RAKA dengar semuanya. Ralat. Raka mencari tahu segalanya.
Tentang kenapa Dentra sering menunggu Dahayu keluar hotel pada pukul dua hingga empat pagi. Tentang Dentra yang bernegosiasi dengan kenalan seorang perawat di bagian administrasi. Bahkan juga tentang keberadaan ibunya, Devaline Sastrawijaya, ketika dirinya dilarikan ketiga temannya ke rumah sakit kala itu. Memang betul Devaline bertemu dokter yang menangani penyakit ayahnya. Tapi Devaline enggak turut serta menceritakan bahwa selain hal tersebut, ibunya bertemu seorang pasien hemodialisis.
"Oh iya, saya ingat. Kamu yang nalangin biaya RS yang harus disiapin sama si Nandana Adidentra itu!" si perawat lantas tersenyum semringah. "Kamu anaknya Devaline yang punya stasiun TV, kan? Dek, bilangin ke Ibu Devaline buat banyakin stok series-series romcom sama anime slice of life, ya!"
Maka demi menarik hati sang perawat, Raka dengan telaten memanfaatkan kemampuan berkomunikasinya.
"Dentra ini walinya si pasien bernama Dahayu Sastrawijaya, Dek." Perawat tersebut mau nggak mau menghentikan obrolannya dengan anak SMA yang enggak disangka-sangka bakal sefrekuensi. Padahal sepertinya, cara interaksi Raka sajalah yang terlatih menghadapi arus pembicaraan dari beragam lawan bicara. "Kalau ibu kamu sejak kurang lebih dua bulan belakangan rutin ngebiayain perawatan si Mbak Dahayu. Eh ya ampun!" Perawat tersebut membenarkan letak kacamatanya, tampak terperanjat. "Kenapa saya baru ngeh, ya. Pasien bernama Dahayu dan ibunya kamu ternyata punya nama belakang yang sama. Sastrawijaya. Saudaraan pasti, ya? Pantesaaan! Wajah kamu juga ada mirip-miripnya sama Mbak Dahayu. Mirip banget malahan."
Raka juga mendengar dan menyaksikan semuanya. Bagaimana Dahayu yang semula memakai gaun floralnya tau-tau saja sudah berganti menjadi baju pasien. Raka mendengar setiap penceritaan Dahayu. Tentang pertemuan pertama mereka di Nyala Gigantik, tentang Dahayu yang sekonyong mengelus rambutnya dan mendeskripsikan kembali bahwa dirinya punya rambut hitam pekat, lebat, dan gampang sekali panjang. Tentang Dahayu yang rupanya meniti dalam diam interaksinya bersama kucing jalanan. Juga tentang apa yang Dahayu lakukan pada waktu-waktu silam dari penceritaan balik si perawat.
Raka diajak mengingat kembali dengan lebih keras. Ah, ternyata Dahayu yang meladeni celotehannya dengan sabar sepanjang menerima menu catering semasa TK. Mengapa sedikit sekali memori perihal masa kecil yang bisa dirawat oleh manusia seiring tumbuh dewasa?
Raka juga mendengar sebaris kalimat terisi kepasrahan itu. Lututnya mendadak lemas, dan sepasang bola matanya terasa panas. Mana sisi Dahayu dengan nyala keberanian yang ingin sekali menghabisinya itu? Mana juga Dahayu yang seakan mampu melawan dunia beserta seisinya ketika operasi besar-besaran di tempat kerja?
"Rak--"
"Apa, Bang? Mau apa?" Raka menoleh ke belakang dan langsung bertanya ke intinya. Sungguh ia sedang enggak punya daya yang cukup untuk berbicara sekarang. Lebih-lebih lagi seseorang yang belum henti menguntitnya itu adalah Nandana Adidentra yang membuat Raka merasa keliatan makin tolol. Atau justru kecewa? Sudah sejauh apa rahasia yang coba Dentra jaga tentang hubungannya dengan Dahayu?
"Keluar bentar, yuk." Dentra mengangkat tangan dan menunjuk ke arah jam empat di mana jalan pintas menuju pintu keluar lebih dekat. "Temenin gue ngudut, Rak."
Kakak kelas itu sudah mengisap sebatang rokok ketika api dari pemantik masih menyentuh ujungnya. Sejurus kemudian, dirogohnya saku celana. "Masih suka keduanya enggak? Pilih yang mana? Atau ambil semuanya aja, dah. Emang niatnya kalo ketemu lo gue mau kasih cuma-cuma tanpa minta imbalan." Dentra mengeluarkan segenggam dua varian permen yang makin sulit dicari. Satunya varian kacang, sementara satunya lagi permen sari asam. Manakala Raka meraup semuanya, Dentra seketika tergelak. "Perkara permen aja lo konsisten banget demennya. Kalo enggak ketemu dua ini, lo nggak bakal makan permen, kan? Coba kasih tau. Kapan terakhir kali lo makan permen?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Raka dan Segala Perayaannya [end]
Teen FictionMenyandang nama belakang "Widyadana" tidak serta-merta membuat Agraka tumbuh menjadi anak yang angkuh. Justru kalau bisa semua orang di sekelilingnya Raka rengkuh. Sayangnya, punya jiwa royal tanpa pandang bulu tidak melulu bagus. Buktinya, tak sedi...