"Can we always be this close, forever and ever?”
—
Di pagi yang masih menyingsing, ketika lampu remang-remang masih lembut menyala di kamar tidurnya, Anya merasakan sentuhan hangat cahaya mentari pagi memasuki ruangan itu. Biasanya, dia akan berguling di tempat tidur, menikmati momen berlindung di bawah selimut hangat, menolak untuk membiarkan sinar matahari masuk.Pagi ini berbeda.
Malam sebelumnya, Anya sengaja mengatur alarm untuk berbunyi lebih awal dari biasanya. Ketika alarm berbunyi, dengan cepat ia membuka matanya dan menyambar ponsel yang terletak di sebelahnya. Ia mematikan alarm lalu duduk tegak di pinggir tempat tidur. Anya menatap keluar jendela, seraya bisa melihat sedikit cahaya oranye yang menyapu langit timur, memberikan tanda-tanda awal bahwa matahari akan segera muncul dari balik cakrawala.Hatinya berdebar begitu ia melangkah turun dari tempat tidur dengan piyama yang masih melekat ditubuhnya. Saat dia turun ke dapur, dia melihat mama sedang sibuk menyiapkan beberapa bahan makanan di atas meja.
Dengan senyuman cerah, Anya menyapa mama dengan penuh semangat, "morning, Ma!" Suaranya penuh kegembiraan.Mama tersenyum hangat, "morning, Sweetheart. Kamu bangun lebih pagi dari biasanya ya?"
Anya mengangguk riang, "Iya, Ma."
"Ma, bisa ajari aku cara membuat sarapan?" Anya melanjutkan ucapannya kepada mama yang sedang sibuk menyiapkan beberapa lembar roti."Tentu. Tapi apa yang bikin kamu ingin membuat bekal sendiri pagi ini?"
Anya tersenyum cerah, "aku mau buatin untuk teman aku, dia pasti kangen rasa masakan rumah,”
“Yaudah, kapan-kapan ajak kesini aja, nanti mama yang masakin langsung,”Anya mengangguk antusias, "boleh ma, nanti sekalian aku kenalin ke mama,"
Mama berpikir sejenak, "gimana kalau kita buat nasi goreng, simple kan?"
Anak perempuannya itu menjentikkan jari pertanda bahwa ia mengerti, lalu mengangguk. "Oke, boleh juga."
Keduanya berdiri berdampingan di dapur, dengan bahan makanan dan peralatan memasak tersusun rapi di meja. Mama mulai memberikan arahan tentang cara menyiapkan bahan-makanan dan menggunakan peralatan dengan benar.Anya mendengarkan dengan seksama, matanya berbinar-binar penuh semangat yang membara. Dengan tangannya yang cekatan, ia memotong bahan-makanan dan menyusun potongan sayuran dengan teliti di atas talenan, memastikan semuanya siap untuk dimasak.
Sementara menggoreng telur, mama membimbingnya dalam menumis nasi dengan tepat. Dia memberikan saran tentang kapan saat yang tepat untuk menambahkan bumbu-bumbu dan sayuran, sehingga nasi goreng bisa memiliki cita rasa yang lezat dan seimbang.
Setelah segalanya matang dan siap disajikan, Anya dengan bangga mengangkat dua porsi nasi goreng yang harum dan menggoda. Dia menatap hidangan itu dengan senyum puas di wajahnya, kemudian dengan hati-hati menyajikan dua porsi lezat ke dalam kotak bekal yang tersedia.
Ia menyusun nasi goreng dengan hati-hati, menyesuaikan setiap potongan sayuran dan telur agar terlihat menarik sembari memastikan bahwa setiap sudut kotak bekal terisi dengan rapi agar terlihat seperti bento yang biasa Kenzo buat untuk Kana.
“Sekarang kamu mandi dulu sana, sekalian bangunin Kenzo ya,” perempuan itu mengangguk, menjauh dari dapur sementara mama membereskan peralatan masak yang baru digunakan tersebut.
★
Seperti biasa, di belakang gedung sekolah, Surya duduk dengan tenang, dikelilingi oleh keheningan yang hanya terganggu oleh suara riuh rendah dari kegiatan sekolah di dalamnya. Ia menyandarkan tubuhnya ditembok, kakinya dibiarkan menyeloroh dengan satu kaki lainnya yang menjadi meja bagi dirinya yang tengah menumpahkan ukira-ukiran halus dengan pensilnya. Telinganya diliputi oleh earphone kecil, tenggelam dalam alunan musik yang membawa pikirannya ke dunia yang jauh dari keramaian. Sementara itu, tangan Surya dengan lembut mengarahkan pensilnya, menciptakan garis-garis dan bentuk-bentuk yang menjadi representasi dari imajinasinya. Dia tenggelam begitu dalam dalam proses ini, seolah-olah dunia di sekitarnya pun menghilang, digantikan oleh aliran kreativitas yang memenuhi pikirannya.
"Hai," sapa Anya dengan lembut. Surya sedikit terkejut oleh kedatangan Anya, ia langsung bereaksi dengan sigap dan dengan cepat menyembunyikan bukunya, "lo lagi apa?"
Ia merasa sedikit gugup namun berusaha untuk tetap tenang dengan mengalihkan pandangannya ke arah Anya, "bukan apa-apa, gabut aja gue,"
Ia duduk di samping Surya, “ohh, ini gue bawain bekal buat lo,”Untungnya Anya tidak terlalu ingin tahu, lagipula dirinya juga tidak berhak untuk tahu kecuali memang diizinkan.
