Sepanjang jalan di mobil tadi mereka hanya diam, Praya tidak berniat memulai pembicaraan dan Gaura juga melakukan hal yang sama. Sampai mobil berhenti di sebuah café bernuansa klasik tidak jauh dari rumah Gaura.
Praya rasa café ini cukup nyaman untuk mereka mengobrol.
Keduanya turun dari mobil, Praya berjalan lebih dulu membuka pintu, membiarkan Gaura untuk masuk duluan. Praya memilih ruang private agar tidak ada gangguan dari suasana ramai di sana.
Pelayan menutup pintu seraya keluar dari sana begitu selesai mencatat pesanan mereka, keduanya kembali diam. Praya terlihat sibuk dengan ponselnya sebentar sebelum akhirnya mengalihkan padangannya kepada perempuan cantik di depannya ini.
"Kamu mau lanjut S3 yah?" Untuk pertama kalinya, Praya mengeluarkan pertanyaannya yang diawali dengan basa-basi, pria itu sudah meletakkan ponselnya.
"Iya. Kamu tahu kenapa saya bisa ada di sini sekarang?" Gaura menatap Praya tanpa keraguan sama sekali, dia terbiasa menatap mata seseorang saat berbicara dengannya.
"Tahu. Karena kamu setuju menikah dengan saya, kan?"
Gaura menarik senyum di bibirnya, bukan itu jawaban yang ada di kepalanya saat ini. "Kamu mau?"
"Kenapa tidak?"
"Kamu tidak mengenal saya loh."
"Tidak apa-apa, kita bisa saling mengenal nantinya."
"Umur kamu berapa?" Tanya Gaura langsung. Dari segi fisik, pria di depannya ini sudah cukup dewasa yang tentunya berusia lebih tua darinya mungkin sekitar 3 sampai 4 tahun.
"Tiga puluh."
Sekali lagi Gaura tersenyum, dia sudah bisa menyimpulkan. "Kamu menikah karena sudah keburu umur?"
Praya membalas senyum itu. "Tidak. Kamu pikir saya menikah karena sudah tua?"
"Saya tidak sepicik itu. Menikah tidak segampang itu, Gaura. Nama kamu Gaura, kan?" Lanjut Praya, pria itu memundurkan tubuhnya bersandar pada kursi.
"Gaura Amandine." Katanya menyebutkan nama lengkapnya.
Praya menarik senyum di bibirnya lalu ikut menyebutkan nama lengkapnya. "Jazlan Abhipraya." Mereka berdua tidak bersalaman, layaknya orang berkenalan pada umumnya.
"Kamu punya pacar?" Tanya Praya.
Gaura menggeleng.
"Teman dekat atau ntah apapun sekarang orang menyebutnya?"
"Tidak ada."
"Kamu sibuk apa?"
"Ayah nggak cerita kalau saya dosen?" Praya menggeleng, dia memang tidak banyak bertanya karena ingin mendapat informasi langsung dari orangnya.
"Sudah sejak kapan?"
"Sekitar satu tahunan. Kamu tidak punya pacar?" Kali ini Gaura yang bertanya.
"Tidak ada. Lagipula saya tidak mungkin ada di sini kalau saya punya pacar, laki-laki macam apa saya kalau begitu."
Mau tidak mau Gaura menarik senyum di bibirnya. "Tapi teman seprofesi kamu banyak yang melakukannya loh."
"Memang banyak yang begitu tapi mereka juga tidak mungkin melakukan itu ke kamu. Mereka masih ingat nyawa."
Gaura tertawa kecil. "Tapi kamu termasuk golongan itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
TOLERATE IT
RomanceGaura terlalu terpaku dengan hidup nyamannya hingga tidak pernah terpikir untuk menikah. Tapi tanpa dia ketahui, ternyata Ayahnya memberikan syarat padanya jika ingin melanjutkan pendidikan doktornya. Yaitu, dia harus menikah. Lebih buruknya lagi, t...