39. Raka dan Gambaran Ketika Mencoba Memulai Hidup Sehidup-hidupnya Lagi

94 12 2
                                    

"RAKA rame lagi di Bumantarafess! Enggak kalah hotnya kayak desas-desus sebelumnya."

"Udah tau. But, sorry, nggak tertarik."

"Jadi beneran? Kalo ternyata Raka bukan anak kandungnya Baskara Widyadana dan Devaline Sastrawijaya? Ah, sangsi. Mau diliat berkali-kali pun wajah Raka tuh seimbang porsi kemiripannya sama Om Baskara dan Tante Devaline."

"Kayak deket banget, dah, lo bilang orangtuanya Raka pake sapaan om sama tante segala!"

"Tapi biasanya emang gitu nggak, sih? Kalo anak yang diadopsi dari kecil itu tanpa kita sadarin bakal mirip sama orangtua angkatnya."

"Ah, masa?! Asumsi dari mana itu?"

"Lah gue sendiri contohnya! Cuma nggak semengudara Raka aja yang notabene pendiri klub podcast Bumantara kalo diberitain."

"No! Enggak sesederhana itu selentingannya kali ini. Kabarnya nyokap aslinya si Raka ani-ani. Ada kan, yang Raka ketahuan jalan sama tante-tante? Boom! Itu nyokap dia. Parahnya lagi di thread  Raka juga dibilang anak kecelakaan, dan bokap aslinya  masih berstatus napi. Parah sumpah, pokoknya parah banget tuh jari yang ngetik!"

"Ya terus kalo beneran iya kenapa? Kalo gue jadi Raka sih nope, ya. Secara si Baskara raja properti dan Devaline ratu stasiun televisi swasta di negeri kita keliatan sesayang itu, kok, sama Raka terlepas dia anak kandungnya atau bukan. Lo pada nggak tau, kan, kalo ada toko emas dengan nama Raka yang punya cabang di sepenjuru pulau Sumatra? Kata sodara-sodara gue yang udah ngerantau lama di sana, dulunya toko-toko emas itu namanya bokap Raka. Toko emas Baskara. Tapi sewaktu Raka ada, diubah serentak semuanya jadi nama Raka. Apa enggak menangis kita-kita yang fatherless ini denger  begitu?!"

"OH YA?! GILS!"

"Iya makanya biarin aja. Toh, Agraka Widyadana tipikal murid yang nggak rese meskipun udah kaya tujuh turunan. Gue justru berempati karena denger-denger ibu yang ngelahirin dia baru meninggal belum lama ini. So, stop ngabisin energi buat nyerap berita miring begituan guys. Enggak ngaruh di kita. Raka tetep kaya dan sulit buat digapai. Kecuali lo pada bisa nandingin spek kayak si Diraya Tysadyaksa."

"Tauk, nih! Lagian elo, sih, yang mulai duluan."

"Apaan! Mending lo konfir langsung ke orang yang terang-terangan bikin thread-nya. Temen sekelas lo, kan? Si Dentra dan antek-anteknya tiga orang itu?"

"Ogaaah! Siapa yang mau nyari gara-gara sama si Dentra and the geng!"

Kasak-kusuk yang Raka tangkap sejak tiba di sekolah hingga detik ini melintasi koridor demi koridor saat istirahat enggak menyurutkan keinginannya untuk bertemu seseorang.

"Bajingan! Lo ngejual nama gue, Dil! Thread sialan, thread babi! Gue bahkan enggak pernah ngomongin jati diri Raka sama sekali di depan kalian. Akal-akalan dari mana?!"

Empat orang kakak kelas tersebut bertubi-tubi saling melayangkan bogeman. Enggak bertahan lama tampil sebagai jagoan yang membabi buta, Dentra kalah telak dengan jumlah. Raka hanya menyaksikan dalam diam bagaimana kacaunya hubungan pertemanan itu sekarang.

"Cabut, cabut buru! Ada orangnya."

Raka terkekeh begitu salah satu dari tiga orang tersebut masih sempat menyenggol bahunya hingga tubuhnya memundur ke belakang cukup keras. Memegang bahunya yang terasa agak berdenyut, Raka dengan pasti menghampiri Dentra tanpa berniat membantu cowok itu yang menggelepar penuh luka dan lebam di wajah serta hampir di sekujur tubuh.

"Rak, kali ini bukan gue." Dentra mengerang. Dalam keadaan meringkuk seperti bayi, Dentra memegang perutnya yang teramat sakit. "Biar gue jelasin."

"Nggak usah, Bang. Entar yang ada bibir lo makin robek." Meski bel telah berbunyi nyaring pertanda istirahat usai, Raka tetap di sana sampai Dentra berhasil menyandarkan tubuhnya sendiri ke tembok belakang gudang sekolah. "Gue cuma pengin kasih ini aja."

Raka dan Segala Perayaannya [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang