Bab 27 | Ulang Tahun Anya

35 20 0
                                    

"And I don't know why but with you, I'd dance.”


Meja-meja panjang yang diposisikan di sepanjang pinggiran kolam renang tersusun rapi dan dihiasi dengan kain putih yang elegan. Kain putih tersebut menjuntai hingga menyentuh tanah, lalu di atas meja-meja tersebut terletak berbagai hidangan lezat yang diatur oleh para pelayan yang terampil.

Hidangan-hidangan tersebut terdiri dari beragam kuliner spesial yang disiapkan khusus untuk merayakan ulang tahun Anya. Mulai dari hidangan pembuka yang berupa canape dan hors d'oeuvres yang disajikan dalam sajian artistik, hingga hidangan utama yang terdiri dari berbagai pilihan makanan internasional seperti hidangan Italia, Prancis, dan Asia.

Selain itu, meja-meja tersebut juga dilengkapi dengan aneka minuman segar yang disajikan dalam gelas-gelas kristal yang elegan. Terdapat berbagai pilihan minuman, mulai dari koktail buah segar, mocktail yang menyegarkan, hingga minuman lain bagi mereka yang menginginkannya.

Lampu-lampu hias yang dipasang di sekitar meja-meja dan di sepanjang pinggiran kolam renang menambah suasana magis dan berkilauan pada malam itu. Cahaya lembut dari lampu-lampu tersebut menciptakan pantulan yang indah di permukaan air kolam renang, memberikan nuansa kemewahan bagi pesta yang sedang berlangsung.

Anya tampil menawan dalam gaun panjang berwarna merah yang memikat. Gaunnya memiliki potongan sederhana namun mempesona, dengan lekukan yang pas di tubuhnya. Bahan gaun yang ringan dan mengalir menambah sentuhan anggun pada penampilannya. Gaun tersebut memiliki detail renda halus di bagian dada dan lengan, memberikan sentuhan kharismatik pada keseluruhan penampilannya.

Anya juga mengenakan sepatu hak tinggi berwarna senada dengan gaunnya, memberikan kesan yang lebih panjang pada kakinya. Untuk aksesoris, Anya memilih anting-anting mungil berbentuk bunga yang senada dengan warna gaunnya. Rambutnya diatur dengan gaya simpel namun elegan, tergerai indah bak seorang putri kerajaan.

Memasuki bulan desember, bulan dimana dirinya dilahirkan, selalu berhasil menciptakan pesta meriah tiap tahunnya, yang diundang tidak banyak, karena ini adalah pesta indoor, hanya teman satu angkatan dan beberapa teman dekatnya saja.

Panggung kecil di samping area kolam renang menjadi fokus utama perayaan. Dihiasi dengan megah, panggung itu dikelilingi oleh rangkaian bunga-bunga segar yang terjatuh anggun dari setiap sudutnya. Cahaya lampu sorot yang dipasang di sekeliling panggung menyinari panggung tersebut, menciptakan kilauan indah yang terpancar di permukaan air kolam renang.

Musisi yang dipanggil khusus untuk acara ini duduk di panggung, siap memulai pertunjukan mereka. Cahaya lampu sorot memantulkan warna-warna hangat pada panggung, suasana semakin hidup ketika musik mulai mengalun. Bunyi alunan musik yang lembut mengalir begitu merdu, mengisi udara malam dengan kehangatan dan keceriaan.

Para tamu, yang berpakaian anggun dan mewah, berbaur satu sama lain di sekitar kolam renang yang didekorasi dengan indah. Mereka terlihat bersemangat, tertawa, dan berbicara dengan antusias.

“Happy sweet seventeen, Anya. Semoga lo bahagia selalu ya,”
“Happy birthday girl, you look really charming tonight,”
Seperti itulah kalimat yang sedari tadi diucapkan tiap orang yang berpapasan dengannya. Anya, sebagai tuan rumah yang anggun, menjelma menjadi pusat perhatian. Dia berkeliling menyapa setiap tamu dengan senyuman hangat dan ramah. Percakapan riang gema di sekitarnya, dan dia dengan antusias mengikuti alur percakapan, memberikan perhatian penuh kepada setiap tamu yang hadir. Senyumnya yang cerah dan mata yang bersinar menunjukkan kebahagiaan dan rasa syukurnya atas kehadiran mereka di acara ulang tahunnya yang istimewa.

“Anya!!! Happy birthday sayangku!!!” Ravinka dengan suaranya yang begitu melengking memeluk Anya begitu erat, membuat perempuan itu sedikit sulit bernapas.
“Thank you, Vinnie minnie!”
“Kana, my queen. Lo cantik banget pake gaun hitam kayak ratu kegelapan,”
Kenzo yang sedari tadi berdiri di belakang Anya langsung antusias begitu melihat Kana berjalan dibelakang Ravinka.

“Gue gak nganggep itu pujian lho,” ujarnya dengan tatapan sinis seperti biasanya.
“Happiest day for the one who will always be happy, birthday girl.” Kini gantian Anya yang memeluk keduanya bersamaan, membuat mereka terlihat seperti teletubbies yang berpelukan.

Surya berdiri di pinggir kolam renang dengan pandangan yang dipenuhi oleh keriuhan dan keceriaan pesta. Dari kejauhan, dia bisa melihat cahaya berkilau dan warna-warni lampu hias yang menghiasi area sekitar kolam renang. Sambil menyeruput minumannya dengan perlahan, ia memperhatikan Anya dari kejauhan. Dengan pandangan yang penuh perhatian, dia mengamati setiap gerak dan ekspresi wajah Anya saat perempuan itu berbaur dengan para tamu di sekitarnya.
Damn, she's so pretty. Batinnya.

Lelaki itu mengenakan kemeja putih yang rapi dengan lengan yang sedikit digulung ke atas dipadukan dengan celana gelap dan sepatu hitam yang bersih, menciptakan tampilan santai namun kharismatik.

Di tengah sorotan lampu panggung yang berkilauan, musisi mulai memainkan lagu-lagu yang penuh dengan semangat dan kehangatan. Alunan melodi yang lembut dari piano menggoda telinga.

Para tamu pun mulai bergerak sesuai dengan irama musik, ada yang berdansa secara riang di sekitar panggung, sementara yang lain hanya menikmati alunan musik sambil duduk-duduk santai. Suasana semakin hidup dengan tawa riang dan senyuman yang terpancar dari wajah setiap tamu. Di tengah gemerlapnya suasana pesta, alunan musik yang menggoda membuat semua orang terpana dan tak bisa menahan diri untuk menari dan berdansa, Surya, yang semula hanya menyaksikan dari kejauhan, memutuskan untuk bergabung dengan kerumunan yang sedang menari. Dengan hati-hati, ia memilih jalannya, menghindari tabrakan dengan para penari lainnya.

Sampai akhirnya, Surya berdiri di dekat Anya yang tengah menari, memperhatikan gerakan anggun yang diikuti dengan langkah kaki yang ringan. Kehadirannya di sana tidak terlalu mencolok di tengah-tengah keramaian, tetapi matanya tetap terfokus pada Anya, ketika mereka berdua berhadapan, Surya mencoba bicara, tetapi kata-katanya terhenti di tengah jalan oleh riuh rendah musik yang mengalun. Suaranya tenggelam di antara suara gemuruh tawa dan hiruk pikuk pesta.

“Lo ngomong apa, Lik?” Anya setengah berteriak, ia mengangguk dan meraih tangan Surya dengan lembut, mengajaknya keluar dari kerumunan yang ramai menuju tempat yang lebih sepi.

Mereka tiba di balkon, Surya merasa detak jantungnya semakin cepat. Matanya terpaku pada sosok Anya yang berdiri di hadapannya, bagaikan bintang yang bersinar di tengah malam gelap. Dalam keheningan yang mendalam, suasana antara mereka penuh dengan ketegangan dan kehangatan yang tidak terucapkan.

Surya menatap Anya dengan mata yang penuh arti, menyelami kedalaman perasaannya seiring lirik lagu yang mengalun.

"Liat deh, Ann. Bintang-bintang malam ini bersinar begitu indah ya," Anya memandangi langit yang dipenuhi cahaya bintang dan bulan, tetapi Surya tidak demikian, ia mengarahkan sorotan matanya pada perempuan disebelahnya, bintang yang ia maksud.

"Shall we?"
Dengan langkah yang berani, Surya mengulurkan tangannya ke arah Anya, mengajaknya untuk berdansa di bawah langit malam yang bercahaya. Anya menerima tawaran itu dengan senyuman manis, menarik dirinya lebih dekat pada Surya.

Mereka berdua mulai bergerak di atas permukaan yang halus, menyelaraskan langkah mereka dengan irama musik yang mengalun. Setiap gerakan mereka dipenuhi dengan kelembutan dan keakraban, seolah-olah mereka telah melakukan tarian ini bersama sejak lama.

Dengan gemetar, Surya mengeluarkan gulungan kertas dengan pita merah dari dalam saku kemejanya. Di atas kertas itu terdapat sebuah sketsa, sebuah gambar yang ia buat dengan penuh kesungguhan dan ketulusan hatinya. Sketsa itu adalah wajah Anya, yang pertama kali diabadikan dalam karya pertamanya meski amatir.

"Dia... dia adalah orang yang pertama kali gue gambar," ucap Surya dengan suara yang hampir bergetar, menyerahkan karya itu kepada Anya dengan hati-hati.
"Gue tahu, masih amatir, tapi gue ingin memberikan sesuatu yang belum lo miliki,"

Anya memandang sketsa itu dengan mata berbinar yang dipenuhi oleh kekaguman. Meskipun sketsa itu mungkin tidak sempurna, namun dalam matanya, karya itu memiliki nilai yang tak terukur. Untuk seorang amatir, detail didalamnya adalah bukti bahwa lelaki itu memperhatikan setiap detail darinya,  seakan perasaan yang Surya miliki terhadapnya mengalir dalam selembar kertas yang ia genggam.

"Dia sangat indah, Malik," ucap Anya dengan suara yang lembut, tangannya meraih tangan Surya dengan penuh rasa terima kasih. "Makasih ya, ini hadiah terindah yang pernah gue terima,"

Surya tersenyum, merasa lega bahwa hadiah itu diterima dengan baik oleh Anya. Meskipun dia tidak bisa memberikan hadiah mewah seperti yang biasanya Anya dapatkan, setidaknya dia bisa memberikan sesuatu yang istimewa, sesuatu yang berasal dari hatinya sendiri.

Fearless (selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang