33. XII

33 4 3
                                    

🍁🍁🍁

Kira-kira dua bulan sudah berlalu, kalender bulan April sudah beberapa kali ditatap bolak-balik untuk mengingat tanggal merah nangkring di angka dan hari apa saja, selain hari Minggu tentunya.

Angin segar lebih nyata dirasakan, melegakan hidung dan paru-paru. Dirasa beberapa bulan ini amat lancar, kadang overthinking juga; Jangan-jangan mau ada masalah gede nih. Tabiat manusia.

"Ra, toss bola ke gue ya? Ya? Ya?"

Jam olahraga bertandang ke kelas 10 IPS 5, ulangan harian di mana-mana, praktek dan persiapan untuk UTS juga sudah dilakukan.

Materi bola voli, itulah penilaian untuk olahraga di jam setengah delapan pagi ini.

"Lagi, Ra, lagi!"

Ampun, Sakura kewalahan meladeni Hinata bermain voli. Karena Hinata juga klub voli kali ya, staminanya tak bisa Sakura imbangi. Gadis itu memilih duduk di tepi lapangan saja, sebelum penilaian dilakukan nanti. Hinata ngacir sampai ke lapangan sebelah untuk bertemu teman satu klub volinya, Kageyama Tobio.

Ces!

"Anjir, dingin."

Pipi Sakura disentuh botol mineral yang berembun dan sangat kontras suhunya dengan panas di dalam tubuh, membuatnya tersentak kaget.

"Belum apa-apa udah sekarat. Nih, minum."

Pelakunya adalah seorang lelaki bersurai abu, Semi Eita amat santai duduk di sebelah Sakura sambil memangku gitar kesayangannya.

"Tau aja gue lagi kehausan. Makasih, Kak." Sakura buru-buru menyabet botol itu lalu menenggaknya.

"Gimana hari-hari ujiannya, Kak? Juni nanti lulus ya, dua bulan lagi."

"Aman."

Kelas 12 yang merupakan senior akhir sejak dua bulan ini sudah bergelut dengan segala macam latihan ujian, ujian sekolah, sampai bulan ini masuk puncaknya ujian nasional, sudah berlangsung beberapa hari. Digadang-gadang bulan depan akan free sampai kelulusan di bulan Juni nanti.

Sejenak, ada sendu yang hinggap di dada Semi ketika melihat Sakura, murid kelas sepuluh di lapangan olahraga, melirik lorong lantai satu, dua, tiga, lalu berakhir menatap langit cerah di atas sana.

"Gue akan kangen banget sih sama tempat ini. Kangennya bangun pagi, geber motor barengan anak tongkrongan, kangennya hukuman, celotehan guru, makanan kantin. Gue belum siap lepas seragam putih abu gue ini, Ra."

Nyatanya meski terus mengeluh karena tugas sekolah seabrek, menerjang hujan dan panas untuk duduk di kelas karena ada ulangan, sering berujar ingin cepat-cepat lulus sekolah agar tak capek begadang mengerjakan PR ... semua cerita dunia persekolahan itu amatlah berkesan dan tak bisa dilupakan begitu saja. Benci memang bentuk lain dari cinta yang sedang bertunas.

Dari pagi sampai sore waktu dihabiskan di sekolah, lebih sering bertemu teman dan guru ketimbang orang tua di rumah. Terlebih masa SMA, puncaknya sekolah sebelum terjun ke dunia yang lebih luas dan bebas, saatnya diri sendiri membuat pilihan; kuliah kah, kerja kah, istirahat alias nganggur kah, atau mungkin menikah.

Di balik seragam sekolah, tak hanya ada raga, namun juga jati diri yang masih membutuhkan bimbingan orang tua juga guru. Jika lepas seragam ini, maka jati diri sendiri resmi diemban dan dipertanggungjawabkan oleh sang pemilik raga.

"Lo harus buat masa sekolah lo lebih berkesan, Ra. Masih kelas sepuluh, masih banyak yang bisa lo lakukan. Jangan sampai menyesal karena gak sempat menciptakan cerita. Biar nanti kalau kangen sekolah, seenggaknya ada satu cerita yang buat kita ngomong gini ... 'Beruntung banget dulu gue bisa ngelakuin ini dan itu saat masih pakai seragam sekolah, nanti anak cucu gue harus pada tau', itu akan jadi cerita yang mahal."

Bersama angin yang berhembus membawa sejuk, surai keduanya dibuai lembut. Sakura terpaku sejak tadi pada perkataan Semi, jelas saja cowok itu sudah menyimpan rindu untuk masa putih abu.

"Bulan ini jadi bulan terakhir gue pakai seragam sekolah. Bulan depan full libur, berencana sama semesta, lalu Juni kembali ke sini pakai jas di pesta kelulusan."

Semi menunduk, senyumnya teduh menatap seragam sekolahnya yang sudah kusut, tercipta banyak noda yang tak mau hilang; mencetak sejarah hidupnya.

"Nanti lo jadi pasangan gue di pesta itu ya, Ra?"

Drastis sekali detak jantung Sakura naiknya, sampai tak sigap ajakan di luar dugaaan malah datang tanpa permisi.

"Mau kan?"

"Hmm, boleh aja. Toh cuma berangkat dan nikmatin pesta bareng, nanti juga pada misah ke temen lain."

Menarik nafas dalam, Semi bertumpu pada rumput lalu mengangkat tubuhnya.

"Hari ini hari terakhir gue ujian. Do'ain lancar."

"Pasti. Semangat, Kak."

"Lo juga, Ra. Selalu semangat. Gue pamit ya?"

Gadis itu menganggukkan kepala, menuntun kaki jenjang Semi memasuki lorong dan punggungnya tak terlihat lagi.

"Waktu kalau lagi enak dinikmati emang gak berasa ya."


ㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤ

■□■□■□■□■


ㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤ

ㅤㅤㅤㅤㅤ
---
Buat yg udah pada lulus sekolah, ada yg relate ga sama omongannya Semi?

Emang ya, sesuatu yg udah hilang tuh akan lebih berharga kalau diinget lagi :')
Aku relate banget soalnya, kangen sekolaaaahhhh 😭😭😭

Salam,
zipidizi
---

TONGKRONGAN SENDAKALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang