19. Langkah Pertama

42 7 2
                                    

🍁🍁🍁

Datang lagi, mimpi yang sama lagi. Tempat ini, suasana ini, ciuman ini dan bisikan yang selembut angin.


ㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤ

"Ra?"

Sentuhan lembut dan suara samar memanggil, membuyarkan mimpinya, membawa Sakura pada kesadaran yang perlahan pulih. Kedua mata gadis itu mengerjap beberapa kali, menyesuaikan cahaya yang masuk. Awalnya pudar, lalu perlahan jelas.

"Akhirnya lo sadar juga."

"K-Kak ... Semi?"

Lelaki bersurai abu itu tersenyum kecil, lalu menarik kursinya agar lebih dekat.

"Iya ini gue. Semi Eita. Lo gak gagar otak kan?"

Sakura tahu kalau kakak kelasnya itu ingin membuat lelucon, jadi Sakura hanya tersenyum kecil. Gadis itu merubah posisi menjadi duduk, sempat dibantu Semi juga.

Dirinya baru tahu, kalau cuma ada mereka berdua di UKS.

"Tadi gue beli bubur buat lo, makan, Ra."

"Gue udah sarapan kok."

"Isi lagi perut lo, kan habis pingsan. Apalagi sampai mimisan. Kalau sakit, mendingan langsung bilang, Ra."

Sakura tak menyahut, ini pertama kalinya Sakura mimisan apalagi sampai pingsan, jadi dia tak tahu alasannya apa, mungkin kelelahan?

"Gue bantu lo makan ya? Pasti lo masih lemas."

Tanpa menunggu jawaban, Semi membuka satu kotak bubur lalu menyendok makanan lembut dan hangat itu, sesekali ditiup dan ditempelkan ke bibirnya untuk mengatur suhu bubur agar tak terlalu panas, barulah Semi arahkan sendok itu ke bibir sang gadis yang masih pucat.

"Makan dikit aja, Ra."

Dan bujukan Semi berhasil, Sakura mau menerima suapan itu, hangat.

"Kok lo di sini, Kak?"

"Buat jagain lo lah, masa kurang jelas."

"Dari tadi cuma ada lo?"

"Lo berharap siapa emangnya?"

Sakura menggelengkan kepala. "Bukan gitu. Gue cuma nanya aja, tapi kalau nyatanya lo yang sejak tadi jagain gue, makasih, Kak."

"Hm, iya. Tadi ada anak tongkrongan ke sini habis upacara kelar, tapi harus lakuin hukuman jadi pada pergi. Gue sih lagi males dihukum, jadi di sini aja."

"Lo juga yang bawa gue ke sini?"

"Iya, Ra. Gue."

"Kalau gitu makasih lagi."

Semi hanya tertawa kecil, kembali menyuapi Sakura cukup telaten, saat ada bubur yang tak masuk ke mulut maka Semi sigap membersihkan sudut bibir gadis itu dengan ibu jarinya.

"Gimana keadaan lo sekarang?"

"Masih pusing."

"Kalau gitu istirahat aja di sini, sampai sembuh, biar enak ikut pelajaran nanti. Hinata juga udah kasih izin ke guru buat lo."

"Iya deh kayaknya gue masih mau di UKS aja." Sakura bersandar pada bantal yang ditegakkan, menatap Semi yang malah menghabiskan sisa buburnya, Sakura udah kenyang soalnya.

"Ra, lo suka apa?"

Bukannya pergi atau mungkin menjalankan hukuman, tapi Semi masih di kursinya, malah membuka obrolan baru.

"Banyak. Tergantung dulu, lo nanya hal apaan yang gue suka?"

"Kalau ... suka sama cowok, pernah gak?"

Sejenak Sakura berpikir, selama hidup enam belas tahun ini dirinya pernah kah menyukai lawan jenis secara khusus?

"Suka yang naksir maksud lo, Kak?"

"Yoi. Kayak lo mungkin pengen punya pacar kayak gitu."

"Hmmm. Pernah, eh, enggak. Gak tau."

Semi terkekeh pelan. "Kok ragu gitu jawabnya?"

"Bingung. Gue gak pernah mikirin juga. Cowok-cowok yang paling deket sama gue kan lo sama anak tongkrongan, sebelum sama kalian gue selalu sendiri. Jadi gue gak sempat di tahap suka sama cowok kayak yang lo maksud."

"Satu pun gak ada cowok yang lo suka? Di antara anak tongkrongan?"

"Gak ada deh kayaknya." Lalu Sakura sedikit memajukan badannya. "Kalau lo ada, Kak? Cewek yang lo suka."

"Eh, hmm ... ada."

"Wihh, serius? Siapa?"

Nih, di depan gue, yang barusan nanya.

Tapi Semi memilih berdehem. "Rahasia lah, kepo lo."

"Ngaca ya tolong, dari tadi lo malah lebih kepo melebihi gue."

"Tapi gue bingung, Ra. Cewek yang gue suka terlalu susah gue dapetin kayaknya. Dia bahkan gak pernah mikirin asmara. Makanya dia gak peka soal gituan."

"Udah coba deketin?"

"Lagi dicoba. Doain bisa dapetin."

"Iya, gue doain." Dengan lugu, Sakura menatap langit-langit lalu memejamkan mata. "Tolong buat cewek yang Kak Semi suka bisa peka kalau Kak Semi itu naksir dia, terus mereka berdua bisa pacaran, nikah, punya anak dan bahagia bersama. Selamanya."

Semi tertegun, tertawa dalam hati. Lo doain buat diri lo sendiri, Ra. Tapi semoga aja, semesta dengar dan mau kasih.

ㅤㅤㅤ


ㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤ

■□■□■□■□■

ㅤㅤ
ㅤㅤ

ㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤ

---
Semesta bilek; turutin tidak yaaaaaa 😁

Salam,
zipidizi
---

TONGKRONGAN SENDAKALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang