Pemakaman Jiwa

1.1K 72 15
                                    


Salsa berteriak dalam tidur nya, keringatnya mengucur deras, air mata Salsa kembali membasahi wajahnya. Ini sudah kali ke empat Salsa bangun dengan keadaan seperti itu.

Semua masih di sini, mertuanya, kedua orang tua serta putri kecil yang sudah terlelap. Malam ini, semua mata orang dewasa itu menolak untuk terpejam, suara igauan Salsa membuat semua raga merasakan kekhawatiran.

"Ca, kamu minum ya." Ita memberikan gelas pada Salsa, membantunya untuk minum.

"Bobo lagi, masih malam Ca." Tangis Salsa tak bersuara namun air matanya terus saja keluar.

"Bunda Salsa takut, setiap tutup mata kejadian itu terus berputar." Salsa berbicara dengan suara yang bergetar.

Ati berdiri, ikut bergabung menemani menantunya itu. " Mama sama Bunda temenin di sini ya, kamu harus istirahat sayang." Ati mengelus rambut Salsa.

Salsa kembali mencoba menutup matanya, berkali-kali ia katakan pada dirinya. Ia tak boleh lemah, ia harus kuat demi anak-anaknya.

Namun baru 5 menit Salsa kembali bergerak gelisah, bayangan kejadian itu mengganggu pikirannya.

Salsa kembali mendudukkan dirinya, ia benar-benar takut menutup matanya.
Salsa menutup wajahnya dengan kedua tangannya "Salsa gak bisa bun, gak bisa."

Bahu nya bergetar hebat, " Salsa gak kuattth bun." Ita membuang pandangannya ke arah lain. Ia menghapus jejak air matanya. Ia tak sanggup melihat putri nya menderita seperti ini.

" Maafin mama nak, maaf. " Ati tak bisa lagi membendung air matanya. Tangis nya pecah melihat hasil perbuatan putranya.

"Mama sakiiitt, Salsa terlalu terkejut dengan semuanya mah. Tolongin Salsa mah, tolongg." Racau Salsa di sela tangisnya.

Ati benar-benar tak kuat melihat kondisi Salsa. " Caca yang tenang ya, jangan gini sayang."

Salsa menggeleng, " Dia jahat mah,"

Ati sudah tak tahan, ia membenci dirinya yang salah dalam mendidik putranya.

Sedangkan Ita memeluk putrinya erat, berharap pelukan nya mampu meredakan tangis Salsa. Tapi hasilnya nihil, pelukan nya sama sekali tak menenangkan Salsa.

Pada akhirnya obat tranquiliser menjadi pilihan, mereka terpaksa memberikan obat penenang untuk Salsa. Bagaimana pun ia harus beristirahat. Seharian ini, ia sudah cukup menangis dan merutuki kebodohan nya.

"Salsa harus di bawa ke psikolog, aku gak kuat lihat dia begini." Ucap Ati pada Bunda Salsa.

"Kita bicarakan besok, Salsa harus sembuh dulu. Sekarang kalian istirahat, biar saya jaga Salsa." Ucap Alman tegas, seperti tak menerima sebuah penolakan.

Alman duduk di kursi yang sebelumnya di tempati mantan istrinya itu, ia meraih tangan putrinya. Ia kecup singkat jemari putih itu, " Kalau Ayah gak buat salah, pasti luka kamu gak sedalam ini sayang."

"Ayah sakit liat kamu seperti ini, bahkan untuk bisa bicara sama kamu, ayah harus nunggu kamu tidur." ucap Alman dengan bibir yang bergetar, ia berusaha menahan tangisnya.

"Ayah gak tau dampaknya akan semenakutkan ini ca. Putri ayah harus kuat,"

" Caca nya ayah harus sembuh dan ceria seperti dulu lagi."

***

Malam berganti pagi namun luka ini belum juga menepi. Bayangan pengkhianatan mu masih saja berputar memenuhi isi kepalaku. Ingin rasanya marah, namun pada siapa? Semuanya terlalu rapi, goresan pedangmu terlalu indah hingga aku tak sadar, itu telah menyakiti ku.

Jatuh padamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang