🍁🍁🍁
Tumben sekali tadi Suna menghabiskan waktu di dalam kamar mandi setengah jam, biasanya cuma dua puluh menit. Jawabannya sederhana saja; ada sesuatu yang perlu ditenangkan.
"Rin, masakan lo selalu enak."
"Gak usah muji. Aneh, Ra. Lo gak biasanya gitu."
Gadis itu tersenyum kecil, sudah kelar makan tentu saja, sekarang giliran Suna yang makan sambil sesekali mencuri pandang ke arah Sakura yang fokusnya pada televisi.
"Sini, luka lo. Kita obatin." Suna menepikan makanannya sejenak, mengambil P3K di bawah meja itu.
"Gue tadi udah kok."
"Belum rata itu, Ra."
Jadi Suna memberikan obat lagi di luka itu untuk menyempurnakan, sesekali Sakura meringis yang langsung membuat Suna lebih hati-hati tanpa diminta.
"Kata Papa, ada orang-orang asing yang terus nelpon ke rumah, katanya nyariin gue, mau beli atau sewa gue. Persis kayak jal-"
"Siapa?"
Sakura menggelengkan kepala. "Gak tau, Rin. Serius. Gue gak pernah jual diri ke siapapun."
"Gue tau, gue percaya sama lo. Berarti ada orang iseng. Keterlaluan, kalau kayak gini bisa buat laporan ke polisi, pencemaran nama baik."
"Gue takut, Rin. Kalau ada yang dateng ke rumah buat nyari gue gimana?"
"Gue tonjok sampai pingsan. Selain itu ...." Suna selesai mengobati luka Sakura, menjauhkan kapas itu dari hadapan. "... Lo tinggal aja dulu di sini, gue yang ngomong sama Koushi. Kasih tau dia alasan lo di sini. Dia pasti ngerti. Gak aman buat lo balik."
"Selain bisa aja orang-orang yang telpon itu dateng beneran, bokap lo bisa aja pukul lo lagi tanpa ampun setiap kali orang-orang itu masih telepon," imbuhnya.
"Toh, bokap lo yang ngusir lo langsung kan? Jadi lo gakpapa di sini aja, gue juga gak nyulik lo jadi gue gak akan kenapa-kenapa juga."
Itu adalah satu-satunya ide yang saat ini cuma terlintas, jadi Sakura tak bisa adu argumen. Bahkan amat cepat Suna menghubungi Koushi, menceritakan semuanya bersama Sakura melalui panggilan video dan amarah Koushi terlihat jelas.
"Gak seharusnya Papa mukul kamu lagi, Dek."
"Bokap lo kan gil-aneh, yang salah siapa, yang dipukul siapa." Suna mencibir tanpa sungkan.
"Kalau gitu, nanti gue juga akan sering mampir ke tempat lo ya, Sun."
"Hm, dateng aja kapanpun. Tugas lo urus dulu di rumah lo itu, Koushi. Buat bokap lo ngerti kek dikit. Lalu ... kita cari orang iseng itu, kita jeblosin ke penjara."
Sakura melirik Suna, tak ada candaan di perkataannya. Meski mungkin bahaya atau tak mudah, namun Sakura juga mau di kubu yang sama, mencari orang yang membuatnya menambah luka.
"Oke, Sun. Hmm, Dek, maaf kakak gak ada tadi sore buat kamu. Lagi-lagi kakak gagal."
"Gak usah bicara gitu, Kak. Pasti kakak tau apa jawabannya, aku gakpapa dan untungnya masih gakpapa, aku masih di sini."
"Iya, untung kamu masih di sini, masih bisa kakak lihat."
Koushi mencoba tersenyum saat jelas ekspresinya berat.
"Sun, thanks."
"Hm."
Lalu panggilan itu terputus secara paksa karena teriakan dari Papa Koushi terdengar, nyaris membuat Suna melempar ponselnya karena kesal mendengar suara si tua bangka itu.
"Rin, kalau nyari orang iseng itu ternyata bahaya gimana?"
"Kita gak sendiri, Ra."
"Maksudnya?"
"Anak tongkrongan gunanya ada buat apa?"
"Tapiㅡ"
"Gue udah bilang ke mereka, kalau sempet besok mereka akan bahas di markas sekolah. Tanpa ada yang nolak, mereka semua suka hati nolong lo, Ra."
"Gue takut."
"Gak usah takut. Terima aja kali ini bantuan kita, sekali ini aja, Ra."
"Gue juga ikut ya. Ini kan tentang gue, jadi gak mungkin gue biarin kalian semua yang nanggung dan repot. Ya?"
Suna tak langsung menjawab, tapi ekspresi Sakura yang jelas memohon adalah kelemahannya.
Hati sialan.
"Oke, tapi jangan bertindak sendiri. Selalu bareng gue ... sama yang lain."
Ada senyum cerah akhrinya, meski mendung masih ada di luar, namun di wajah Sakura mendung itu sudah sirna. Sangat membuat Suna lega.
"Oke, gue banyaaaakkk makasih sama lo, sama yang lain juga."
"Jawabannya selalu sama-sama, Ra."
Keduanya bisa saling lempar senyum, meringankan suasana yang bisa sepenuhnya terbebas dari kabut gelap dan berat.
Tapi Suna masih belum dibiarkan tenang, karena pelukan Sakura yang tiba-tiba datang, hingga membuat tubuhnya nyaris terjengkang, karena tak ada persiapan.
"K-Kenapa, Ra?"
Mendusel di dada bidang cowok itu, Sakura menghirup aromanya. "Gantian gue yang minta peluk ya, Rin."
Suna tertawa kecil, "Kirain apaan."
Jadi Suna biarkan Sakura mencari posisi nyaman, lalu Suna balas pelukan itu, lengan kekarnya melingkari pinggang Sakura saat wajahnya dia tenggelamkan di surai milik sang gadis, samar-samar memberikan kecupan di sana.
"Pelukan lo nyaman, Rin. Mirip rumah, meski gue gak tau sih rumah yang sebenarnya kayak apa. Mungkin pelukan lo lebih dari rumah."
"Pujian lo aesthetic ya, Ra. Sekarang giliran lo yang jadi Dilan."
"Kalau lo Dilanda musibah, gue Dilanda pelukan Suna Rintaro."
Tawa Suna tersembur keluar. "Hahaha. Boleh, jokes lo receh banget, sialan."
Membuat Sakura juga ikut tertawa bersama, tanpa melepaskan pelukan hangat itu. Entah berapa banyak tawa sudah tercipta setiap kali momen mereka datang.
Membiarkan waktu yang membawa keduanya bertemu malam, dalam satu dekapan, diiringi cerita ringan.
Sampailah di jam setengah delapan tepat, keduanya bertemu mata untuk kali kesekian, jarak yang dekat tak mulai terasa, karena kecupan bibir dari Suna mendarat lembut di bibir Sakura. Bersama lumatan yang tercipta, keduanya terbang tanpa mau ingin kembali berpijak pada kesadaran.
ㅤ
ㅤㅤ■□■□■□■□■
ㅤ
ㅤㅤ---
Walaahh, Suna gagal dalam ujian, ck, ck, ck
Gak tahan lah ya bro, dipancing terus 😮💨Salam,
zipidizi
---
KAMU SEDANG MEMBACA
TONGKRONGAN SENDAKALA
Fanfiction"Kita gak cuma anak geng motor, tapi kita bersama, jadi rumah untuk membasuh luka." - s - ! warning: • harshwords, frontal, abusive, kenakalan remaja (gak untuk ditiru) • pict from pinterest • characters from haikyuu!!