"Tears stream down your face. When you lose something, you cannot replace."—Coldplay, Fix You
*
RAKA kembali duduk di sana. Di tempat yang sama ketika dirinya dan Dahayu enggak sengaja bertemu di akuarium. Bedanya, kali ini tidak ada Dahayu yang meski telah melepaskan kata-kata selamat tinggal, sekonyong-konyong berbalik arah untuk menyentuh pucuk kepalanya sambil tersenyum. Itu seberkas senyum paling lembut yang pernah Raka temui pada wajah Dahayu.
"Sedang merayakan kehilangan, ya?"
"Baru tau kalo ternyata kehilangan bisa dirayakan. Tapi enggak, kok. Kebetulan masih ngerti polanya. Kalo nyikapin kehilangan yang kayak gitu masih bisa diatasin lewat banyak cara."
Bohong! Barangkali begitu perasaan Raka melolong. Kehilangan Dahayu mustahil mampu Raka rayakan. Kehilangan seperti ini nggak dapat Raka sikapi dengan melibatkan akal sehat. Enggak pula Raka bisa atasin lewat banyak cara.
Raka tersenyum pahit memandang ke arah pintu masuk akuarium yang tertutup rapat. Raka sama sekali enggak mengira bahwa tempat itu akan menyimpan banyak kenangan dalam waktu yang sesingkat ini bersama seorang Dahayu.
Sekali lagi. Sekali lagi Raka ingin mengatur waktu pergi bersama-sama menikmati seaworld. Raka akan menerima tawaran es krim dari Dahayu dan berjanji pada diri sendiri akan menghabisinya sebelum keburu mencair. Jika sebelumnya ada Ajax, maka gentian Raka membawa Ray untuk secara enggak langsung berkenalan dengan Dahayu hingga obrolan mereka makin berkembang jauh. Jauh sampai Raka sadar, bahwa sekon ini dan beribu-ribu sekon sebelumnya enggak akan ada lagi kebersamaan yang terjalin.
"Agraka!"
Raka enggak menangis. Sungguh. Sejak nakes turun dari ambulan dan membuat Dahayu enggak lagi bersandar di bahunya lagi pun Raka enggak menangis. Akan tetapi, menyaksikan Baskara turun dengan tergesa-gesa tanpa mengenakan alas kaki untuk menghampiri dirinya, air mata Raka serta-merta luruh.
Raka menumpukan dagunya pada bahu sang ayah. Membiarkan tangan besar dan hangat pria itu menepuk-nepuk punggungnya mengalirkan ketabahan.
"Pa, Raka enggak pernah nangis, kan, setiap temen-temen maupun sepupu sepantaran Raka ngerebut mainan punya Raka? Raka juga enggak pernah protes kalo antrean Raka sewaktu mau ambil makan siang diserebot. Bahkan Raka juga enggak marah kalo temen-temen janji mau main bareng tapi setelah Raka lama nunggu di taman mereka nggak kunjung dateng."
"Tapi, Pa." Suara Raka tersekat di tenggorokan. "Ini ada seseorang yang ninggalin Raka. Kok, Raka bisa sampai nangis, protes, dan marah ya, Pa?" persetan dengan air mata yang kini menerobos tiada henti di pipinya. "Maaf ya, Pa. Matahin harapan Papa di setiap hari ulang tahun Raka. Rasa cinta Raka ke sesuatu rupanya masih ngalahin rasa cinta Raka ke Tuhan, Pa. Buktinya, Raka marah sama kehilangan." Raka memejam mata kuat-kuat. Berupaya mengenyahkan sebentar saja isi kepalanya yang belum henti memutar momen-momen bersama Dahayu Sastrawijaya. "Karena kehilangan yang satu ini sakit banget, Pa. Kehilangan seseorang yang kita sayang ternyata sesakit ini."
"Enggak apa-apa, Nak." Baskara menangkup wajah putranya. Memaklumi sekaligus memberi pengertian. "Enggak apa-apa. Jangan disangkal perasaan dukanya."
Begitu mengendurkan rengkuhan dari sang ayah, Raka menyadari bahwa dirinya melewatkan satu hal yang mana keempat temannya: Evan, Adrian, Ilham, juga Garra ternyata turut hadir menemani Baskara mencari keberadaannya. Pada jarum jam yang hampir merangkak ke angka satu pagi, teman-temannya telah mengenakan baju koko dan menatapnya dengan riak iba.
Raka tersenyum diikuti beberapa garis air mata yang masih senantiasa jatuh. "Gue abis kehilangan temen, dan dari kehilangan ini sama sekali enggak ada yang kesisa selain kenangan. Seenggakberdaya ini ternyata gue di depan kehilangan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Raka dan Segala Perayaannya [end]
Teen FictionMenyandang nama belakang "Widyadana" tidak serta-merta membuat Agraka tumbuh menjadi anak yang angkuh. Justru kalau bisa semua orang di sekelilingnya Raka rengkuh. Sayangnya, punya jiwa royal tanpa pandang bulu tidak melulu bagus. Buktinya, tak sedi...