Bab 21 | First Move

34 18 0
                                    

"Saat bersamanya, seolah-olah dirinya ingin mengusahakan apapun yang ia bisa.”


Setelah bermimpi indah semalam, esok harinya disambut oleh ujian pelajaran geografi dan matematika, ia bukan orang yang terlahir dengan kecerdasan di atas rata-rata, bisa dibilang, Surya sangat biasa dan berada di tengah-tengah, seperti Kenzo. Nilainya sejak dulu tidak pernah mencapai angka sempurna, mentok-mentok hanya sampai sembilan puluh saja, sisanya mungkin delapan ke bawah, bahkan beberapa ada yang di bawah KKM. Kurangnya dukungan dari sekitar menjadi alasan dirinya selalu bersikap biasa saja terhadap sesuatu, tidak terlalu menggebu.

Surya tipikal yang tidak mau mengusahakan sesuatu jika batu loncatan di depannya sudah ia yakini tidak bisa dilewati. Semenjak tahu uang bulanannya sudah dibayar, ia tak lagi menginginkan pekerjaan berat di konstruksi, meski hanya merenovasi rumah, tetapi rumah yang dimaksud layaknya sebuah istana yang ingin di dekorasi ulang, yang kerap kali membuat tubuhnya remuk usai bekerja. Ia kembali pada pekerjaan lamanya, sebagai penjaga warnet dan kasir minimarket.

Mata pelajaran yang pertama diujikan adalah geografi, berkat bantuan Karan yang waktu itu mencatat untuknya, ia bahkan mendapat banyak catatan penting yang Karan tinggalkan di bagian bawah buku, yang merupakan kebiasaan sahabatnya mencatat bagian yang sekiranya keluar di ujian, jadi bisa dibilang, pelajaran geografi sudah terlewati dengan cukup baik.

“Lo mau kemana?” Kana dengan heran bertanya ketika menyadari Surya berdiri dari kursinya.
“Cari angin,” jawabnya singkat.
Dalam kelasnya lumayan berisik dengan murid-murid yang asik tertawa serta mengobrol sana sini, bagi mereka, pelajaran matematika tidak ada yang bisa dihafal seperti pelajaran lain selain rumus-rumus yang ada, lebih mudah kalau diberikan langsung soal ujiannya, pemikiran yang justru cenderung meremehkan pelajaran tersebut.

Cari angin yang Surya maksud adalah merokok di belakang gedung sekolah sekaligus tempat persembunyian favoritnya. Asap rokok yang dihembuskannya mengepul di udara, kali ini bukan video game yang ada di layar handphone Surya, melainkan video pengerjaan soal matematika di platform YouTube.

Entah sudah video keberapa yang ditontonnya, Surya tipe orang tidak bisa belajar sendiri, kalau tidak mendengar ya melihat langsung apa yang disampaikan guru ketika mengajar, itulah salah satu alasan mengapa dirinya selalu setuju diajak belajar bersama teman-temannya, biarpun kelihatan tidak peduli, diam-diam Surya mendengarkan materi yang mereka lontarkan ketika menghafal.

“Hai,” sapa seorang perempuan dengan rambut panjangnya yang dibiarkan tergerai, dengan buku pelajaran yang dibawanya, perempuan itu duduk di sebelahnya.

Lelaki itu tersenyum, “Anya,” sapanya dengan memanggil nama orang yang kini sedang melihat ke arah ponselnya.
“Lo lagi apa?”
“Ah,” sambil menggaruk sisi kepalanya, “lihat video pengerjaan soal matematika, gue lebih suka dijelaskan langsung,”
Anya mengangguk paham, “bagian fungsi limit bukan?”
“Iya, soalnya waktu itu gue gak masuk”
“Mau gue ajarin?”
Surya memandang Anya yang berada di sebelahnya, “serius?”
“Iya,” jawab perempuan itu dengan cepat, ia membuka buku tulis yang dibawanya dan mengeluarkan sebuah pena dari sakunya.
“Ini ada soal, gimana kalau kita selesaikan bareng?”
“Boleh.”

Perempuan itu mulai menjelaskan materi fungsi limit dalam matematika, menjelaskan penggunaan substitusi langsung, pemfaktoran, dan pembagian dengan konjugat untuk menyelesaikan limit yang rumit serta memberikan memberikan contoh-contoh konkret untuk mengilustrasikan konsep ini.

"Ketika menghadapi soal-soal limit yang susah, ada beberapa trik yang bisa kita gunakan, Lik. Salah satunya adalah menggunakan pendekatan, di mana kita mencoba untuk mengubah bentuk fungsi sehingga kita bisa menerapkan aturan L'Hôpital atau melakukan faktorisasi lebih lanjut untuk menyelesaikan limit tersebut. Ini yang sering banget digunakan kalo kita terjebak dengan limit yang rumit." Anya juga membagikan tips praktis lainnya, seperti mengevaluasi limit secara grafis menggunakan plot grafik fungsi untuk membantu memahami perilaku fungsi saat mendekati titik tertentu.

Surya lalu menarik buku tulisnya yang kini sudah penuh dengan berbagai rumus, ia masih mencerna penjelasan Anya barusan, Anya membuat rumus dalam bentuk kotak-kotak sehingga memudahkan Surya untuk lebih memahaminya.

Sementara Anya selesai menjelaskan, lelaki itu menatap kertasnya beberapa menit, lalu mengangguk.
“Oh, iya-iya, sekarang gue lumayan paham,” ujarnya, melihat ke arah Anya yang melemparkan senyum. Ia bisa mencium kombinasi aroma vanila, bunga melati, dan may rose yang harum dari perempuan itu. Parfum Anya yang membuat dirinya terpesona sesaat karena jarak yang begitu dekat.

“Kenapa?” Anya menyadari tatapan Surya yang kini terlihat lebih intens padanya.
“Nggak,” jawabnya disertai gelengan kepala beberapa kali.
“Eh, gue punya ide deh,” seperti baru saja mendapat pencerahan, Anya menatap lelaki di sampingnya dengan mata berbinar-binar.
“Ide apa?”
“Gimana kalo kita balapan nilai?” Surya terkekeh begitu mendengar ucapan Anya, “Gue pasti kalah gak sih?” candanya.

“Nggak gitu,” ekspresinya merengut lalu ia mencoba menjelaskan lebih detail. “Kan masih ada sisa sekitar lima hari lagi tuh, nah gimana kalo misal di salah satu mata pelajaran nilai lo lebih gede dari gue, gue kabulin satu permintaan lo. Kan nanti sore kita mau belajar juga tuh sama yang lain, lo bisa mulai dari sekarang. Yaa itung-itung gue balas budi sih,” lanjutnya.

Surya merenungkan ajakan Anya barusan, ekspresinya terlihat dibuat-buat seolah dirinya sungguh-sungguh berpikir, sedangkan Anya begitu antusias menunggu jawaban lelaki itu.
“Apa aja nih?”
“Iya,” jawabnya disertai anggukan.
Sebuah ide terlintas di benak Surya, membuatnya ingin segera menyetujui meskipun pikirannya yang lain mengatakan nilainya tidak mungkin berada di atas Anya.

“Lo mau ikut gue ke suatu tempat?” sebuah pertanyaan yang tidak pernah ia perkirakan akan terlontar langsung dari mulutnya, Surya yang biasanya tidak acuh, entah kenapa saat bersama Anya, seolah dirinya ingin mengusahakan semua yang ia bisa.

Anya sempat tertegun tetapi raut wajahnya kembali normal dalam hitungan detik, “well, let me sleep on it. Tapi tergantung nilai lo,” perempuan itu tersenyum menunjukkan deretan gigi putihnya sambil mengangkat dua jari yang merupakan simbol damai.

Fearless (selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang