Seringnya, apa yang sudah kita rencanakan tidak berjalan sesuai dengan apa yang kita inginkan. Bahkan saat berpikir semuanya sudah selesai, nyatanya apa yang Tuhan kehendaki tetaplah menjadi sebuah realita yang harus dijalani.
Diwaktu dia menutup kelasnya, membiarkan seluruh mahasiswa keluar dan mengosongkan kelas, Gaura tidak pernah terpikir akan bertemu lagi dengan pria itu. Berdiri di samping pintu kelasnya. Bahkan ketika satu minggu sudah terlewati dan berpikir mereka tidak akan pernah bertemu lagi, nyatanya saat ini Gaura kembali terdiam di tempatnya untuk beberapa saat.
Dikeheningan sore itu, Gaura memilih untuk melangkah pergi meninggalkan pria itu di sana. Dia harus tegas dengan dirinya sendiri. Jika pria itu pernah meninggalkannya seenaknya, bukankah dia juga berhak untuk meninggalkan pria itu? Sama seperti yang pria itu lakukan dulu padanya.
Dia berhak mengabaikan Kahfi sebagaimana dulu pria itu mengabaikannya lalu menghilang bak ditelan bumi.
Dia tau Kahfi mengejarnya, langkahnya dia hentikan ketika Kahfi sudah berada di depannya. Gaura melirik sekelilingnya, masih ada beberapa mahasiswa di sana, dia tidak mungkin membuat drama dan menjadi tontonan. Hal pertama yang harus dia lakukan adalah menjauh dari keramaian itu.
"Aku mohon diam dan ikut saja dulu, aku nggak mau jadi tontonan orang-orang di sini." Bagaimana pun Gaura harus tau menjaga image-nya sebagai dosen di sini dan tidak membuat keributan.
Kahfi mengangguk lalu sesuai permintaan Gaura, dia diam dan mengikuti kemana perginya perempuan itu.
Gaura berhenti di sebuah taman terbuka, di sana sepi, sudah tidak ada mahasiswa yang biasanya menggunakan taman itu untuk membunuh waktu. Gaura berbalik, tatapannya terlihat sudah jauh lebih tenang dibanding satu minggu yang lalu. "Bagaimana kamu tau aku di sini?" Tanya Gaura langsung, dia sama sekali tidak menduga Kahfi akan menemukannya di sana.
"Seminggu aku selalu ke cafe itu, berharap kamu akan ke sana. Tapi ternyata kamu tidak pernah datang lagi. Sampai temen kamu waktu itu datang, dan akhirnya aku tau kamu ngajar di sini. Nggak nyangka aku, ternyata kamu jadi dosen." Katanya menjelaskan.
Sejak hari itu Gaura memang tidak pernah lagi datang, padahal biasanya, hampir tiap makan siang Gaura akan ke sana. Tapi perempuan itu sudah menduga Kahfi akan datang. Maka dari itu Gaura menghindar, sebisa mungkin, dia menghindari daerah itu. Gaura juga biasanya membeli minuman yang ada di sana, satu daerah dengan cafe langganan makan siangnya. Tapi semenjak itu, Gaura memilih untuk tetap tinggal di kampus dan men-delivery makan siangnya.
"Aku sengaja. Karena aku tau kamu bakal ke sana."
"Kamu benar tidak mau kasi aku kesempatan untuk menjelaskan? Aku hanya ingin membuat perasaan ku lega, Aura. Aku tidak ada maksud apa pun. Aku mengerti kamu sudah menikah dan sudah punya kehidupan yang berbeda. Tapi ini untuk kita berdua, supaya kita sama-sama lega." Pinta Kahfi lagi, suaranya terdengar putus asa. Beberapa kali pria itu menghela nafas.
Gaura terdiam cukup lama sebelum akhirnya mengeluarkan isi kepalanya yang tiba-tiba terasa penuh. "Seharusnya sejak awal kamu tau, tindakan yang kamu ambil itu punya konsekuensi. Lalu kenapa sekarang seakan kamu yang paling tersiksa?"
"Tidak mudah untuk aku bisa berpikir hari itu, Aura. Semuanya terjadi begitu tiba-tiba. Yang ada dikepala ku saat itu hanya menyelesaikannya secepat mungkin dan kembali mencari mu, walau nyatanya kesempatan itu baru ada sekarang."
"Kalau begitu aku juga bisa bilang kalau kesempatan itu sudah berakhir. Hari dimana aku mencoba nyari kamu ke seluruh Malaysia bahkan rela untuk pulang ke Indonesia untuk cari kamu yang bahkan saat itu kamu tau aku jarang pulang untuk keluarga aku sendiri. Jangan jadi lebih egois daripada ini, Kak." Ucapnya tajam, matanya masuk menusuk manik hitam milik pria yang kini berdiri di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOLERATE IT
RomanceGaura terlalu terpaku dengan hidup nyamannya hingga tidak pernah terpikir untuk menikah. Tapi tanpa dia ketahui, ternyata Ayahnya memberikan syarat padanya jika ingin melanjutkan pendidikan doktornya. Yaitu, dia harus menikah. Lebih buruknya lagi, t...