Perempuan itu menyodorkan kotak bekal berwarna hijau pastel yang ia buat untuk lelaki disebelahnya. Surya sempat terkejut sebelum akhirnya meraih kotak yang Anya berikan, mata perempuan itu terlihat sangat senang begitu tahu masakannya akan segera dicicipi.
“Thanks, Ann. Padahal lo gak perlu repot-repot,” balasnya disertai senyuman yang menghangatkan hati siapapun didekatnya, sayangnya hal itu jarang terjadi karena Surya selalu berekspresi murung. “Nggak, sumpah. Tapi maaf ya kalo rasanya…kurang haha.”
Surya membuka kotak bekal itu, terperangah dengan bentuknya yang begitu menggemaskan, “Wow, ini lucu banget Ann, kayak bekal anak TK”“Udah ah jangan di ledek, gue masih noob tau. Mending cepet lo makan,”
Lelaki itu terkekeh, diantara keduanya sudah tidak lagi ada yang namanya kecanggungan, kedua mata hezelnya menatap penuh lelaki di sebelahnya, ia menggigit bibir dalamnya menunggu respon dari Surya yang sedang mengunyah suapan pertama.
“Gimana?”
“Enak,”
“Bohong,” sanggah Anya yang terkejut.
“Lah, ini gue lagi ngerasain, Ann. Emang enak kok, lo cobain aja,”Merasa tidak percaya, Anya membuka kotak bekal miliknya lalu mencicipinya sendiri, Surya tidak sepenuhnya benar, karena bagi Anya terlalu banyak garam yang ia masukkan, terlalu asin. “Keasinan gak sih?”
“Nggak kok, pas, gue malah lebih suka yang kayak gini,”
Anya memicing seolah mencari kebohongan di mata hitam Surya, tetapi ia tidak menemukan apapun selain kejujuran dan ketulusan bahwa dirinya benar-benar suka nasi goreng buatannya. “Tau gak, seumur-umur gue gak pernah dibuatin bekal kayak gini,” lelaki itu sudah menghabiskan setengah dari bekal, sementara Anya baru memakan beberapa suap.“Dulu tuh ibu selalu sibuk kerja,” lanjutnya lagi, Anya teringat akan ucapan mama ketika didapur.
“Mama bilang, lo kapan-kapan makan dirumah, nanti dimasakin mama,” lantas membuat Surya tersedak ketika kalimat itu terlontar dari mulut Anya.“Lo gak apa-apa?” Ia meraih botol mineral yang berada disebelahnya, kali ini gantian dirinya yang menatap Anya.
“Mama?”
“Iya, mama. Gue dibantuin sama mama pas masak nasi goreng, ditanya buat siapa, terus mama bilang suruh ajak lo kapan-kapan,”
Surya menghela napas, ia sedikit malu karena telah salah mengartikan sebelumnya.“Gue sama ayah udah ada sedikit kemajuan” ujarnya kemudian, memberitahukan hal sepele yang menurutnya sebuah pencapaian.
“Beneran?”
“Iya, beberapa hari lalu ayah beliin gue digicam,”
“Wih, bagus lah kalo gitu,” Surya mengangguk setuju, “ya, walaupun dia masih gengsi, bilangnya kebetulan ngeliat dipasar baru,”
“Haha, lucu juga ayah lo. Tapi gue yakin kok, beliau juga pasti mau banget hubungannya sama lo kayak dulu lagi, menurut gue sih dia lagi berusaha memperbaiki hubungan itu, cuma dengan caranya sendiri.” Kalimat Anya benar-benar sukses membuatnya tersenyum siang itu. “Lo tuh selalu bisa ya ngeliat sesuatu dari sisi positifnya terus?”“Ngga juga deh, pendapat gue aja sih, Lik,”
“Tapi serius, makasih ya Ann, lo mau dengerin cerita gue meski harusnya sebagai laki-laki gue gak boleh keliatan lemah tapi malam itu gue malah nangis,”“Sshhh, lo gak boleh ngomong gitu Lik. Setiap yang menangis bukan berarti lemah, lagian orang mana sih yang nggak sedih kalau menyangkut keluarga, lo kehilangan sesuatu yang berharga dari lo, persetan dengan istilah boys don’t cry, gue lebih senang liat lo terbuka untuk cerita daripada harus dipendam terus. Lagian sesuatu yang terus dipendam itu gak baik, lo gak hidup sediri, ada teman-teman yang mau dengerin semua keluh kesah lo. Don't feel weak just because you express your own feelings, lo bisa kok cerita apa aja sama gue, gue bakal jadi teman rahasia lo.” Rentetan kalimat yang Anya ucapkan membuat dirinya begitu bahagia, sebelumnya dia hanyalah seorang lelaki yang berpikir bahwa menangis berarti lemah, tetapi kemudian Anya datang dan membuat dirinya menjadi orang yang bebas mengekspresikan perasaannya sendiri.
“Sekarang, lo coba buat diri lo sendiri bahagia, ya, Lik.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Fearless (selesai)
Romance- Di sudut kota yang berkilau dan gemerlap, terdapat dua dunia yang bertabrakan namun saling melengkapi. Dua sosok yang hidup dalam realitas yang berkebalikan, terjerat dalam takdir yang tak pernah mereka bayangkan. Dalam sorotan cahaya kemewahan, A...