17. Deep Night

22 4 3
                                    

🍁🍁🍁

"Lo harus kasih tau juga ke kakak lo."

"Iya, Rin. Tapi gueㅡ"

"Gak ada tapi-tapian. Sakura yang gue kenal gak pernah ragu atau takut sama apapun, karena Sakura tau, Sakura yang kuat dan berani itu punya dirinya sendiri dan ... punya gue."

Begitu percakapan yang terjadi di sore tadi saat Suna mengantar Sakura pulang menggunakan motor sport hitamnya, nasib baik hujan saat itu berhenti. Walau malam ini turun lagi.

Di kamar Sakura, ada Koushi yang sudah mendengarkan semua kebenarannya. Lalu dengan cepat, Sakura diberi pelukan erat.

"Kakak gak peduli baru tau sekarang, yang penting kakak udah tau semuanya. Meski greget juga, harusnya dari lama kakak tau, tapi gakpapa. Kamu punya alasannya sendiri."

Barulah saat di pelukan kakaknya, runtuh semua ketegaran yang Sakura pasang sejak tadi saat bersama anak tongkrongan. Sakura selalu menjadi adik kecil ketika berhadapan dengan Koushi dan kelembutannya.

Walau tak terisak, namun air mata gadis itu luruh dan Koushi tahu, makanya dia semakin erat memeluk adiknya.

"Kamu tetap adiknya kakak, oke? Gak ada yang berubah dari kita."

Menganggukkan kepala, bibir Sakura terlalu bergetar saat bersuara. "Kakak jangan bahas ini sama Papa ya? Papa nanti marah ke Kakak, aku gak mau itu terjadi. Aku mohon."

"Hm."

Kehangatan kakak beradik yang begitu kental, sampai pintu kamar terbuka dan menampilkan sosok kepala keluarga masih memakai pakaian formal, sang Papa berdiri dengan rahang tegasnya. Pecah kehangatan antara Sakura dan Koushi.

"PR udah dikerjakan?"

Koushi mengangguk. "Udah, Pa. Sejak malam Sabtu aku sama Sakura udah selesai semua PR dari hari Senin sampai Jumat nanti."

Tangan kanan lelaki itu terulur. "Papa mau lihat, semua."

Dan rutinitas terjadi, Akaji, sang Papa mengecek begitu niat, cermat dan telaten satu persatu buku yang terdapat keterangan Tugas Rumah dari stempel guru, jika saja guru tak memberi keterangan begitu pasti Sakura memilih berbohong saja tak ada PR kan? Tapi sekolahnya memang ada sistem begitu.

"Bagus. Besok hari Senin, bangun lebih pagi. Ada upacara kan?"

"Ada." Kali ini Sakura yang menjawab, tenang.

"Jangan sampai kena hukuman lagi, sebelum berangkat Papa akan cek penampilan dan atribut kalian. Papa juga yang akan langsung mengantar kalian."

"Baik, Pa," ujar kedua anak itu.

Lalu Akaji pergi dari sana, membuat Sakura dan Koushi menghela nafas lega tanpa sadar. Atmosfer dan tekanan dari sang Papa benar-benar terasa beraattt.

"Malam ini Kakak tidur di kamar kamu, biar bisa bangun cepet barengan besok."

Tak ada hal baik selain itu, Sakura bersyukur kalau Koushi tetaplah sama dan tak terganggu dengan status sebenarnya dari Sakura. Itu melegakan.

Walau tentu saja, Sakura tak tahu, isi dari setiap hati manusia di dalamnya.

🌅

Nyaris tengah malam, Suna belum bisa memejamkan mata di dalam kamarnya yang temaram.

"Beda."

TONGKRONGAN SENDAKALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang