11: maaf dan kesempatan

1.3K 90 6
                                    

                Selepas menunaikan kewajibannya diwaktu fajar, Praya bersiap untuk lari pagi, keliling komplek rumah seperti hari biasanya. Praya tersenyum melirik perempuan yang masih tertidur pulas di kasur besar mereka, dia mendekat, mencium puncak kepala Gaura. Perempuan itu bergerak merasakan sentuhan, matanya perlahan terbuka, dengan kesadaran yang bahkan belum terkumpul sepenuhnya, Gaura dapat melihat Praya yang tersenyum padanya.

"Mas mau lari?" Tanyanya dengan suara serak bangun tidur.

"Iya." Praya mengangguk.

Gaura sudah tau kebiasaan pria itu, hampir setiap hari, Praya rutin lari pagi. Kalau sedang hari kantor, Praya biasanya hanya lari keliling komplek saja, tapi saat akhir pekan, Praya sering menambah kegiatannya boxing di halaman belakang, lengkap dengan samsak besar yang memang sudah dipersiapkan.

Gaura biasanya ikut, tapi tidak selalu, dan untuk hari ini dia lebih memilih untuk tidur saja karena semalam dia begadang mempersiapkan ujian dan memeriksa tugas mahasiswanya.

Ketika Praya sudah keluar, Gaura kembali menutup mata untuk menyambung tidurnya.

Praya baru selesai, keringat ditubuhnya sudah membasahi baju. Saat masuk ke rumah, dia melihat Gaura yang sudah sibuk di dapur, sepertinya memasak sarapan. Praya memilih untuk tidak mengganggu, dia masuk ke kamar untuk mandi dan membersihkan dirinya.

"Masak apa?" Tanya Praya setelah mandi, sudah lengkap dengan seragam kerjanya.

Gaura tersenyum, "Aku nggak lihat Mas dateng," katanya bingung. Dia sama sekali tidak melihat dan menyadari kepulangan pria itu.

"Kamu sibuk masak, aku nggak mau ganggu jadi langsung masuk mandi." Gaura mengangguk paham.

Kaos besar Praya menjadi pilihan bajunya pagi ini, setelah mencuci muka dan menggosok giginya, Gaura menarik satu kaos Praya dari lemari dan memakainya, celana pendek yang dipakainya menghilang tertutupi kaos. Ntah sejak kapan, Gaura jadi suka memakai kaos Praya untuk kegiatannya di rumah, rasanya lebih adem.

Gaura menyelesaikan menu sarapannya hari ini, waffle dengan siraman madu diatasnya. Senyum di bibirnya terukir saat melihat Praya yang sudah duduk menunggunya di meja makan, kedua tangannya membawa piring lalu meletakannya di depan Praya dan satu untuknya.

"Mas, mau selai?" Kata Gaura menawarkan.

"Nggak usah, ini aja cukup."

Keduanya mulai menikmati sarapan dalam diam. Gaura tau bahwa Praya tidak suka mengobrol saat makan, pria itu diam dan fokus menyantap makanannya, kebiasaan itu akhirnya dimaklumi dan kini dia juga menerapkan hal yang sama. Salah satu kebiasaan Praya yang lain adalah minum kopi dipagi hari, namun Gaura sudah melarang, dia perlahan mengubah kebiasaan Praya itu menggantinya dengan teh atau jus buah tanpa gula.

"Manis strawberry-nya, beli di mana?" Tanya Praya setelah menghabiskan segelas jus yang dibuatkan Gaura.

"Kemarin pas pulang singgah ke super market beli buah, keinget pas di jalan." Jawab Gaura, dia ikut meminum jatah jusnya. Dia mengangguk, rasanya seperti yang Praya ungkapkan, manis.

"Mas masih minum kopi di kantor?" Tanya Gaura, keduanya sudah menyelesaikan sarapan, Praya berdiri membawa alat bekas makan mereka ke westafel.

"Masih, paling abis makan siang sekalian beli kopi di kantin,"

"Mas ih udah nggak usah dicuci, biar aku aja nanti, sana gih berangkat," cegat Gaura buru-buru, dia menghampiri Praya menahan lengan pria itu.

TOLERATE ITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang