31. Countdown to free

24 4 1
                                    

🍁🍁🍁

Suna terbatuk hebat bersama air yang keluar dari mulutnya, Koushi segera mendekat setelah mobil polisi dan ambulan sampai.

Koushi berusaha keras tak melihat kondisi Sang Papa yang tergeletak tak sadarkan diri berkat bogeman mentah yang Suna berikan berkali-kali tanpa henti, kedatangan Suna yang tiba-tiba mengejutkannya, hingga berhasil membuat Suna menyerang titik buta si lelaki tak berhati itu, membuat Akaji tumbang setelah cuma berhasil memberikan tonjokan dua kali di wajah Suna.

"Dia ... pingsan." Suara Suna amat berat bersama dada yang sesak sekali.

Para petugas medis mendekat dan membawa tubuh Sakura layaknya nyaris seperti mayat itu dengan segera, sedangkan polisi meringkus Akaji dengan borgol.

"Saya tunggu kesaksian kalian berdua lebih lanjut di kantor polisi setelah ini. Bukti kekerasan pada anak sudah didapat. Tapi kalian perlu menjelaskan lebih detail. Mengerti?"

Koushi mengangguk. "Baik, Paman."

Paman dari Kuroo Tetsurou, seorang komisaris polisi. Lelaki bertubuh tegap, masih terkesan muda dan matang itu sejenak berjongkok, memperhatikan Suna yang diurus Koushi dengan sekotak P3K.

"Kamu nekat sekali, Rin," ujarnya, "berurusan sama Akaji itu sangat berbahaya. Jadi saya akan pastikan dia aman di sel nanti, karena kalau dia bisa bebas ... orang yang pertama dicari pasti kamu."

Bukannya takut, Suna malah terkekeh sambil masih terbatuk.

"Dia cuma orang gila tua bangka, Paman. Bukan tandingan saya, meskipun dia bahaya ... tapi saya siap lawan bahaya itu untuk Sakura."

Tersenyum kecil, Paman Kuroo menepuk pundak Suna dan Koushi bergantian, kemudian pamit pergi untuk menuntaskan tugas.

"Ambulan udah jalan dari tadi, Sakura gak akan kenapa-kenapa kan, Sun?"

"Pasti dia baik-baik aja. Gue yakin." Suna melepas seragam putihnya yang basah, hingga menyisakan kaos hitam polos yang melekat di tubuh. "Gue kurang cepat, harusnya sebelum Sakura jatuh ke kolam, gue udah hajar bokap lo."

"Padahal lo udah tepat waktu bawa polisi sama ambulan ke sini, Shi. Tapi gue yang telat."

Koushi berhenti menepuk punggung Suna setelah dirasa keadaan temannya itu membaik. "Udah, gak usah dibahas lagi. Kita perlu ambil semua rekaman CCTV di rumah gue ini yang ngasih bukti lebih soal tindakan Papa gue ke Sakura."

Suna bertumpu pada kakinya yang sedikit gemeteran, entah karena dingin, takut atau apa, Suna tak tahu. Namun kedua cowok itu mulai menyusuri rumah, mencari apa yang dimaksud, lalu segera menuju kantor polisi tanpa membuang waktu.

🌅

Seluruh bukti tindakan tak berhati dari Sugawara Akaji terpampang jelas.

Ditambah bukti yang didapat dari ponsel Suna, mempertegas kalau tindakan Sugawara Akaji memang benar tak berlandaskan alasan yang jelas, murni kekerasan tak berakal. Sikapnya sangat berbanding terbalik saat di rumah dan ketika di ruang BK, semakin memperkuat hukumannya.

"Apa boleh ... saya sebagai kakak Sakura ingin masalah Sakura dan Toga ditindaklanjuti? Meski Papa saya mengatakan sudah selesai, tapi jelas di video ponsel Suna, kalau Papa saya tak memikirkan masalah Sakura sama sekali. Di situ Papa saya seperti mencapai garis finish kebenciannya, seolah keputusannya di ruang BK memutus hubungannya dengan Sakura, sampai berbuat sebrutal tadi untuk mengakhiri nyawa adik saya."

"Tolong, saya ingin Sakura benar-benar bebas dari masalah, saya ingin alasan dari lukanya benar-benar tiada dan tak mengganggunya lagi," imbuh Koushi, begitu memohon sampai menyatukan kedua telapak tangan dan menunduk dalam-dalam.

Suna di sebelahnya menatap, lalu melakukan hal serupa, walau suaranya lebih rendah. "Bantu Sakura bertemu sama bahagianya."

Paman Kuroo mengetuk jari di meja, menatap dua anak muda itu yang terlalu cepat bergelut dengan hal-hal rumit, padahal seharusnya sedang santai bolos, pacaran geli-gelian, nakal di sekolah, dihukum guru membersihkan toilet, atau main hujan dan jajan cilor.

"Akan saya usahakan. Tapi masalahnya, di keluarga kamu meski sang Papa tak bisa lagi membuat keputusan, masih ada Mama kamu. Kalau beliau mau menjadi wali dalam masalah ini, tentu bisa ditindaklanjuti. Kamu tentu bisa, tapi masih ada Mama kamu."

Koushi dan Sugawara saling lirik, lalu menghela nafas berat.

"Saya bersedia." Suara perempuan yang tiba-tiba terdengar dalam obrolan, dari penampilannya jelas terlihat baru pulang dari bepergian jauh

"Mama?"

Mama Koushi mendekat, matanya sembab menandakan sudah mengetahui semuanya.

"Saya buta selama ini pada tindakan suami saya ke Sakura, walau Sakura hanya anak angkat, namun dia tetap anak saya. Selama ini saya takut Koushi akan kekurangan kasih sayang atau materi dari Papanya, karena saya juga belum berani membiayai hidupnya sendirian."

Mata Koushi berkaca-kaca, lagi.

"Tapi melihat tindakan Koushi ini, seolah memberitahu saya dan membuat saya malu. Anak yang saya khawatirkan, justru sangatlah kuat dan berani melebihi saya. Jadi, saya ingin hukuman setimpal untuk suami saya itu lalu tolong bawa urusan Sakura di sekolah itu lebih jauh."

Wanita itu menunduk, meremas telapak tangannya yang berkeringat. "Anggap saja sebagai penebusan dosa dan kesalahan saya karena selama ini saya cuma diam melihat Sakura yang disakiti suami saya."

Tanpa basa-basi, Paman Kuroo bergelut pada berkas-berkas, mengatur seluruh bukti, penjelasan, dan segala jawaban dari pertanyannya agar tersusun untuk bisa memulai tindak pidana.

Selepas ketiga manusia itu keluar dari gedung yang terkesan mencekam, Koushi langsung memeluk Mamanya, saling menguatkan dalam pelukan.

Suna tersenyum lembut, lalu mengingatkan kalau ada urusan lain yang menunggu. "Kita ke rumah sakit sekarang."


ㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤ

■□■□■□■□■

ㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤ

ㅤㅤㅤ
ㅤㅤ

---
Ada yg mau diomongin ke Suna gak?
Dia djskekwkwk bangeett 😭🫶
Ugal-ugalan banget buat Sakura coy! 🔥

Padahal husbu aku di Haikyuu tuh Oikawa sama Atsumu, cuma ya emang sering oleng ke Suna sih, makanya ada cerita ini buat dia🚶‍♀️

Salam,
zipidizi
---

TONGKRONGAN SENDAKALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang