Cahaya Malam, Salsa dan keindahannya

1.1K 84 1
                                    

Kehamilan Salsa sudah memasuki usia delapan bulan artinya satu bulan lagi ia akan segera melahirkan. Kebahagiaan baru akan segera hadir untuk melengkapi rumah tangganya.

Hamil tua membuat Salsa merasakan sedikit perubahan pada tubuhnya, rasa engap ketika harus beraktivitas berlebihan dan juga perubahan tubuh tentunya. Kaki yang mulai membengkak dan wajahnya yang semakin melebar. Terlebih dari itu Salsa justru bersyukur bisa merasakan nikmat nya proses menjadi ibu.

Salsa terkadang merasa iba dan ingin sekali mengucapkan terimakasih pada bunda nya. Perempuan itu sangat hebat karena mampu bertahan dan membesarkan nya hingga sejauh ini. Terlepas dari kesalahan nya, Salsa menganggap semua orang punya rasa sakit nya sendiri. Semua orang punya alasan tersendiri mengapa memilih bertahan dan meninggalkan seseorang.

Meskipun keadaan kandungan Salsa bisa di bilang lemah karena pemicu masalah yang di hadapi Salsa sebelumnya, tapi Salsa sangat berusaha untuk memperbaiki itu semua. Ia mulai dengan  mengubah pola hidupnya agar lebih baik lagi, memperbanyak istirahat dan tidak memikirkan hal-hal yang menyebabkan resiko bagi calon anak-anaknya.

Malam ini keduanya sudah bersiap untuk pergi menuju taman kota. Jangan tanyakan ini keinginan siapa, semenjak memasuki usia lima bulan kandungan, Salsa selalu meminta untuk melihat lampu jalanan kota.

Meskipun Lian sudah melarang nya, Salsa selalu punya cara ampuh untuk membuat Lian luluh. Akhirnya Lian memutuskan mengosongkan jadwalnya tiap malam minggu untuk menemani Salsa melihat lampu jalanan. Tapi Lian tetap lah Lian, ia juga punya aturan. Lian hanya mengizinkan Salsa di dalam mobil saja karena menurutnya angin malam tidak terlalu baik untuk Salsa. Dan keputusan akhirnya mereka hanya mengelilingi kota dari dalam mobil, sesekali keduanya berhenti di taman kota. Namun tetap hanya menikmati dari dalam mobil.

" Kita udah siap, Li." Salsa memperlihatkan penampilan nya malam ini bersama putrinya.

"Depan anak manggilnya jangan itu dong, Ca. Di biasakan ubah panggilannya. Buntutnya udah mau tiga loh ini." tegur Lian.

"Hehe iya maaf mas,"

"Cia pilih sepatunya mau yang warna apa?"  lanjut Salsa bertanya pada Gracia.

" Sepatu putih yang ini saja ibu." Cia mengangkat sepatu pilihannya.

"Sini ibu bantu pasangin," Salsa mulai mengambil posisi berjongkok untuk membantu Gracia memasang sepatunya.

"Ibu! Adik Cia terjepit kalau ibu jongkok. Biar Cia pasang sendiri." Cia menahan lengan ibunya agar tidak jadi mengubah posisinya.

" Lucu banget si anak ibu, emang Cia bisa pasang sendiri?" Salsa mencubit pelan pipi Gracia.

"Iya Cia belum bisa tapi Cia bisa belajar."

"Iya udah, papi aja yang pasangin sini. Cia liatin ya sambil belajar." Lian inisiatif  memasangkan sepatu anaknya dan membantu mengikatnya.

"Selesai, yuk sekarang kita berangkat. Nanti keburu macet." Keduanya mengangguk dan berjalan beriringan menuju mobil.

" Kamu capek gak si mas, tiap hari pulang malem terus weekend kamu juga harus nemenin aku buat lihat lampu jalanan." Tanya Salsa, ia sebenarnya merasa kasihan pada suaminya.

Lian menggenggam tangan Salsa dengan satu tangannya dan tangan lain sibuk memegang kemudian mobil.

"Jujur capek banget Ca, apalagi sekarang lagi sibuk sibuknya di kantor. Di tambah lagi mas juga kuliah kan, meskipun online tapi tetap aja waktu istirahat nya enggak ada. Awalnya mas mau ngeluh, tapi setelah lihat senyuman kamu setiap kita menikmati lampu jalanan mas ikut bahagia. Mas merasa bersalah juga sebenarnya sama kamu, kita gak ada waktu buat kumpul bareng. Masa cuma keinginan kecil ini aja mas gak bisa turutin." Ujar Lian dengan lembut.

Mata Salsa berkaca-kaca mendengar jawaban dari suaminya, " Ihh jadi sedihh. Makasih ya suami, aku bersyukur banget punya kamu."

Lian tersenyum, "aku yang makasih sayang."

Lian menoleh ke bangku belakang, terlihat Gracia yang sudah terlelap. Rasa bersalah pada Gracia juga ia rasakan. Lian merasa Gracia juga merasakan sepi dan sangat membutuhkan sosok teman sialnya Lian tidak bisa selalu menjadi teman yang baik untuk putrinya itu.

"Gracia seneng gak ya punya papi kayak aku?" Pertanyaan tiba-tiba dari Lian.

"Kok gitu pertanyaan nya, seneng lah. Dia tuh selalu bangga punya papi seperti papi ian." Ucap Salsa gemas.

" Aku masih ngerasa kurang banget Ca, aku belum bisa menjadi tempat yang nyaman buat Gracia." Salsa bisa melihat raut kesedihan dari wajah Lian.

"Kamu gak harus jadi yang terbaik terus Mas, dengan kamu udah berusaha aja itu udah hebat banget. Aku yakin Gracia nyaman kok dan dia pasti ngerti papinya lagi berusaha."

Keduanya kembali fokus menelusuri jalanan dan Salsa yang selalu terpana melihat lampu-lampu malam itu. Salsa bercerita dengan senyum yang tak berhenti mengambang, ia menceritakan tentang adik yang sekarang mulai aktif menendang. Tentang Salsa yang selalu menemani Gracia belajar, menceritakan nya dongeng dan belajar bernyanyi bersama di kala senggang.

Lian mendengarkan cerita Salsa dengan baik, ia terus saja memandangi wajah lucu Salsa saat bercerita. Bahagia sekali melihat perempuan nya bahagia namun ia juga merasa gagal ketika tak bisa ikut serta menemani sangat istri dan anaknya. Bahkan Lian tak pernah tahu jika Salsa pernah ngidam, terakhir ia hanya memenuhi permintaan Salsa untuk membeli rujak dan itu saat awal kehamilan nya. Setelah itu Salsa terlalu mandiri, ia selalu saja menjadi peran yang mengerti situasi.

Bahagia selalu.

Jatuh padamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang