Akan Dititipkan Jika Sudah Waktunya

1.6K 109 3
                                    

Satu setengah hari berada di hotel membuat Lian bosan. Ia di larang oleh Salsa untuk melakukan aktivas apa pun dan hanya di perbolehkan istirahat saja.
Sore ini Lian sudah merasa enakan dan lebih segar. Ia berusaha membujuk salsa agar percaya jika ia sudah merasa lebih baik.

"Caa, ayo keluar. Masa udah mau dua hari di sini tapi belum jalan- jalan si." ujar Lian menggoyang lengan Salsa persis seperti anak kecil.

"Kamu masih sakit, Lian." Salsa menjawab santai tanpa beralih dari ponselnya.

"Aku udah enakan, lihat ni. Aku juga udah istirahat seharian penuh kan." Lian berjalan maju mundur menghentakkan kaki menunjukkan bahwa ia sudah sembuh.

Salsa menarik tangan Lian dan mendudukkan nya di samping kasur, tepat di sebelahnya." Kita di sini sepuluh hari Lian. Gak keluar satu hari, gak akan membuat kamu kehilangan keindahan dari Swiss." Ujar Salsa seperti memarahi anak kecil.

"Tapi aku bosan Ca." Lian mengerucutkan bibirnya.

"Gak usah gitu mulutnya." Salsa menepuk pelan bibir Lian.

"Ya udah ayo, gak boleh jauh-jauh. Kita jalan-jalan deket sini aja." lanjut Salsa.

Lian senyum kemenangan," Terima kasih istri." lalu mengecup rambut Salsa.

Setelah bersiap- siap selama setengah jam akhirnya dua pasangan muda ini telah siap. Mereka menggunakan pakaian kaos simpel karena hanya akan pergi ke taman dekat hotel.

Keduanya berjalan beriringan dengan tangan yang saling bertautan. Memasuki lift karena kamar mereka berada di lantai lima.

"Adem banget ya, Li." ujar Salsa memperlihatkan suasana di halaman hotel.

Hotel yang mereka tempati berada tepat di tepi danau Lucerne, sehingga langsung di suguhkan dengan keindahan danau tersebut. Selain itu Park Hotel  Vitznau juga memiliki dua pantai pribadi dan fasilitas yang lengkap.

Salsa dan Lian hanya memilih duduk di taman hotel saja. Menikmati udara segar di sana.

Tak jauh dari sana, seorang anak kecil menghampiri Salsa. Wajahnya tampak seperti bukan berasal dari Eropa.

"Hai ante antik," Salsa tersenyum saat mendengarkan sapaan dari anak itu. Artinya benar dia berasal dari indonesia. Tapi pertanyaannya di mana kedua orang tuanya?

"Hai princess, namanya siapa?" Salsa gemas sendiri melihat wajah gemoy anak  itu.

"Glaciaa,"Lian menggendong anak itu untuk duduk di pangkuan nya.

" Gemes banget si nak, Err bilang."ujar Lian mengajari Gracia untuk bisa mengatakan R.

"Cia ndaa bisaa om," Lian hanya terkekeh gemas melihat cara bicara Gracia.

"Gracia ke sini sama siapa?" tanya Salsa yang tak melihat keluarga Gracia.

"Cia Labul dali ayah," Salsa tekejut dengan jawaban Gracia.

"Kenapa Cia kabur? Nanti ayah pasti cariin Cia. Ayo Om sama Tante anterin Cia  ke ayah." Lian menurunkan Cia dari pangkuannya dan berlutut agar sejajar dengan tubuh Cia.

"Ndaa mau, ayah suka malah sama Cia. Cia nda suka. Cia mau bunda saja."

"Sekarang bunda Cia di mana?" Salsa kembali bertanya.

"Ayah bawa Cia pergi jauh dali bunda ante. Cia mau pulang ketemu bunda."

"Ciaa, " Panggil seorang Pria. Salsa dan Lian yakin itu ayah dari Gracia.

Pria itu mensejajarkan tubuhnya dengan Gracia lalu memeluknya erat.

"Cia kenapa pergi nak, ayah cariin Cia dari tadi." ucap pria itu dengan suara bergetar. Salsa yakin dia sangat takut kehilangan anaknya. Tapi mendengar perkataan Gracia seperti ada yang tak beres dengan keluarga mereka.

"Cia mau bunda yah," Gracia sudah menangis tersedu sedu. Sepertinya anak itu merindukan ibunya.

"Maafin ayah Cia tapi Bunda udah gak sayang kita nak, Cia harus biasain diri tanpa kehadiran bunda lagi ya sayang." Cia hanya menangis mendengarkan perkataan ayahnya. Meski sebenarnya ia tak mengerti apa yang ayahnya katakan.

Pria itu perlahan berdiri sambil menghapus sisa air di ujung matanya yang basah.

" Maaf sebelumnya, saya bukan mau ikut campur masalah keluarga bapak. Tapi sebaiknya jangan terlalu jujur pada Gracia karena dia juga belum paham apa-apa. Berikan saja Gracia alasan lain agar tak nekat kabur seperti ini lagi." ujar Lian memberi nasehat pada Pria itu.

"Iya terima kasih, sebelumnya panggil nama saja. Saya Kalvin." Kalvin mengulurkan tangan nya untuk bersalaman lalu di sambut oleh Lian.

"Saya Lian, ini istri saya Salsa."

Salsa ingin memberikan tangannya namun Lian langsung merengkuh pinggang Salsa erat. Sehingga Salsa hanya menyatukan kedua tangannya sebagai salam perkenalan.

Kalvin tersenyum saat menyaksikan kedua pasangan itu, " Jangan cemburu Lian, Saya tidak suka istri orang."

Salsa merasa tak enak hati hanya tersenyum.

"Saya permisi terlebih dahulu, Terima kasih sudah menjaga Cia saya." Kalvin menyodorkan kartu namanya, " Ini kartu nama saya, saya dan Cia tinggal di lantai lima kamar no 59. Jika di lain waktu ada kesempatan, saya bersedia bisa bertemu dengan kalian lagi."

Lian mengambil kartu nama tersebut, " Pasti, mungkin kita bisa ngobrol lebih banyak lagi. Selama kami masih berada di sini."

Kalvin mengangguk, ia menggendong Gracia lalu pergi menuju hotel.

Salsa yang berada di dalam dekapan Lian hanya mengadakan Kepala nya menghadap Lian. "Gracia lucu ya, Li."

"Iya, nanti kita buat gracia yang lebih lucu di sini ya." Lian mengelus perut rata Salsa.

"Aku takut gak bisa kasih kamu, Li." keluh Salsa.

Lian mengeratkan dekapan nya, "ga boleh ngomong gitu. Ngomong yang baik-baik aja. Habis selesai haidnya kita prosesnya adek ya. Biar pas waktu subur kamu." Salsa mengangguk.

Salsa cukup paham perkara hal-hal yang berbau kehamilan karena ia dan Lian sudah mempelajarinya dari internet.

Jika sebelum menikah Lian dan Salsa merasa belum mampu untuk di beri tanggung jawab memiliki anak, berbeda dengan sekarang mereka malah menginginkan ada seorang anak yang tumbuh di rahim Salsa.







Jatuh padamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang