Mempersiapkan pernikahan memang sangat rumit. Bahkan untuk pernikahan yang sudah dirancang sangat sederhana tetap membutuhkan waktu dan tenaga yang tidak sedikit. Apa yang dikatakan Praya waktu itu benar terjadi, setelah mengantar Gaura pilates, saat itu juga dia langsung berbicara pada Basri mengenai pernikahan mereka.
Setelahnya yang terjadi adalah berbagai macam perdebatan, terutama Gaura dan kedua orang tuanya. Begitu banyak yang perlu mereka putuskan dari banyaknya hal yang ternyata tidak satu pemikiran. Namun, Gaura tidak berniat untuk pasrah dan mengikuti semua keinginan orang tuanya, terutama Riani yang rupanya sudah banyak memikirkan konsep tentang pernikahan putri satu-satunya.
Sudah empat hari berlalu sejak hari dimana Praya memutuskan untuk mereka menikah yang berarti tersisa tiga hari lagi pelaksanaan pernikahan itu digelar dan saat ini Gaura sedang berbaring terlentang di atas kasur, menatap langit-langit kamarnya dengan seluruh pemikiran yang terasa begitu penuh.
Gaura menyadari bahwa keputusannya ini cukup berbahaya, masih banyak hal yang harus dia pikirkan sebenarnya. Namun ntahlah, segenap jiwanya mengarahkan dia untuk tetap melanjutkan hal ini. Padahal jauh dari lubuk hatinya, Gaura masih memikirkan suatu hal yang sudah lama tidak diingatnya, atau mungkin berusaha tuk ia lupakan.
Rumahnya sudah mulai ramai, sudah ada sanak keluarga yang datang menginap di rumah yang sudah dihias dengan berbagai macam dekorasi yang sebenarnya menurut Gaura tidak terlalu penting. Gaura hanya ingin pernikahan yang sangat sederhana sekali, bahkan Gaura hanya ingin akad tanpa resepsi, tapi tentu saja itu hanya sebuah angannya saja, karena dengan tegas Basri tidak setuju tentang hal tersebut.
Ditengah keheningan kamarnya serta kebisingan isi kepalanya, Gaura tersentak saat ponselnya berdering. Dia bahkan sudah melupakan benda pipih itu sejak beberapa menit yang lalu, Gaura meraih ponselnya, nama Praya muncul di layar, pria itu menelfonnya.
"Assalamualaikum Gaura."
"Waalaikumsalam Mas, kenapa?"
"Saya sudah di jalan menuju rumah kamu, hari ini kita fitting baju buat resepsi." Kata Praya memberikan informasi sekaligus mengingatkan perempuan itu.
Gaura melihat ke arah jam dindingnya lalu merutuki dirinya sendiri, sudah berapa lama dia hanya termenung sampai tidak sadar bahwa sekarang sudah jam empat sore dan memang mereka sudah janjian untuk fitting baju kemarin malam.
"Astaga, Gaura lupa Mas, gak papa yah tungguin sebentar, aku baru mau mandi dulu, bentar kok," Ujarnya cepat sambil terduduk di atas ranjangnya.
Terdengar suara Praya yang tertawa di sana. "Iya ntar Mas bisa ngobrol sama Ayah dulu di bawah, kamu santai aja." Satu dari sekian hal yang mungkin membuat Gaura mau melanjutkan proses perkenalan ini adalah karena suara Praya yang ntah bagaimana selalu bisa membuatnya tenang, Gaura selalu suka mendengar suara pria itu.
"Oke Mas, maaf yah."
"It's okey." Praya memutuskan sambungan setelah mendengar balasan salam Gaura.
Gaura mandi dan berpakaian dengan cepat, Praya sudah mengabari bahwa dia sudah ada di bawah dan sedang berbincang dengan seluruh keluarganya, dan Gaura yakin sekali kalau pria itu sudah menjadi santapan empuk keluarganya yang kepo setengah mati karena Basri ternyata sedang keluar dan Gaura tidak tau tentang itu.
Untuk itu, Gaura harus bersiap dengan cepat, bahkan dia memilih untuk membawa pouch berisi makeup-nya untuk melakukan kegiatan itu di mobil saja, apapun asal Praya bisa terselamatkan dari sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOLERATE IT
RomansaGaura terlalu terpaku dengan hidup nyamannya hingga tidak pernah terpikir untuk menikah. Tapi tanpa dia ketahui, ternyata Ayahnya memberikan syarat padanya jika ingin melanjutkan pendidikan doktornya. Yaitu, dia harus menikah. Lebih buruknya lagi, t...