21. Raka, Baskara, dan Singkapan Rahasia di Tiga Pagi

91 21 0
                                    

"HEH, CINTA! GIMANAAA? BENERAN AMAN?!"

Enggak butuh waktu lama menunggu seseorang di seberang sana menerima teleponnya. Sebab baru menyentuh dering kesatu, Evan Yudha Pratama yang ekspresif membuka lebih dulu.

"Aman, ini gue mau nginap di warungnya Garra."

"Ah, shit. Gue yang khawatir, lo nya milih pulang ke Garra. Sini, deh. Nginap rumah gue aja. Gue rela buang jam tidur gue cuma buat nungguin kabar lo. See? Udah beribu kali gue nyatain dan tunjukin kalo gue sesayang itu sama lo, Rak!"

Raka bergidik geli di kursi kemudinya. "Beneran nginap di rumah lo aman? Karena gue sama sekali enggak liat Pak Polisi Kita ada di Nyala Gigantik."

"OIYA!!! LUPA BAGI TAU!" Evan kemudian mengecilkan volume suaranya, dan hal tersebut membuat si lawan bicara harus menempelkan ponsel ke telinga lalu menyimak penuh sungguh. "Yang Mulia Baginda Pak Polisi nggak ikut Rak, ternyata. Doi tetiba dipanggil sama atasan, jadi yang ngelaksanain operasi besar-besaran di kelab beberapa jam yang lalu diamanahin ke rekan-rekannya." Evan sempat-sempatnya terkikik. "Anjaaay, kita macam detektif swasta yang sering muncul di drakor tontonan mama gue, Rak! Ah elo, sih. Jangan bikin gue jatuh cinta sama kerjaan bokap gue dong, Rak."

Raka mendengus, tapi tetap ikut tertawa. "Makanya, jangan benci-benci banget sama sesuatu. Gue tutup teleponnya, ya?"

"Entaran dulu bisa nggak sih, Man?" Evan komat-kamit. "Masih persoalan yang tadi. Lo serius demen sama tante-tante, Rak? Sumpah ya, kelakuan orang kaya ini aneh-aneh bener! Kenapa, Rak? Kenapa sampai ngelabuhin hati ke tante-tante sementara stok cewek dari adik kelas, temen seangkatan sampai kakel pun klepek-klepek sama lo?!"

"Hmm ... Kenapa, ya?" ucapnya seolah memikirkan alasan yang tepat. "Gue nyaman, Van. Gue seneng ngobrol lama-lama sama dia. Kalo bisa sehari tuh pengen ketemu. Minimal liat dia sebentar aja buat mastiin kalo dia nggak kenapa-napa."

"AAAH SIAL! RAK PLIS RAK, LO CUMA NGISENGIN GUE DOANG, KAN?" Evan enggak terima, ingin menyangkal pernyataan Raka barusan. "Gue jadinya dilema, Rak. Tetep kontra atau pindah haluan jadi pro sama pilihan lo. Abis denger pengakuan lo entah kenapa perasaan tulusnya nyampe ke sini. Ke sini maksudnya ini, gue lagi nepuk-nepuk dada, Rak. Sebagai cowok yang kayaknya punya bibit jiwa-jiwa bucin tolol, gue paham. Paham banget sama perasaan lo."

Benar. Raka sedang enggak berkelakar sepenuhnya tentang seseorang. Hanya saja, Raka terlalu enggan meluruskan satu hal yang masih banyak dipikir keliru. Namun, curhat colongan yang Evan tumpahkan berhasil membuat Raka mual.

"Rak, boleh jadi brondong. Tapi pilih gap-nya bisa nggak jangan kebablasan? Kita juga masih anak sekolahan ini. Jangan diseriusin banget, bawa seneng-seneng aja. Ya, ya, yaaa?" selepas memanjang nada sarat memelas manja, Evan sengaja batuk-batuk kecil, siap beralih ke mode serius. "Bener kata Iam, kayaknya kami bertiga cuma tau seuprit Rak, tentang lo. Entar kalo ngerasa udah sumpek banget itu isi kepala, calling-calling aja oke ya, Bray? Mau jam satu pagi kek, kita jabanin nemuin lo. Lo tuh gampang disayang orang, Rak. Bukan karena lo royal doang, tapi di luar itu jiwa lo emang tulus dan totalitas. Makanya kalo lo patah, gue juga ikut ngerasain. Ah, terserah kalo nggak percaya. Beginilah Evan Yudha Pratama apa adanya, Rak. Kayaknya emang nggak bisa ikut jejak Yang Mulia karena hatinya terlalu Hello Kitty buat jadi Pak Polisi."

•••

Ga, abang otw ke warung.

Masih bangun? Mau nitip makan, nggak?

Indomie daging sapi di warung mie aceh enak bgt! Kebetulan buka 24 jam. Gue beliin, ya.

Raka dan Segala Perayaannya [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang