Bab 28 | Rencana Liburan

38 19 0
                                    

"Tak selalu kabar baik yang kita dapatkan, namun setiap kabar membawa makna dalam perjalanan kehidupan.”


Setelah mencari-cari tempat yang cocok, mereka akhirnya memutuskan untuk berkumpul di sebuah kafe yang terletak di sudut kota, tempatnya agak tersembunyi, jauh dari keramaian lalu lintas dan hiruk pikuk perkotaan. Di dalamnya, terdapat kursi-kursi empuk dengan bantal-bantal yang berwarna-warni. Meja-meja kayu yang kokoh dipenuhi dengan bunga-bunga segar di vas kecil, memberikan sentuhan alami pada ruangan. Cahaya lampu yang menyala menciptakan suasana yang tenang dan santai.

Mereka memilih sudut kafe yang agak terpencil, di mana mereka bisa duduk bersama menikmati obrolan mereka tanpa terganggu.

Anya menatap menu dengan penuh antusias, matanya melintas dari satu pilihan minuman ke minuman lainnya. Akhirnya, dia memutuskan untuk memesan cappuccino, minuman favoritnya di kafe mana pun.

"Saya pesan satu cappuccino, ice lemon tea, sama americano lemonade ya,"
Barista didepannya mengangguk dengan ramah lalu memintanya untuk menunggu.

Hari ini adalah waktunya untuk girls time, yang biasa mereka lakukan tiap satu bulan sekali. Entah itu pergi ke mall, salon ataupun bioskop, tetapi bulan ini, mereka lebih memilih menghabiskan waktu di kafe. Adapun obrolan yang akan mereka bicarakan biasanya bersifat random, tergantung pada apa yang terjadi belakangan ini.

“Bentar lagi kan tahun baru nih, kemarin Kenzo ngajak gue liburan, kira-kira lo pada mau nggak?” Anya mulai membuka obrolan.
“Iya sih, kita belum pernah liburan bareng gak sih sebelumnya?” tanya Ravinka.

Seorang barista dari dari balik konter mengintrupsi ditengah obrolan mereka, membawa pesanan mereka satu per satu.

Pertama, barista itu meletakkan cangkir cappuccino yang harum di depan Anya. "Cappuccino untuk Anda," ucapnya sopan. Anya mengucapkan terima kasih sambil tersenyum kepada barista.
Kemudian, barista itu mengambil gelas ice lemontea hangat dan meletakkannya di depan Ravinka. "Ice lemontea, bukan?" tanyanya, memastikan pesanannya benar. Ravinka mengangguk dan tersenyum. "Terima kasih,"
Terakhir, barista itu menyajikan minuman terakhir kepada Kana. "Ini americano lemonade untuk Anda," ucapnya dengan ramah.
Kana menerima minumannya dengan senyum.

Setelah memastikan bahwa semua pesanan telah tersaji dengan sempurna, barista itu meninggalkan mereka, kembali ke balik konter.

Ravinka menikmati ice lemontea-nya dengan penuh kenikmatan, merasakan kesejukan yang menyapu tenggorokannya dengan lembut.

“Kalo menurut lo gimana, Na?” tanyanya melanjutkan obrolan yang sebelumnya belum mendapat jawaban.
Kana masih sibuk dengan americano-nya, seolah meminumnya dengan penuh pertimbangan, menunggu jawaban yang layak diungkapkan. “Gue belum tahu, lagian sekarang aja masih banyak kerjaan yang belum kelar,” ujarnya dengan suara yang lembut.

“Emang tahun baru lo ga niat libur?” tanya Ravinka dengan nada tajam yang mencerminkan rasa penasaran, mengingat Kana adalah sosok yang selalu terbenam dalam pekerjaannya.

“Pasti libur, cuma sekarang tuh lagi banyak orderan menjelang natal, jadi gue harus kerja extra,” jelas Kana sambil menyesap minumannya.

“Kalau jadi, gue sih ada usulan ke Bandung, di villa om gue yang kebetulan kosong akhir tahun ini. Apalagi letaknya tuh strategis ke mana-mana,” tambah Anya, diantara ketiganya, hanya Anya yang minumannya masih utuh karena sejak tadi jarinya tidak berhenti menggulir laman internet, mencari destinasi liburan yang bisa mereka datangi.

“Ih, mau banget! Gue kayaknya harus singgah di Bandung bentar deh, istirahat dari hiruk pikuk ibukota,” ucap Ravinka dengan nada dramatis dan nada dibuat-buat yang ia tambahkan.

“Lebay banget lo,” celetuk Anya, sambil tersenyum menanggapi dramatisasi teman didepannya. “Lo ikut ya, Na. Plis banget, gue sama Ravinka bantuin kerjaan lo deh, yang penting kita bisa liburan bareng, gimana?” tambahnya lagi, mencoba merayu Kana agar ikut dalam perjalanan liburan itu.

“Kok lo seenak jidat bawa-bawa nama gue?” protes Ravinka dengan ekspresi pura-pura mengambek.
“Bukan maksudnya gue gak mau ya, Na. Si Anya gak minta persetujuan gue dulu sih, tapi yang dia omong bener kok. Gue sih kalo jadi lo ikut,” ia sengaja mengatakan hal seperti itu agar Kana setuju untuk liburan bersama mereka, wajah Anya dan Ravinka menatap tajam Kana yang masih ragu untuk menjawab, namun ketika pandangan mereka bertemu, Kana seakan berhadapan oleh cahaya lembut dari mata keduanya yang sangat sulit ia tolak, kedua temannya bersikap amat manis demi persetujuannya saat ini.

“Gue pikir-pikir dulu ya,”
“Oke!!!” teriak keduanya serempak membuat salah satu teman mereka menggeleng seolah tidak mampu berkata-kata atas kelakuan kedua temannya ini.

Surya duduk di bangku dekat lapangan, napasnya masih sedikit tersengal-sengal setelah pertandingan yang melelahkan tadi.

Dengan gesit, ia meraih handuk yang tergeletak di sampingnya, dan segera mulai mengelap keringat dari wajah dan lehernya.

Karan keluar dari lapangan futsal dengan langkah yang agak tertatih-tatih, namun wajahnya tersenyum lega. Ia mendekati rekan satu timnya yang berada di pinggir lapangan.

"Salah seorang anggota tim mendekati mereka sambil membawa beberapa botol minuman dingin. "Minum, guys?" tawarnya seraya menyerahkan botol-botol mineral kepada teman-temannya.

Surya dan Karan dengan cepat mengangguk, menerima botol air mineral dari tangannya. Setiap tegukan dari air dingin itu terasa seperti obat yang menyegarkan, memulihkan kelelahan setelah pertandingan yang keras tadi.

"Thanks, man," ucap Karan sambil mengangkat botolnya.
Langit sore berwarna jingga memancarkan cahaya lembut ketika mereka meninggalkan lapangan. Udara segar menyegarkan napas mereka yang masih terengah-engah setelah serangkaian lari, dribbling, dan tendangan di lapangan futsal. Meskipun lelah, mereka merasa senang dan puas dengan performa mereka di pertandingan.

Pertandingan sore itu memuaskan bagi tim mereka. Pertandingan ini telah dinantikan lama karena rivalitas yang kuat antara kedua tim. Tim Panthers dikenal sebagai lawan yang tangguh, dengan pertahanan yang solid dan serangan yang cepat. Meskipun hanya menang dengan selisih satu angka, meraih kemenangan itu menjadi kebanggaan tersendiri bagi mereka. Pertandingan berlangsung sengit, dan kemenangan akhir mereka terasa seperti keajaiban.

Saat Surya sedang asyik berbincang tentang permainan, tiba-tiba telepon genggamnya berdering. Dengan cermat, ia mengamati layar teleponnya. Wajahnya berubah drastis seketika ketika melihat identitas panggilan yang tertera. Nama yang muncul membuatnya membeku, seolah-olah waktu berhenti sejenak di sekitarnya.

Ia menjauh dari teman-temannya, memberikan ruang agar pembicaraannya dengan orang di seberang tidak terdengar. “Halo,” sapanya dengan suara tercekat.
“Iya, aku baik,” jawabnya, namun nada suaranya terdengar cemas.
“Apa? Amerika?” teriaknya hampir tidak percaya, lalu sadar dan kembali merendahkan intonasi suaranya.
“Aku belum bisa putuskan sekarang, tapi akan aku pertimbangkan dulu,” ucapnya dengan ragu
Karan memperhatikan perubahan ekspresi Surya ketika temannya itu kembali mendekat. "Ada apa, Ya?" tanyanya dengan rasa ingin tahu yang membuncah.

Surya yang masih terkejut menatap layar teleponnya sebentar sebelum memasukkannya ke dalam tas. Ia bingung dengan apa yang harus dilakukannya, hatinya masih berdegup kencang seperti kuda yang berpacu.
"Tadi... telepon dari... ibu," akhirnya ia ungkapkan dengan suara yang gemetar.

Ia merapikan barang-barangnya ke dalam tas dengan terburu-buru. "Gue balik duluan ya!" ucapnya cepat. Surya berpamitan pada semua teman satu timnya dengan melakukan fist bump, seakan ingin cepat-cepat melarikan diri dari situasi yang membingungkan ini.
Karan ikut berdiri dari duduknya, dengan tergesa-gesa ia memasukkan barang-barangnya ke dalam tas. "Gue juga, duluan ya," katanya, memberi tahu bahwa dia juga akan segera pergi.

“Gak ikut ngopi dulu buat rayain?” ajak salah satu rekannya.

“Next time, bro,” jawab Karan dengan ramah, ia membalas mereka dengan lambaian tangan lalu mengejar Surya dengan berlari kecil.

Fearless (selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang