Bab 17 | Surya at Midnight

37 17 0
                                    

"It’s everything when he controls those anger issues of yours."


Entah sudah panggilan keberapa yang Kenzo coba untuk menghubungi Anya. Perempuan itu langsung menghubungi orang tuanya sepulang dari pemotretan, Kenzo tidak tahu apa yang mereka bicarakan, tetapi ia yakin sesuatu sedang tidak baik-baik saja terjadi pada Anya. Kalau tidak, tidak mungkin sepupunya itu mengunci diri di kamar selama seharian penuh.

Hari itu, Kenzo dibuat heran oleh teman-temannya karena Anya tidak ikut serta bersamanya. Anya lebih memilih ke sekolah dengan taksi dan menghindari segala bentuk komunikasi dengan Kenzo, meski mereka berada di kelas yang sama.

Malam ini, Kenzo kembali berusaha untuk berbicara dengan Anya. Ia mendatangi kamar perempuan itu, kamarnya tidak dikunci. Yang ia lihat di kamar bernuansa merah muda itu hanya kekacauan. Anya, yang dikenal sebagai gadis feminim dan lembut, jauh dari segala kepribadian yang ia tunjukkan, dirinya memiliki masalah kemarahan yang tak terkendali ketika ia benar-benar dikecewakan oleh sesuatu yang diharapkannya.
Kamar tidur itu tidak menandakan keberadaan Anya. Kenzo hanya menemukan kasur yang berantakan dan barang-barang yang berserakan di lantai, berbanding terbalik dengan yang biasa ia lihat. Sudah hampir tengah malam, Anya masih belum kembali, lebih tepatnya Kenzo tidak tahu sejak kapan perempuan itu pergi. Matanya bergerak kesana kemari karena panik, semua panggilan dari Kenzo ditolak oleh Anya. Ia mulai khawatir tentang sepupunya itu, kalau meminta orang rumah untuk mencari, mereka pasti akan memberitahu kedua orang tua Anya mengenai hal ini, dan Kenzo tahu kalau sampai hal itu terjadi, hanya akan menambah kemarahan Anya padanya.

Tidak ada cara lain selain menghubungi teman-temannya yang kemungkinan bisa membantunya mencari Anya. Dengan piyama satin berwarna biru elektrik, Kenzo berdiri di ambang pintu kamar Anya, ia menekan tombol panggilan grup berharap teman-temannya belum tidur dan mengangkat panggilannya.

Panggilan diangkat.
Ponsel mereka berdering bersamaan, dengan nama Kenzo tertera di notifikasi. Ravinka jelas heran karena sekarang sudah melewati waktu tidur Kenzo. Mereka berempat baru saja pulang setelah menghabiskan malam di sebuah rumah makan di pinggir jalan, warung makan favorit Kana, sekaligus menghabiskan malam minggu bersama. Suara Kenzo terdengar panik, lebih seperti anak kecil yang langsung menangis ketika balonnya direbut.

“Halo? Kalian di mana? Ada yang masih di luar gak?”
Suaranya terdengar sedikit terengah.
“Iya, kita baru aja mau pulang, Jo. Kenapa? Kok lo belum tidur?” tanya Ravinka yang masih menyisakan tawa karena gurauan Karan beberapa menit sebelumnya.

“Anya gak ada di rumah, Vin.”
“Gak ada, maksud lo kabur?” Karan ikut bertanya.
“Gue gak tau jelasnya, tapi sampai sekarang dia belum pulang. Gue takut dia kenapa-napa.”
“Gimana nyarinya kalau kita gak tahu Anya di mana?”
“Na, hp gue masih terkoneksi sama Anya, gue bisa liat posisi dia di mana, tapi gue gak bisa keluar rumah malam-malam begini,”
“Yaudah lo cepet kasih arahan, gue sama yang lain susul ke sana,” Surya yang biasanya tidak bersuara malah menjadi yang paling heboh. Ia yang sedang mengemudikan mobil buru-buru memutar balik arah begitu Kenzo mengirim lokasi keberadaan Anya. Mobil yang semula dipenuhi canda tawa itu seketika berubah menjadi perasaan waswas dan bimbang.

Kenzo tidak memutuskan panggilan, tetapi kali ini panggilannya hanya kepada Surya secara personal. Ia tidak bisa tenang kalau belum tahu apa yang terjadi dengan Anya. Ia terus-terusan menggigiti kukunya karena panik.

Mobil Mercedes-Benz berwarna hitam itu berhenti di depan bar, pintu masuk bar dilapisi kaca atau material yang transparan, memperlihatkan bagian dalam yang penuh keramaian. Surya bergegas turun dari mobil, sementara teman-teman lainnya memilih untuk menunggu di dalam mobil agar tidak terjadi keributan.
Suara musik yang cukup keras dan canda tawa dari pengunjung membuat Surya sulit menemukan keberadaan Anya, ditambah dengan warna lampu sorot yang didominasi warna ungu dan biru membuatnya kesulitan melihat dengan jelas. Sesekali dirinya tertabrak atau salah dikenali orang. Sejujurnya, Surya ingin cepat-cepat pergi dari tempat yang menyerap habis semua energinya itu, tetapi ia harus menemukan Anya lebih dulu. Ini bukan tempat yang baik untuk didatangi perempuan seperti Anya, pikirnya.

Fearless (selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang