18 tahun menikah
Sejak dulu, Praya mau pun Gaura selalu berdoa agar nama yang mereka berikan pada putranya benar-benar bisa menjadi kenyataan. Terutama Praya, dia ingin sekali putranya menjadi orang yang bisa berguna untuk orang lain, punya sifat yang baik dan disayangi oleh semua orang. Sebenarnya keinginannya hanya sampai disitu saja, tidak pernah berharap terlalu tinggi bahwa anaknya bisa menjadi salah satu yang mendapat karunia besar dari Tuhan yang bisa menghafal seluruh isi kitabnya.
Tapi hari ini, Praya dan Gaura hadir di acara yang membuat keduanya menangis terharu atas pencapaian luar biasa yang Hafizh lakukan. Ini adalah sebuah kado yang paling indah yang pernah keduanya dapat.
Dari kandungan sampai lahir Praya selalu membacakan lantunan ayat-ayat untuk putranya, agar dia terbiasa mendengarnya. Agar sejak dini, Hafizh mengenal ajaran-ajaran agama, Praya sering mengajaknya untuk salat bersama. Hal-hal kecil lainnya pun selalu berusaha untuk diajarkan.
Sampai Praya mulai mencoba untuk mengajarkan anak itu menghafal surah-surah pendek. Sebenarnya di sekolah pun tetap diajarkan. Namun dia ingin membimbing anaknya sendiri. Karena bagaimana pun itu tetaplah tanggung jawabnya sebagai seorang ayah. Lambat laun ternyata Hafizh senang dan malah ketagihan untuk terus menghafalkan ayat-ayat yang lain.
Memang tidak secepat itu, karena Hafizh tetap sekolah umum, dia menghafal hanya di rumah saja setelah pulang sekolah dan dibantu oleh Praya atau Gaura untuk memperlancar hafalannya setelah salat magrib sampai isya. Gaura sangat senang melihat anaknya, apalagi Praya, pria itu rasanya bisa memeluk bumi saking senangnya melihat anaknya yang benar-benar tumbuh sesuai harapan dan doanya.
Butuh 4 tahun lebih untuk Hafizh menyelesaikan hafalannya. Tidak semudah dan seindah dibayangan. Anaknya itu sering sakit karena kelelahan harus sekolah, mengerjakan PRnya dan juga tetap ada waktu bermain. Ada juga saat dimana Hafizh rasanya mau menyerah karena sudah lelah. Tapi Praya selalu berusaha untuk mengembalikan semangat anaknya dengan memberinya nasihat.
Disatu waktu, Hafizh menangis saat diminta Praya untuk mengaji selepas magrib. Anak itu sedang kecanduan bermain iPad setelah seminggu yang lalu mereka memutuskan memberikan iPad untuk Hafizh setelah berhasil menamatkan juz 15. Mereka pikir diumur Hafizh yang 13 tahun, anaknya sudah bisa mengontrol diri untuk tidak kecanduan dengan benda itu. Tapi nyatanya, Hafizh tetaplah anak-anak pada umumnya. Karena game yang dia install, sekarang Hafizh menangis karena disuruh mengaji.
Praya tidak menyalahkan siapa pun karena Hafizh seperti ini. Walau pun memang benar Gaura yang membantu membujuknya agar dia setuju membelikan iPad untuk Hafizh, nyatanya dia juga ikut bersalah. Andai dia tetap berkeras untuk tidak menuruti, ini tetap tidak akan terjadi.
Mereka memang belum pernah memberikan gadget untuk Hafizh disaat teman-temannya sudah punya ponsel keluaran terbaru. Rasanya, anaknya itu belum butuh juga. Kalau ada masalah sekolah, biasanya akan masuk ke ponsel Gaura. Tapi mereka juga tidak membiarkan anaknya ketinggalan zaman. Mereka kerap meminjamkan ponsel pada Hafizh untuk bermain game sebentar, Gaura selalu memantau kegiatan anaknya.
Sejak masih balita pun, Hafizh hanya boleh menonton TV di hari minggu untuk beberapa jam. Mata untuk anak seusianya masih rentan terhadap layar sehingga Gaura membatasinya. Kalau ada hal yang paling sulit untuk mendisiplinkan Hafizh, itu adalah screen time. Tak jarang Hafizh menangis meraung-raung ingin menonton TV. Tapi semakin lama akhirnya Hafizh mengerti dengan jadwalnya.
"Jadi kamu mau apa?" Tanya Praya dengan tegas pada putranya. Mereka masih berada di atas sejadah dengan Hafizh yang masih menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOLERATE IT
RomanceGaura terlalu terpaku dengan hidup nyamannya hingga tidak pernah terpikir untuk menikah. Tapi tanpa dia ketahui, ternyata Ayahnya memberikan syarat padanya jika ingin melanjutkan pendidikan doktornya. Yaitu, dia harus menikah. Lebih buruknya lagi, t...