapan kirim ke gue ya,” Percakapan mereka tidak berhenti di situ, terus berlanjut mengisi malam yang tadinya begitu monoton bagi keduanya. Anya selalu memiliki banyak topik untuk dibicarakan bersama Surya yang menjawab sekadarnya, namun sebenarnya ia menikmati percakapan tersebut.

"Lo udah repost belum?" tanya Ravinka yang sejak tadi heran melihat Anya yang kini cengengesan dengan ponselnya.

"Ah, iya, ini baru mau gue repost," sanggah Anya sambil menggaruk kepalanya.

Ponsel Kenzo berdering sesaat, ia langsung mengangkat panggilan begitu melihat nama orang yang menghubunginya. Wajahnya sumringah, “Eh, ada,” ujarnya sembari menoleh pada Anya yang kembali membaca bukunya. Tak lama dari itu, ekspresinya kembali serius, kemudian berjalan keluar kamar untuk berbicara lebih intens dengan si pemanggil.

Fearless (selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang