4. Triple S

88 11 4
                                    

🍁🍁🍁

Jam delapan pagi ini Sakura masih menyapu halaman, cuma bagian depan sih emang tapi luasnya gak main-main. Dari ujung ke ujung, matahari semakin terik.

Karena paling depan juga ada ruang guru, Sakura jadi dapat pengawasan gratis. Ada satpam juga yang duduk di pos sambil menonton.

"Widih! Artis kita nih jadi tukang sapu!"

"Eh, si lonte bisa nyapu juga ya, kirain cuma pinter open BO aja!"

"Hahaha! Kalau ngomong paling bener lo."

Beberapa siswi juga kadang ada yang mondar-mandir ke ruang guru, dan sialnya meski gak kenal sama Sakura tapi kenakalan Sakura udah terkenal di sekolah.

Lonte lah. Cabe lah. Urakan, buat onar, jablay dan segala macem panggilan udah tersemat di dirinya. Padahal masih kelas sepuluh.

Alasannya dulu pas baru tiga bulan resmi jadi murid di situ, Sakura ketahuan merokok di belakang sekolah dan kena skorsing. Terus pas masuk lagi, dua minggu kemudian kena razia karena seragam atas dan roknya dia sobek di kelas, masih dipakai padahal, membuatnya jadi agak terbuka. Gempar lah lagi dirinya.

Kurang ajarnya, gara-gara itu banyak nyinyiran macam-macam untuknya, dari yang biasa sampai jatuhnya sok tau atau fitnah. Sakura sih malas menanggapi, jadi biarkan aja para hewan bacot sepuasnya.

"Sunanjing! Tangganya jangan dikembaliin dulu, bangke! Ini gue nanti turun pake apaan?!"

"Sesek, Bang! Elah! Tenang aja, nanti gue ambil lagi!"

Tak jauh dari Sakura menyapu, ada gedung baru buat ruang guru tambahan. Di sana ada dua cowok yang udah persis mirip tukang, Semi mengecat di bagian atas. Kalau Suna bagian bawah. Seragam putihnya dilepas, dijadiin ikat pinggang, menyisakan kaos oblong polosan. Ditambah kuas cat yang digerakan asal-asalan, sesekali malah terciprat ke diri sendiri.

"Eh, Sun! Ini muka ganteng gue kena cat, bisa ilang gak?"

"Muka lo gak akan ilang cuma karena cat, Bang! Aman! Lo pikir kena bom?!"

"CAT-NYA, SUUNNN! BUKAN MUKA GUE!"

"NGOMONG YANG JELAS MAKANYA, ANJING!"

Ah, iya, sebenarnya Suna dan Semi agak sering ribut, entah karena apa. Kedua cowok yang dikenal kalem tapi nyatanya emosian. Tapi juga sering akur kok, biasanya gelut kalau mood mereka gak bagus. Nah, sekarang contohnya.

"Jadi bisa ilang gak?!"

"Bisa! Pake tiner, tenang aja. Nanti gue cari."

"Bagus!"

Lalu keduanya anteng lagi, Suna cekikikan dan menyalakan ponsel untuk memotret hasil karyanya di tembok. Kadang gambar yang anu-anu, atau muka temen-temennya yang penuh aib.

Semi sih niat gak niat nge-cat, yang penting ketutup aja lah temboknya sama warna, rata enggaknya bodo amat.

"Misi, Kak. Mau gue sapu bagian sini." Sakura mendekat sambil bawa sapu, serokan dan tempat sampah.

Suna yang ada di bagian situ segera mengantongi ponselnya dan sedikit menggeser posisinya, memberi Sakura ruang.

"Lo disuruh nyapu dari ujung sana sampai ujung sini, Ra?"

"Hm."

"Sendirian?"

"Iya."

"Gila! Siapa yang ngasih hukuman? Ketos? Waketos?"

"Si Toga, sekretaris OSIS yang tadi pagi ngamuk."

Sebuah fakta lain yaitu Sakura paling akrab dengan Suna di tongkrongan. Meski kadang juga kayak asing di depan yang lain.

"Mau gue bantu gak?" Suna menawarkan diri, padahal tugasnya aja belum kelar.

"Gak usah. Lagian ini wilayah terakhir yang perlu gue sapu. Dikit lagi kelar."

"Oke. Kalau butuh bantuan, bilang aja."

"Iya."

Dan Suna cukup peduli terhadap gadis itu, entah apa alasannya. Karena di mata Suna kalau Sakura itu perempuan lemah? Enggak. Kalau lemah gak mungkin bisa geber motor sport sampai menang balapan darinya.

Atau karena Suna menganggap Sakura ini seperti adiknya karena Sakura memang adik kelasnya? Bukan. Suna bukan Kuroo yang juga dekat dengan Sakura dan memperlakukan seperti seorang adik, Suna gak begitu.

Lalu apa? Entah. Mungkin waktu yang akan menjawab.

"SUN! SUN! SUNSUNSUN! SUNA BANGSAT! LO DADAKAN BUDEG APA GIMANA SIH? MANA TANGGANYA?! GUE KELAR INI!!"

Tubuh Suna tersentak kaget, dia dari tadi melamun ternyata. Buru-buru dia mundur buat lihat kondisi Semi dan hasil cat-nya.

"WEH! BANG! KEK GITU LO BILANG KELAR? MODEL LORENG KAYAK MACAN TUTUL GITUU!"

"BODO AMAT, YANG PENTING UDAH KENA WARNA SEMUA!"

"Ini sekolah, Bang. Bukan kebun binatang. Lo nge-cat parah banget."

"Udah sih. Buruan tangganya!"

"Bentar, solidaritas dong, Bang. Gue aja belum kelar." Suna kembali pada kuas dan mengecat lagi. "Nangkring aja dulu di situ sampai gue kelar. Nanti gue ambil tangganya."

"SUNANJING BANGSAT! GUE UDAH TEBAK NIAT LOOO!!"

Tawa Suna pecah. Sesekali mengerjai kakak kelasnya itu seru juga. Toh, Suna emang sengaja ambil tembok bawah karena udah nebak juga Semi akan ngasal nge-cat dan cepet selesai, jadi daripada Suna yang ditinggal sendirian kalau ambil tembok di atas, mending Semi nungguin dia di atas aja kan? Suna untung, Semi buntung.

Sakura hanya geleng-geleng kepala aja melihat keributan dua cowok itu, dia masih pada hukumannya yang menyapu.

ㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ

■□■□■□■□■

ㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤ

---
Tercium bau-bau sesuatu tidak yaaa 😁

Salam,
zipidizi
---

TONGKRONGAN SENDAKALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang