Gaura tetap diam dalam perjalanan. Tapi isakannya sama sekali tidak berhenti maupun mereda. Hatinya sakit sekali mendengar apa yang seharusnya tidak dia dengar. Tidak. Dia mendengar sesuatu yang harusnya tidak pernah diucapkan oleh siapa pun itu. Tidak ada yang berhak menghakiminya disaat Praya sendiri sama sekali tidak pernah mempermasalahkan itu.
Praya juga tidak berkata apa pun. Dia membiarkan Gaura untuk menangis selama perjalanan. Biarlah istrinya menumpahkan kesedihannya. Keduanya sama-sama diam.
Gaura langsung keluar dari mobil, masuk ke dalam rumah dan menangis sejadinya. Sebagian dari dirinya justru membenarkan apa yang perempuan itu ucapkan tadi. Mereka tidak sepenuhnya salah. Bahkan sebenarnya, dia pun terkadang berpikir seperti itu. Praya lebih dari pantas untuk mendapatkan istri yang lebih baik darinya. Diusianya yang sekarang, Praya seharusnya sudah mempunyai keturunan. Dan Gaura dengan keegoisannya terus menunda itu.
Gaura menoleh ketika pintu dibuka, Praya ikut masuk. Praya mencoba mendekati istrinya, dia melihat kedua mata indah itu sudah memerah dan bengkak. Praya bingung ketika Gaura menghindarinya. Dia melangkah mundur ketika Praya mencoba memeluknya.
"Ada apa? Kamu kenapa? Apa yang terjadi?" Tanya Praya bingung.
Gaura menggeleng. "Ceraikan aku sekarang, Mas!"
Praya mematung. Dia tidak pernah berpikir akan mendengarkan itu dari Gaura. Bahkan untuk selamanya. Praya langsung menggeleng. "Istigfar, Gaura. Kamu seperti orang yang tidak punya agama!" Kata Praya tegas. Kali ini Gaura sudah keterlaluan.
"Ceraikan aku, Mas! Ceraikan aku! Apa yang mereka bilang benar, aku nggak becus, aku nggak pantas untuk jadi istri kamu!" Teriaknya histeris. Nafanya tersendat-sendat.
Praya diam, mencoba menangkan dirinya sendiri. Dia tidak boleh ikut emosi karena Gaura sepertinya sedang kalut. Praya memijit pelipisnya yang seketika berdenyut. Dia bahkan belum tau apa yang sebenarnya terjadi ini. "Mau kamu bilang seribu kali, satu juta kali pun, aku tidak akan menuruti, kamu. Kamu yang bilang sama aku untuk jangan pernah tinggalkan kamu, Gaura!" Praya kembali mengatakannya dengan tegas. Dia tidak suka dengan Gaura yang seperti ini.
"Kamu kenapa? Siapa mereka?" Tanya Praya, kali ini suaranya sudah mulai normal.
"Mereka bilang aku nggak pantas, Mas. Kamu, kamu, harusnya punya istri yang lebih baik dari aku. Bukan yang cuman ngejar pendidikannya dan nggak peduli sama kamu!" Gaura terduduk jatuh lemas di lantai. Kakinya sudah terlalu lemah untuk menopang tubuhnya sendiri.
Praya menghela nafasnya. Dia ikut duduk, mensejajarkan tubuhnya dengan Gaura. "Siapa yang bilang begitu? Dan sejak kapan kamu peduli dengan kata-kata orang, hm? Yang harus kamu pedulikan itu apa kata ku. Dan selama ini apa aku pernah mengeluh ke kamu?" Gaura menggeleng dengan lemah.
"Kalau begitu, apa yang membuat kamu ragu?"
Gaura diam tidak menjawab.
"Mau apa pun kata orang. Itu tidak penting. Mereka hanya orang-orang tidak punya kerjaan yang suka mengurusi hidup orang. Mungkin hidupnya sudah terlalu berantakan sampai tidak mampu lagi mengurus hidupnya sendiri. Kan, kamu tau, orang-orang seperti itu tidak berhak mengatur hidup kamu, mereka tidak menyumbang apa pun." Kata Praya kembali agar Gaura lebih tenang.
Perlahan, Praya mencoba meraih istrinya. Gaura menggeleng, dia kembali menolak. "Mas, kamu tidak pernah terpikir untuk mencari perempuan lain?"
"Istigfar Gaura! Untuk apa aku mencari perempuan lain sedangkan aku punya kamu yang sempurna?"
"Tapi aku egois, Mas. Dulu aku nggak mau punya anak, disaat aku sebenarnya baik-baik saja." Praya menggeleng. "Aku mengerti dengan kamu. Kamu punya alasan untuk itu. Kamu merasa belum sanggup, maka tidak apa. Daripada anak itu tidak mendapat perhatian dan pendidikan yang seharusnya. Kamu justru tidak egois. Kamu menyayangi anak kamu kelak, kamu ingin memberikan yang terbaik untuk dia, disaat kamu sudah siap."

KAMU SEDANG MEMBACA
TOLERATE IT
RomanceGaura terlalu terpaku dengan hidup nyamannya hingga tidak pernah terpikir untuk menikah. Tapi tanpa dia ketahui, ternyata Ayahnya memberikan syarat padanya jika ingin melanjutkan pendidikan doktornya. Yaitu, dia harus menikah. Lebih buruknya lagi, t...