Selalu Ada Kata 'Syukur'

1.6K 103 0
                                    

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 17 jam akhirnya Salsa dan Lian tiba di negara indah itu.

Mereka kini telah tiba di Bandara Internasional Zurich dan harus menempuh perjalanan darat selama 1 jam untuk tiba di Swiss.

Salsa menikmati perjalanan mereka sambil melihat pemandangan sekeliling. Sesekali Salsa mengambil potret tempat yang menurutnya indah. Berbeda dengan Salsa, Lian lebih memilih untuk tidur.

Namun karena tak ingin menikmatinya sendiri, Salsa berniat untuk membangunkan Lian.

"Liannn, kan udah tidurnya di pesawat. Banguuun." Salsa merengek sambil mengguncangkan tubuh Lian.

"Aku ngantuk ca, kamu nikmatin sendiri dulu ya? " Ucap Lian lembut tapi tak membuka matanya sedikitpun.

"Ihhh Lian ayoo bangun, masa aku senengnya sendirian." Lagi lagi Salsa mengguncangkan tubuh Lian. Kali ini sedikit lebih keras.

"Ca please, gak usah kayak anak kecil gini, Aku cape Salsa!" Tanpa di sadari Lian telah membentak Salsa. Dan kali ini ia menggunakan nama Asli Salsa bukan panggilan biasanya.

Lian tak membuka matanya, bahkan ia tak sadar apa yang telah ia ucapkan.
Salsa memilih untuk diam dan tak mengganggu Lian. Ia memalingkan wajahnya menuju jendela mobil. Mood nya berantakan, Salsa bahkan sudah tak berniat untuk melihat jalanan kota itu.

Matanya mulai berkabut tapi sebisa mungkin ia menahan bibir yang mulai bergetar itu. Ia tak ingin Lian mendengarkan tangisnya dan di cap seperti anak kecil lagi.

Entah mengapa Salsa merasa dirinya sangat sensitif kali ini, mungkin karena hari pertama ia datang bulan. Atau ini kali pertama Lian menyebutnya dengan nama Salsa.

"Gak boleh nangis, gak boleh. Lo udah punya suami ca. Gak boleh cengeng kayak gini, oke!" Batin Salsa sambil menahan tangisnya. Sialnya, makin di tahan air matanya malah menolak untuk berhenti.

Karena di tahan Salsa malah merasa sesak di dadanya. Salsa menepuk dadanya yang sakit dengan keras, berharap rasa sakit itu akan hilang.

Setelah 30 menit dengan posisi menangis dan menahan sesak di dadanya, akhirnya Salsa ikut terlelap. Ia melewati 30 menit perjalanan setelahnya dengan tertidur.

***

"Ca, bangun yuk." Lian perlahan membangunkan Salsa.

"Udah sampai?" tanya Salsa yang melihat ke arah sekelilingnya.

"Iya, kita udah di hotel. Kita masuk dulu, nanti lanjutin istirahat di dalam. " jawab Lian lagi.

Salsa mengangguk dan membuka pintu mobil. Lian merangkul pinggang Salsa dan meminta bantuan pihak hotel untuk membawa koper mereka ke kamar hotel.

Salsa membuka kamar hotel perlahan, ia takjub melihat dekorasi kamar yang begitu indah dan romantis. Kelopak mawar yang tersusun indah di kasur dan  beberapa lilin wewangian di atas meja.

"Kamu suka ca?" Salsa mengangguk "Suka mas."

"Ah, panggil apa tadi sayang?"

"Mas?" Tanya Salsa heran.

"Ih lucu banget aku di panggil mas." Gemas Lian mengecup pundak Salsa.

"Apasih, lebay kamu. Sana aku mau mandi dulu." Salsa mendorong tubuh Lian menjauh.

"Bareng aja mau ya?" pinta Lian.

"Gak, gak mau ya. Yang ada lama nanti." tolak Salsa yang mengetahui isi otak suaminya itu.

"Ish gak boleh nolak suami loh sayang." Salsa hanya menyerah karena tubuhnya sudah di bawa Lian menuju kamar mandi.

Setelah membersihkan diri, kini mereka kembali merebahkan tubuh di kasur empuk.

Dengan posisi tubuh Lian yang menjadi bantalan Salsa. Salsa memainkan bulu dada suaminya itu.

Lian yang menyadari tingkah manja istrinya itu langsung paham bahwa Salsa sedang datang bulan.

"Ini hari pertama caca datang bulan?"Salsa mengangguk sebagai jawaban.

"Perutnya sakit hm?"lagi lagi Salsa mengangguk.

"Pinggangnya juga sakit mas." Ucap Salsa dengan bibir yang mengerucut.

"Gak usah gitu bibirnya," Tegur Lian lalu mengecup bibir Salsa.

Lian menyingkap baju kaos istrinya, perlahan meletakkan tangannya di sana dan mengelusnya dengan lembut.

"Bobo ya biar mendingan, besok baru kita jalan-jalan." Salsa mengangguk.

Sebenarnya Lian merasa kedinginan sekarang, tapi dia tidak bisa mengenakkan baju karena Salsa sudah terbiasa terlelap dengan posisi memeluk Lian tanpa baju.

Malam hari Salsa terbangun saat mendengar Lian yang menggigil dengan tubuh yang bergetar.

"Sayang kenapa?" tanya Salsa panik, ia meletakkan punggung tangannya di dahi Lian.

"Tinggi banget panasnya Li. "

Salsa menangis ia tak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang.

"Lian bangun kita ke rumah sakit ya. Kamu pasti demam gara-gara gak pakai baju semaleman."Lian tak kunjung membukakan matanya ia hanya menggigil ke dingan.

Salsa mengambil baju Lian dengan tergesa-gesa. Ia membalut Lian dengan Selimut. Namun tetap saja tak ada perubahan. Salsa kemudian memanaskan air dan mengompres tubuh Lian.

Air mata Salsa terus saja mengalir, ia mengompres tubuh Lian sambil menangis tersedu sedu.

Ia terus mengompres tubuh Lian tanpa tidur sekali pun. Sesekali ia hampir terlelap namun terbangun kalau mengingat suhu tubuh Lian. Salsa bolak balik memanaskan air dan mengompres tubuh Lian hingga pagi hari menyapa.

Salsa mengetes suhu tubuh Lian dan ternyata sudah mulai normal. Dengan mata yang sembab dan hitam akibat menangis dan tak tidur semaleman Salsa kembali berdiri untuk kembali menukar air kompresan untuk Lian.

Kepalanya sedikit pusing namun ia tetap melakukan kegiatannya sekarang.

Perlahan mata Lian mulai terbuka, Salsa yang sibuk mengelus tangan Lian tak menyadari hal itu. Sampai Lian memanggilnya.

"Ca?" Salsa kembali menangis tersedu-sedu.

Salsa memeluk tubuh Lian dan menumpahkan air matanya di sana.

Tanpa ingin bertanya Lian hanya mengelus punggung istrinya itu, dengan melihat kompresan di kepalanya dan baskom berisi air. Lian sudah paham bahwa Salsa mengkhawatirkan dirinya.

"Maaf ya sayang, kamu pasti khawatir."

"Kenapa gak bilang kalau kedinginan, Li. Kamu kan bisa pakai baju tidurnya." keluh Salsa masih menangis fi dada bidang Lian.

"Nanti kamu nya gak nyaman tidurnya sayang." Salsa kesal dan memukul keras lengan Lian.

"Aku gak suka kamu sakit." Lian menghapus sisa air mata Salsa.

"Aku juga gak suka Liat kamu nangis."

"Kamu gak tidur semaleman?" Tanya Lian yang melihat bawah mata Salsa.

Salsa menggeleng sebagai jawaban. "Sini tiduran lagi." Lian membawa Salsa tidur di dalam dekapannya.

Lian mengelus rambut hitam Salsa sesekali mengecup rambut Salsa.
"Makasih ya ca."

Lagi-lagi syukur menjadi kata yang paling banyak Lian ucapkan. Bersyukur karena di berikan perempuan seperti Salsa untuk menemaninya seumur hidup. Bersama Salsa adalah keberuntungan yang paling ia syukuri. Semoga saja Salsa juga bahagia hidup bersama Lian, Semoga.

Jatuh padamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang