¶¶¶
Dear God - Avenged Sevenfold
•🌻•
"HARI ini jadwal HD-nya jam berapa, sih, Yu?"
Pertanyaan itu berasal dari seseorang yang berdiri di sisi kiri Dahayu.
"Jam empat sore."
Lalu jawaban diwakilkan oleh seseorang yang berada di sisi kanannya. Dahayu sekonyong-konyong tersenyum. "Bodyguard saya nambah satu, Den."
Kendati sempat mendengkus, pada akhirnya Dentra menyeringai lebar. "Bagus, deh! Bodyguard yang baru kinerjanya emang oke bener. Gue sebagai senior jadi merasa terbantu dan punya banyak waktu buat leha-leha."
"Enggak ada istilah leha-leha buat seseorang yang suka ngutang." Dahayu berkomentar. "Kembaliin, Den, uang jajannya Raka. Dan Raka sendiri," jeda Dahayu sengaja. "Kalo Dentra minjemnya seratus, sewaktu dibalikin minta jadi dua ratus, ya."
Dentra tersedak, permen yang baru ia jejal ke mulut lantas lolos begitu saja melewati kerongkongan. Rasanya kecolongan, enggak enak dan sesaat kentara sekali sensasi mengganjalnya. "Mana ada ngutang! Orang ditraktir juga. Ya kan, Rak?"
"Bu, beli es krim yuk!"
Dahayu maupun Dentra seketika berhenti, kompak moneleh ke belakang di mana Raka cukup jauh tertinggal dari mereka. Sejenak Dahayu dan Dentra saling melempar tatapan sama herannya.
"Tumben?" Dentra menautkan alis. "Lagi nggak beres, ya, mood-nya?" bak seorang kakak laki-laki yang mampu diandalkan dalam segala situasi, Dentra merangkul Raka hingga ke gerai es krim terdekat dengan Dahayu yang menyusul di belakang mereka tanpa menyusutkan keceriaan di wajah.
Begitu pesanan tiba, Dentra menyerahkan semangkuk es krim rasa cokelat hanya kepada Raka karena orang dewasa di tengah-tengah mereka menolak dengan dalih mubazir. Padahal, sejatinya Dahayu sudah menaksir bahwa Raka enggak akan berhasil menghabisi jajanan manis itu seorang diri.
Sempat beranjak dari kursi, Raka kembali dengan sebuah sendok yang diserahkannya kepada Dahayu agar mereka melahap es krim bersama-sama.
"Anak cowok bisa semanis ini dibuat kayak gimana sih, Yu? Terus apa kudu lengkap juga, ya, bonyok-nya biar tumbuh cemerlang dan nggak serba gagap dalam nunjukin rasa cinta?" Dentra belum melepas sendok dari mulutnya sehabis mendapati ke-gentleman-an lainnya yang Agraka Widyadana punya. Enggak pernah gagal dalam soal membikin orang yang nggak sengaja menyaksikannya jadi terpana.
Dahayu cekikikan geli. "Den, kamu sayang nggak sama Raka?"
"Sayang?" Dentra yang telah beralih mengunyah kue pukis refleks membelalak. "Yang bener aja, Bu Dahayu! Gue sayang ama duitnya Raka doang. Kagak lebih kagak kurang."
"Masa, sih?" Dahayu sangsi. "Lucu sekali. Saya pengin liat interaksi kalian berdua lebih banyak setiap hari. Habisnya, kamu ke Raka seperti tipikal abang yang hobi ngejailin adiknya. Tapi kalo adiknya dijailin orang lain, kamu duluan yang bakal pasang badan."
"Waduh, kacaaau! Penilaian payah dari mana itu?" Dentra tampil menyebalkan dengan nada remeh-temehnya. "Enggak valid. Rak, bersuara dong! Nyanggah kek, apa protes gitu!"
"Enggak dulu." Raka menyahut singkat. "Terakhir yang gue inget, ternyata dulu gue ngebet banget pengin deket sama lo terus kepedean dianggap sebagai adek. Sekarang, gue sendiri udah jadi abang."
"Kok, ada sensasi pedih-pedih-sedap, sih, di sini?!" Dentra menyentuh dadanya dengan dramatis. "Tapi kan, meskipun lo udah jadi abang, lo tetep butuh sosok abang juga, Rak! Plis, sayangin gue lagi kayak kita masih bocah SD."
KAMU SEDANG MEMBACA
Raka dan Segala Perayaannya [end]
Teen FictionMenyandang nama belakang "Widyadana" tidak serta-merta membuat Agraka tumbuh menjadi anak yang angkuh. Justru kalau bisa semua orang di sekelilingnya Raka rengkuh. Sayangnya, punya jiwa royal tanpa pandang bulu tidak melulu bagus. Buktinya, tak sedi...