Sesuai janji Tuhan yang dituliskan dalam firman-Nya, bahwa sesungguhnya dibalik kesulitan ada kemudahan. Tuhan mengulangnya sebanyak dua kali. Terus, apa lagi yang perlu diragukan? Yang perlu dikhawatirkan? Jika Tuhan saja sudah menjanjikannya dengan begitu jelas.
Ketika akhirnya Gaura sudah benar-benar merasa beban itu terangkat. Saat dia sudah tidak memusingkan tentang apa yang sebelumnya selalu menjadi beban untuknya. Rasanya begitu indah. Gaura kembali menikmati hidupnya bersama Praya. Masa-masa sulit itu sudah dilaluinya.
Gaura sedang sibuk belakangan ini. Jadwal kuliah dan jam mengajarnya benar-benar padat. Sering kali dia bahkan pulang lebih lambat dari Praya sendiri. Tapi bagusnya, dia sekalian diantar dan jemput oleh Praya.
Mereka memutuskan untuk mengganti mobil yang lama beberapa bulan lalu karena merasa mobil itu memang sudah layak diganti. Praya memilih SUV hitam keluaran terbaru. Toh, mereka juga tidak sering mengganti mobilnya, hanya sekali ntah dalam berapa tahun. Itu pun Praya pilih setelah pertimbangan yang cukup lama sampai akhirnya memutuskan. Gaura sendiri tidak terlalu ambil pusing. Dia tidak paham dengan dunia otomotif. Dari dulu dia tidak punya mobil sendiri.
Gaura sedang menunggu Praya menjemputnya. Langit sudah mulai gerimis, Gaura meneduh di koridor depan parkiran. Tidak lama akhirnya Praya datang, pria itu membunyikan klakson. Gaura buru-buru lari dan masuk ke dalam mobil.
"Kenapa langsung masuk sih? Aku baru mau turun ngasih payung," komentar Praya.
"Deket doang itu, Mas." Gaura meletakkan tas laptop dan beberapa mapnya di kursi belakang.
"Mau makan di luar, apa di rumah?"
"Di rumah aja?"
"Masih sempet masak?" Gaura mengangguk. "Kan juga biasanya begitu."
Praya menurut. Dia menjalankan mobil sembari mengobrol dengan perempuan yang duduk di kursi penumpang di sampingnya. Bertanya tentang kegiatan perempuan itu hari ini. "Mas, aku kok kayak mual-mual terus, yah? Apa aku hamil?" Tanya Gaura dibeberapa saat setelah perbincangan mereka yang sebelumnya berakhir.
Praya melirik istrinya. Ini bukan pertama kalinya Gaura seperti ini. Mungkin hampir tiap ada ciri-ciri kehamilan, perempuan itu akan begitu bersemangat. Bukannya dia tidak senang. Hanya saja Praya tidak tega ketika akhirnya Gaura memeriksanya dengan alat, perempuan itu akan menangis tersendu-sendu ketika alat itu menunjukkan hasil yang tidak sesuai dengan yang dia inginkan. Praya hanya tidak bisa melihat Gaura kecewa seperti itu.
"Mungkin kamu telat makan, jadi mual-mual," Praya menanggapi.
Gaura menghela nafasnya. "Nggak, Mas. Kali ini beneran deh kayaknya. Aku makan bener kok tadi, nggak telat sama sekali." Katanya masih penuh semangat.
Dan ini bukan pertama kalinya Gaura merasa yakin seperti ini. Bahkan setiap kali, Gaura selalu merasa yakin. Tapi lagi-lagi Praya memilih untuk tidak menanggapi. Takut jika nanti tanggapannya malah melukai hati perempuan itu.
"Singgah apotik coba, Mas. Aku mau beli testpack." Pinta Gaura.
Praya menoleh. Dia bingung, apakah dia benar harus menuruti keinginan Gaura untuk singgah di apotik lalu perempuan itu akan memeriksanya begitu sampai di rumah, dan lagi-lagi merasakan kekecewaan saat hasilnya tidak seperti yang dia kira. Tapi, Praya lebih tidak tega ketika mengabaikan keinginan Gaura.
"Di situ yah Mas, pas belokan di depan nanti ada apotik," kata Gaura lagi, menjelaskan.
Praya akhirnya mengangguk. Jika sudah seperti ini, tidak mungkin baginya tidak menuruti istrinya. Praya benar-benar menghentikan mobilnya ketika sudah berada di depan apotik yang Gaura maksud. Perempuan itu mengambil dompet dari dalam tasnya, bersiap untuk turun. "Mas ada yang mau dititip?" Tanyanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOLERATE IT
Lãng mạnGaura terlalu terpaku dengan hidup nyamannya hingga tidak pernah terpikir untuk menikah. Tapi tanpa dia ketahui, ternyata Ayahnya memberikan syarat padanya jika ingin melanjutkan pendidikan doktornya. Yaitu, dia harus menikah. Lebih buruknya lagi, t...