Perempuan Rumit, dicintai.

907 41 3
                                    

Aroma obat-obatan serta pengharum ruangan menjadi aroma yang paling Salsa gemari. Bahkan Salsa lebih menyukai aroma rumah sakit di banding parfum brand mahal yang ia miliki.

Baginya aroma itu adalah pengingat paling baik tentang penting nya bersyukur. Tentang pentingnya berkembang dan melanjutkan hidup, menyerah menjadi kata yang kejam ketika ia melihat para pasien nya mati-matian untuk tetap bertahan.

Salsa masih berada di ruangan nya meski jam kerjanya sudah selesai hari ini. Ia berada di depan layar Ipad-nya sambil menemani putri sulung nya bekerja. Ya, sedang mereka sedang melakukan panggilan vidio. Rasanya kata bangga sudah berkali-kali ia lontarkan pada Gracia. Semangat anak muda itu tidak pernah lelah. Sekarang ia sedang mempersiapkan proses music vidio untuk single pertamanya.

"Ibu, MV hari ini isinya full bikin kakak nangis." ucap Gracia seraya menghapuskan sisa air matanya.

"Kakak hebat banget, ibu bangga nak. Mau peluk kalau udah pulang."

"Aa ibu, kakak jadi tambah mellow." mata anak itu kembali berkaca-kaca.

Salsa juga ikut memandang haru namun penuh kebanggaan pada anak nya.

"MV nya tinggal satu hari, kakak pulang mau peluk ibu, mau nangis pokoknya." air mata itu luruh meskipun senyuman terlukis di wajahnya.

"Iya sayang, jangan terlalu terbawa suasana ya. Pokoknya kalau mau nangis peluk mbak pira, gak boleh sendiri."

Mbak Pira adalah manager Gracia. Dia memang sengaja ikut serta dalam proses pembuatan MV karena permintaan Salsa.

"Ibu jadi sedih karena gak bisa nemenin Kakak kerja." lanjut Salsa.

"Ih jangan sedih dong bu, kakak paham kok."

Begitulah kira-kira obrolan keduanya, mereka menyudahi aktivitas nya saat Gracia harus kembali syuting. Salsa melihat jam di tangannya sudah menunjukkan pukul 16.30, sepertinya sebentar lagi Al akan menjemputnya.
Ya, mereka memutuskan untuk mengobrol perkara persiapan pernikahan. Mengingat sebelumnya, obrolan itu sempat tertunda.

Benar saja, belum sampai semenit ponsel Salsa sudah berdering. Sepertinya pria itu sudah sampai di lobi rumah sakit.

"Hallo Sal, aku di depan ya."

"Oke, aku keluar."

Salsa bergegas menghampiri Al, entah mengapa sejak Salsa keluar senyum pria itu terus saja merekah.

"Kenapa si kak?" Tanya Salsa heran.

"Cantik banget sih Sal."

"Wah ke sambet ni orang." Tangan Salsa bergerak menepuk halus leher bagian depan Al.

Al hanya terkekeh menerima perlakuan Calon istri nya itu.

Keduanya memasuki mobil, melaju menelusuri jalanan kota sore itu.

"Kita ke makam Anna dulu." ucap Salsa. Rindu sekali rasanya pada putri kecil satu itu.

Al mengangguk dan terus melanjutkan perjalanan menuju tempat yang Salsa inginkan.

Keduanya telah sampai, Salsa menghampiri seorang penjual bunga di pinggiran makam. Bunga Mawar putih selalu menjadi pilihan nya.

Salsa tak lupa mengenakkan kerudung untuk menutupi bagian kepala nya, meskipun tak tertutup sempurna.

"Assalamu'alaikum Anna. Ibu kangen nak." ucap Salsa sudah mendekatkan dirinya dengan batu nisan anaknya.

Salsa belum berbicara banyak namun air matanya sudah begitu deras. Entah kapan ia bisa berhenti menangis saat melihat makam anaknya.

Al ikut mendekat, ia memeluk Salsa dari samping, tak lupa tangannya yang terus memberikan ketenangan lewat usapan nya.

" Kok gak pernah singgah di mimpi ibu lagi sih nak? Anak ibu pasti seneng banget di sana.

"Anna tunggu ibu di sana ya. Ibu mau peluk Anna sepuasnya."

Salsa terus saja bercerita dengan Anna, ia berbagi hal-hal baik di dunia. Tentang bagaimana Gracia dan Ara tumbuh hingga beberapa momen indah lainnya.

"Oh iya, ibu datang sama om Al lagi. Anna pasti udah kenal kan. Insya Allah ibu akan melanjutkan hidup bersama om Al. Ibu minta restu Anna juga ya. Do'ain ibu nak supaya bisa memberikan yang terbaik buat anak-anak ibu."

"Aku izin bicara sama Anna ya Sal." Salsa. Mengangguk pelan.

"Hai Anna. Om janji bakal usahakan yang terbaik buat ibu, kakak dan Ara. Om janji akan memberikan kebahagiaan yang sempat di renggut dari ibu kalian. Izinin Om ya untuk bawa hubungan kita lebih jauh lagi."

Salsa menghapus wajah basah nya, ia memberikan kecupan pada nisan anaknya.

"Ibu akan datang lagi sayang." Pamit Salsa.

Keduanya melangkah meninggalkan makam Anna.

Al membawa Salsa menuju pantai, mungkin pantai dan keindahan nya akan sedikit membantu Salsa menemukan senyumnya.

Deru ombak semakin kencang seiring berubahnya warna sore itu. Kicauan burung juga menjadi suara paling dominan di sana. Dan di sanalah ketenangan bisa mereka dapatkan.

"Riuh ombak gak seberisik isi kepala ya Sal."

Salsa mengangguk, " Suara ombak masuk ke list nomor dua yang membuat aku selalu merasakan ketenangan."

"lalu yang pertama?"

"Teriakan berisik Ara dan Gracia."

"Suara panggil ibu setiap paginya saat mereka mencari barang-barang, atau bahkan suara saat mereka bercerita setiap harinya."

"Dulu aku pengen banget waktu kelas berlalu, tapi sekarang malah suka sedih kalau lihat mereka tumbuh terlalu cepat. Gak rela aja kalau nanti mereka harus melewati pahit nya dunia tanpa harus bercerita sama ibunya."

"Mereka pasti akan terus cerita sama kamu Sal."

"Makanya aku selalu berusaha untuk tidak pernah sedih di depan mereka, supaya nanti mereka bisa leluasa bercerita tanpa memikirkan beban ibunya juga sama besarnya."

"Anak-anak jarang banget ngeluh, mereka lebih dominan untuk menceritakan hal-hal bahagia saja. Mereka kompak banget untuk mengecilkan luka mereka demi menyebarkan hal bahagia untuk aku. Aku malah merasa mereka ibuku, aku banyak belajar banyak dengan kehadiran anak-anak." Lanjut Salsa lagi.

Tangan Al terangkan mengelus rambut Salsa, "mereka juga banyak belajar dari kamu Sal."

"Kayaknya sore ini juga bukan waktu yang tepat untuk membicarakan pernikahan. Kita atur waktu lain lagi ya?" ucap Al.

"Eh, gapapa kok. Sambilan aja."

"Sal." ucap Al pelan.

"Meskipun kamu masih belajar untuk jatuh cinta lagi, tapi aku tetap mau pernikahan ini bukan hanya tentang aku atau kamu tapi kita. Aku mau kita bicara di waktu yang kita sama-sama siap untuk membahasnya."

"Maaf Kak Al, Aku malah buat suasana jadi mellow dari tadi."

"Jangan ada kata maaf lagi ya, kamu gak salah."

"Kita nikmati sunset nya." Ucap Al, ia mulai menggeser kan tubuhnya mendekat dengan Salsa. Tak lupa lengannya ikut merangkul pundak perempuan itu.

"Semoga aku bisa memberikan kebahagiaan yang lebih indah dari senja sore ini ya Sal." batin Al.

Jatuh padamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang