Bab 23 | Rumah Kedua

35 18 0
                                    

"Bukanlah tempat anak yang tak diinginkan berada, melainkan tempat bagi mereka yang diberkati dengan takdir istimewa.”


Didepan sebuah cermin, Anya tak henti-hentinya memandang dirinya sendiri. Sejak kemarin malam, ia sudah dibuat bimbang oleh pakaian apa yang akan dipakainya hari ini. Ia memoleskan liptint merah muda di bibir lembutnya, merapikan rambut lurus yang di-curly agar terlihat bergelombang sangat cocok untuknya. Anya memilih sebuah midi dress bercorak bunga dengan cardigan berwarna biru pastel yang membuatnya tampak anggun.

Sudah hampir dua jam Surya menunggu perempuan itu turun, sampai ia sudah menghabiskan dua gelas kopi yang disajikan oleh bibi.

“Gue kalo jadi lo sih tinggalin, Ya. Kelamaan,” kata Kenzo yang daritadi juga duduk di sofa untuk menemani Surya, berbincang ringan agar suasana tidak terlalu canggung.

Surya tersenyum, “gak apa-apa, lagian masih banyak waktu kok,”

“Gue menobatkan lo sebagai cowok paling sabar sih,” kekeh Kenzo yang juga membuat Surya tertawa ringan.
Beberapa menit setelah itu, terdengar derap langkah menuruni tangga. Keduanya menoleh ke arah yang sama, mereka mendapati Anya yang terlihat begitu cantik. Warna pastel yang dipakainya memang serasi dengan warna kulitnya yang putih. Aroma floral menyeruak masuk ke hidung dua lelaki yang kini memandanginya secara penuh.

Surya benar-benar terpana melihat perempuan yang kini memainkan rambutnya dengan wajah yang terlihat gugup, merasa ada sesuatu yang salah pada dirinya.
“Gue aneh ya?”
“Nggak kok, lo cantik,” cetus Kenzo. “Udah sana cepet berangkat, kasian Surya nungguin lo lama banget,” tepukan ringan dibahunya menyadarkan Surya dari lamunannya. Ia beranjak ke luar diikuti Anya dibelakangnya.
“Hati-hati,” ujar Kenzo dengan nada setengah berteriak.

Surya meminjam mobil Karan untuk membawa Anya pergi ke suatu tempat yang sudah ia rencanakan sebelumnya. Ia memikirkan Anya yang nantinya kepanasan dan terkena banyak polusi sebab menggunakan motor. Lagipula, dirinya akan membeli beberapa barang yang lebih mudah jika mereka menggunakan mobil.
Lelaki itu membukakan pintu mobil untuk Anya, memastikan perempuan itu telah masuk baru diikuti dengan dirinya yang kini siap mengemudi.

Beberapa hari lalu ketika semua mata pelajaran telah diujikan, guru membagikan kertas hasil ujian mereka. Seperti biasa, nilai tertinggi di kelasnya selalu dipegang oleh Kana dan Karan yang secara bergantian mengisi posisi satu dan dua. Sedangkan di kelas sebelah, ada Anya yang selalu bertahan di posisi pertama, tidak pernah tergeser sekalipun.

Keduanya berada dalam satu mobil yang sama bukan tanpa alasan. Melainkan, pada mata pelajaran geografi, Surya berhasil meraih nilai 92, nilai yang sama dengan Karan. Bukan karena mencontek, tetapi karena catatan lengkap dari Karan membantunya menghafal bagian-bagian yang keluar di ujian. Sementara itu, Anya mendapat nilai 90 pas, yang artinya ia harus menepati janjinya untuk mengabulkan satu permintaan Surya: membawanya ke suatu tempat entah kemana.

Untuk pertama kalinya, Surya tidak mendapati nilai enam dalam mata pelajaran kecuali matematika. Selain Anya yang memakai cardigan biru pastel, Surya juga mengenakan celana jeans dan kemeja berwarna biru muda dengan kancing yang dibiarkan terbuka, menampilkan kaus berwarna putih bersih didalamnya.
Aroma maskulin yang dipakainya seakan beradu dengan floral yang melekat di tubuh Anya, menghasilkan pewangi gantung yang berada di dalam mobil.

“Kita beli kue dulu ya,”
Mereka berhenti di sebuah toko kue pinggir jalan. Anya mengiyakan, tetapi ketika dirinya ingin turun, dicegah oleh Surya yang mengatakan bahwa ia hanya sebentar, meminta perempuan itu untuk menunggunya di dalam mobil.

Anya menunggu Surya sambil memainkan aplikasi di ponselnya. Benar ucapan lelaki itu, hanya sekitar beberapa menit sampai Anya kembali mendapati Surya keluar dari toko dengan dua buah tas besar dengan logo toko kue tersebut di kedua tangannya.

Fearless (selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang