10. Raka dan Pertemuan yang Paling Dinantikan

129 32 7
                                    

RAKA menepikan jeep wrangler -nya cukup jauh dari area yang kembali ia coba datangi. Anak cowok itu memastikan sekali lagi bahwa pesan yang dikirimnya  kepada Devaline maupun Baskara benar-benar tersampaikan. Diraihnya jaket jeans denim pemberian Garra sebagai hadiah ulang tahunnya tempo lalu yang tergeletak di kursi sebelah kemudi dan memakainya asal-asalan asal melekat di badan.

Langkah Raka melaju tanpa was-was. Ia menerobos lautan manusia yang sedang menari-nari di lantai dansa. Bangunan itu enggak hanya sekadar menawarkan sebuah kelab biasa. Lama Raka termenung di sofa dan hanya memesan segelas mocktail. Sesekali kepalanya terangkat hanya untuk menyisir secara berkala keberadaan seseorang.

Bang Dentra

mestakung rak!!! percaya sama brother lo satu ini. good luck! sini sun dulu😘

Raka menutup salah satu aplikasi layanan berkirim pesan di ponselnya lalu dijejalkannya benda pipih itu ke dalam saku jaket. Tangannya yang telah meraih gelas kaca dan hendak mencecap isinya kembali ia taruh ke atas meja manakala menangkap samar-samar interaksi dua arah dari orang dewasa.

"Besok saya libur. Ketemu minggu depan saja, ya. Itu pun kalo saya enggak lupa."

Suara wanita itu terdengar begitu elegan, selaras dengan penampilannya yang terbalut gaun berpotongan rendah dan pemulas bibir bewarna berani. Jemari lentiknya melambai anggun kepada sang lawan bicara.

"Tysa? Selanjutnya tamu saya siapa?" masih pada posisinya, wanita di pertengahan kepala tiga itu sedikit mengeraskan suara. Lantaran enggak kunjung mendapat jawaban lebih dari tiga puluh sekon lamanya, wanita itu lekas saja berinisiatif. "Kamu yang lagi duduk, kah? Tapi, sebentar dulu. Seingat saya, saya enggak menerima pelanggan di bawah umur. Kamu kayaknya masih belia. Ada masalah apa sampai bisa kesesat se--"

Wanita bergaun merah menyala yang kontras dengan kulit putih bersihnya tersebut lantas terperangah tatkala sosok yang baru saja ia coba ajak bicara mendongakkan kepala.

Belum sempat Raka mengeluarkan sepatah kata, wanita itu sigap menghampirinya dan memaksa Raka mau tidak mau berdiri.

Raka mengerang  ketika punggungnya menghantam tembok dengan keras. Tamparan mendarat di kedua sisi wajahnya, perih dan amat berdenyut. Kerah jaket Raka juga ditarik hingga jarak tubuh mereka terpangkas habis.

"Mau apa kamu ke sini? Mau rusak juga?" jemari lentik milik wanita itu rupanya dapat menjelma tegas dengan memberi banyak tamparan kecil dan bertubi di pipi Raka. "Oh mentang-mentang punya uang jajan banyak jadi seenak jidat dipakai nyuap keamanan di sini supaya dapet akses masuk? Iya?"

"Apa? Apa yang mau kamu cari di sini?" tanyanya lagi. "Udah enak-enak hidup seneng dan masa depan tertata. Jangan jadi anak yang ngelunjak!"

"Mbak, tamu berikutnya udah nungguin di ru--"

Menangkap suara lain yang rasa-rasanya terdengar enggak asing tersebut membuat Raka spontan menoleh. Raka kaget, namun karena menerima terlalu banyak hal enggak terduga dalam satu waktu menjadikan Raka hanya sanggup terkekeh sumbang lalu memutuskan kontak mata sepihak. Raka kembali mengumpulkan nyali untuk memandangi sosok yang telah lama tunggang-langgang ia cari dan kini akhirnya berada tepat di hadapannya. Ternyata, mata cokelat gelap yang ia punya merupakan duplikat dari sepasang netra milik wanita itu.

"Jangan!" seolah dapat memindai isi kepala seorang anak laki-laki di jangkauannya,  perempuan itu mengacungkan telunjuknya sebagai sebuah sinyal peringatan. "Jangan sekali-sekali terlintas buat menyebutkan nama saya di situasi yang memuakkan seperti ini. Apalagi harus menyiksa saya dengan panggilan yang sama sekali enggak pantas saya sandang."

Raka tersenyum, belum sampai hitungan detik, senyum itu bertukar menjadi sebuah ringisan. Raka memeriksa sudut bibirnya yang ternyata mengeluarkan cairan merah segar. Sakit, tapi enggak seberapa dibanding kata-kata barusan yang harus Raka serap.

•••

Regards,

Icha

Bengkulu, 08 Februari 2024

Raka dan Segala Perayaannya [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang