Katakan, manusia mana yang tidak mengenal Harley Titanic, seorang kriminal sejati yang dipaksa mati di usia 45 tahun. Seonggok pemasok narkoba, pengedar ganja. Mafia terbengis penguasa LA.
Padahal api neraka sudah siap menyambut kedatangannya, namun...
Hai, Guys.. Lama banget aku ga revisi ini bab. Di satu sisi mager banget, di sisi lain juga ga ada waktu.
Jadi baru bisa revisi sekarang. Selamat membaca, Guys..
🕰️🕰️🕰️
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rumah yang bagus, bukan?" suara Teresa mengalun ringan, hampir seperti nada menggoda.
Harley mengangkat wajahnya, menatap bangunan megah di seberang jalan yang tampak begitu megah. Rumah itu menjulang anggun di tengah halaman yang begitu luas, berdiri kokoh dengan dinding bercat putih gading, tampak bersinar lembut di bawah pancaran lampu-lampu taman.
Pilar-pilar besar menopang teras depan, menambah kesan aristokrat pada keseluruhan desainnya, di kelilingi pagar yang menjulang megah, seolah menutup akses bagi siapa pun yang ingin masuk tanpa izin.
Gerbang raksasa berdiri angkuh, menjulang ke langit malam dengan kehadiran yang mengintimidasi. Gerbang itu terbuat dari logam hitam pekat dengan ukiran rumit yang terlihat seperti akar-akar pohon merambat, tampak begitu kokoh, begitu gahar, memberi kesan bahwa pemilik rumah bukan orang sembarangan.
Di halaman, air mancur marmer berdiri sebagai pusat perhatian, airnya memancur lembut seperti musik yang tak terdengar. Taman yang terawat sempurna menghampar di sekeliling, penuh dengan bunga-bunga berwarna cerah yang tersusun dalam pola simetris. Di sisi kanan, sebuah gazebo kayu berdiri, dihiasi tirai tipis yang melambai perlahan tertiup angin malam.
Para penjaga, berjumlah lebih dari selusin, tersebar di berbagai sudut halaman. Sebagian berdiri tegap di dekat gerbang utama, tangan mereka--yang seharusnya menggenggam senjata untuk meningkatkan kewaspadaan, justru memegang secangkir kopi yang masih mengepulkan asap.
Sebagian memilih duduk di bangku-bangku kecil di dekat gazebo, berbicara pelan sambil menikmati rokok atau secangkir kopi.
Harley mengangkat alis terkejut. Penjaga di seberang jauh lebih santai daripada para penjaga rumahnya dulu.
"Rumah siapa itu?" tanya Harley, matanya masih menatap lurus pada bangunan megah di seberang jalan.
Teresa melirik rumah itu sejenak, lalu menyeringai. "Tentu saja rumah pemilik tubuh ini, tubuh yang saat ini kau tempati."
Harley menoleh cepat. "Jadi, ini rumah Gala? Anak Dewata? Anak manja dan cengeng itu?"
"Yaa... ini rumah Gala, putra tunggal Dewata dan Carriesa. Gala begitu diistimewakan, namun karena kecerobohannya, dia harus merenggang nyawa pagi ini. Dan seakan keajaiban terjadi, sekarang kau di sini, memakai tubuhnya. Jadi, secara teknis, rumah itu milikmu sekarang."
Harley terdiam, matanya menyapu rumah besar itu dan para penjaganya. Ia masih tidak percaya jika perpindahan jiwa itu ada. Sekarang kakinya benar-benar menapak tanah, itu artinya... dia benar-benar hidup di raga Renggala.