Training Menjadi Orang Tua

1.5K 90 0
                                    

Hari hari berlalu begitu cepat, terhitung sudah 5 hari sejak Salsa dan Lian berada di Swiss. Hubungan Mereka dan Cia juga kian dekat, berada di lantai yang sama dan hanya berjarak 3 kamar saja membuat mereka semakin intens untuk bertemu.

Tak hanya itu, Kalvin dan Lian juga semakin akrab layaknya seorang teman. Umur yang hanya berjarak 6 tahun itu memudahkan mereka untuk berbicara banyak. Lantaran masih berada di generasi yang sama.

Lian dan Kalvin kerap kali bertukar cerita. Baik mengenai cara Kalvin dalam memulai bisnis kulinernya ataupun pengalaman dalam mengurus anak. Lian baru mengetahui ternyata Kalvin adalah seorang pengusaha muda yang bergerak di bidang kuliner. Ia memiliki restoran dan beberapa cabang yang menyebar luas. Dan itu juga salah satu alasannya berada di Swiss, Kalvin sedang cabang baru di sini.

Kalvin menyesap sisa kopi di gelasnya, " Gue cerita banyak hari ini, sekarang berbagi sedikit lah." Panggilan mereka berubah menjadi lo-gue. Meraka mungkin merasa terlalu formal jika harus berbicara saya-anda.

"Gue gak punya banyak cerita, pengalaman nya juga gak sebanyak itu." Lian mengambil gelasnya lalu ikut meneguk sisa kopi di dalamnya.

"Jadi anak satu satunya di dalam keluarga menjadikan gue harus lebih bertanggungjawab. Gak muluk-muluk ke orang lain, minimal tanggung jawab untuk diri sendiri." Lian tersenyum teringat ucapan ayahnya.

"Dari SMP gue udah di ceritakan tentang dunia kerja. Dan di SMA gue langsung ikut praktek nya. Sesekali bokap ajak gue meeting klien penting agar tahu bagaimana prosesnya. Dan akhirnya gue mulai memahami dikit sedikit tentang itu. Sekarang gue di lepas dan di berikan tanggung jawab buat urus dua perusahaan sekaligus. Gue gak ngeluhin tentang lelahnya tapi gue takut gak bisa handle waktu buat Salsa. Di tambah gue juga harus melanjutkan pendidikan." Lanjut Lian. Ia menceritakan singkat kisahnya. Lian merasa aman bercita dengan Kalvin, meskipun Kalvin adalah orang baru tapi ia juga menceritakan tentang keadaan keluarga nya.

Kalvin menceritakan bahwa selain ada pekerjaan di sini. Swiss juga merupakan tempat pelariannya dari masalah. Bukan karena tak ingin menyelesaikan masalah dengan baik tapi rasanya ia sudah lelah. Batinnya di serang secara habis habisan. Kalvin menceritakan awal mula perjuangan nya mendapatkan cinta sangat istri, Elora. Sulitnya berjuang karena rumah tangganya harus ada campur tangan mertuanya hingga ia harus menyaksikan perselingkuhan istrinya.

Bahkan Istrinya pun tak menginginkan Kehadiran Gracia lagi dan memilih mempertahankan hubungan dengan selingkuhan nya. Kalvin yang tak paham cara menjelaskan pada anak yang masih membutuhkan sosok ibu itu, memilih untuk membawa Gracia pergi jauh. Dan di sinilah mereka sekarang.

"Kenapa lo milih buat nikah?"

"Panjang cerita nya bang, gue jaga mati matian istri gue dari kecil. Mungkin ini cara Tuhan bilang kalau dia memang takdir gue."

Kalvin tersenyum, " Lo beruntung,jadi di jaga baik-baik."

"Mau sebesar apapun cinta kalian. Yang namanya hubungan tetap harus selalu di pupuk. Layaknya tanaman yang gak di kasih pupuk dia akan layu, layu lalu mati. Nah sama dengan hubungan."

"Semoga dengan cerita gue lo bisa paham. Kalau gak ada jaminan buat cinta itu bisa bertahan. Yang buat cinta bisa bertahan lama ya cuma dengan cara lo selalu merasa cukup. Tanpa meminta dan menuntut. Tanpa menilai dan membandingkan." Lanjut Kalvin.

Lian tersenyum, "Belajar banyak gue sama lo bang."

Kalvin berdiri lalu menepuk bahu Lian, "bisa aja lo. Udah, gue mau masuk dulu, Istirahat. Itu Cia maleman aja di pulangin nya juga gapapa."

Lian mengangguk lalu ikut berdiri dan bergabung bersama istrinya.

Lian tersenyum kala melihat Salsa yang tertawa lebar bersama Cia. Salsa begitu telaten mengelap keringat Cia.

"Caca, yok masuk udah terik ini. Capek kalau lari-larian terus." Salsa mengangguk setuju dengan Lian. Meskipun Salsa tak terlalu berlari karena Lian melarang hal-hal yang memicu penyakit asmanya kembali. Tapi ia cukup merasa lelah hari ini.

Salsa membawa Gracia dalam gendongnya lalu berjalan mengikuti langkah Lian.

Salsa memandikan Gracia terlebih dahulu, mengenakkan pakaian nya dan menguncir rambutnya.

"Lucu banget sii, jadi pengen." Ini adalah kalimat yang entah sudah berapa kali Salsa ucapkan selama beberapa hari terakhir.

Ia selalu saja gemas sendiri setelah merapihkan penampilan Gracia. Muka yang bulat membuat Gracia selalu saja lucu di mata Salsa dan Lian.

Lian mengelus lembut rambut Salsa lalu mengecup singkat keningnya.
"Lucu banget si Ca."

"Iyakan, Gracia memang se gemes itu."

Lian hanya terkekeh dan menggelengkan kepalanya gemas, " Kamu juga gak kalah menggemaskan."

"Gembel heleh." muka Salsa memerah seketika.

"Salting aja lucu ca." Lian berhasil mendapatkan tamparan tepat di dadanya.

Tentu saja Salsa langsung bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Sebelum Lian berbuat hal aneh di depan anak kecil.

Jatuh padamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang