16. Kecewa

45 40 4
                                    

Haii...
Happy reading 🍒

•••

Pina di kejutkan oleh Gavin, ia kira tidak ada yang menggangunya saat mengintip Fira dan Aksel.

Buru-buru Pina menetralkan ekspresi nya, lalu Pina tersenyum manis ke pada Gavin.

"Gue lagi nungguin temen gue, lo ngapain di sini." tanyanya balik.

"Sama, gue juga lagi nungguin temen." ucapnya sambil melihat ke arah depan, Pina melihat arah pandangan Gavin yang tertuju pada meja Fira dan Aksel.

"Ohh lagi nungguin bang Aksel?"

Gavin terlihat gelapan, mencoba untuk tidak terlihat sedang mengikuti Aksel, sebenarnya Gavin mengikuti nya. awalnya ia sedang di luar di sebelah caffee tersebut, saat itu Gavin sedang mengobrol dengan temannya ia melihat Aksel seorang diri masuk ke dalam caffee. 

Pina nenatap Gavin seperti mengintimidasi, seolah-olah Gavin seperti tersangka.

"Jangan-jangan... lo ngikutin mereka? atu lo suka sama si Fir---" 

Gavin buru-buru membekap mulut Pina dan membawa nya ke tempat yang lebih sepi, Pina mencoba memberontak untuk melepaskan bekapan Gavin yang super susah.

Setelah itu Gavin melepaskan bekapan nya, Pina melotot kesal.

"Apaan sih, gimana kalo gue mati huh?!" marahnya.

"Maksud gue gak gitu, lo yang suuzon sama gue. dengerin dulu, alasan gue ngikutin Aksel karena gue penasaran aja bukan suka sama cewek itu." Gavin sedikit tersulut emosi, sehingga Pina menatapnya lebih garang.

"Lagian ya, itu cewek yang bikin si Aksel babak belur. asal lo tau ya, tuh cewek kalo belum selesai sama masa lalunya jangan deketin si Aksel." setelah mengucapkan kalimat itu, Gavin melengos pergi.

Pina marah karena telah mengatai sahabat nya seperti itu, tapi di sisi lain Pina tidak mengerti yang di ucapkan Gavin, apa maksudnya?.

"Tunggu!!" cegah nya, Gavin tidak mendengarkan nya ia tetap pergi.

Saat Pina hendak menyusul Gavin, Pina mengurungkan niatnya dan memutuskan duduk di kursi yang kosong. ia masih mencerna ucapan Gavin barusan.

"Mungkin si Marvendo? tapi bisa jadi sih." gumamnya.

...

Di sebuah ruangan yang gelap hanya sedikit cahaya yang masuk ke dinding yang berlubang.

Marvendo duduk sendirian di sana, sambil meneguk segelas wine. tidak ada yang melarangnya selain diri sendiri yang menghentikan nya.

Matanya merah, rambut dan baju yang di pakai nya berantakan, wajahnya terlihat murung.

Dengan kesal, ia melemparkan botol kaca sehingga remuk berkeping-keping, masih dengan perasaan kesal dan amarah Marvendo langsung mengambil botol yang pecah tersebut lalu ia genggam sehingga mengeluarkan darah.

Tangisannya mulai pecah, darah terus mengalir di telapak tangan nya. ia langsung duduk di sofa lalu melepaskan serpihan kaca tersebut.

Enemy Lover Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang